Mohon tunggu...
Eliza Dhiny Salsabila
Eliza Dhiny Salsabila Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Mahasiswa

Hobi menghalu

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Faktor Penyebab Korupsi

26 November 2023   13:06 Diperbarui: 26 November 2023   13:06 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Korupsi adalah tindakan para pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri sipil, serta orang-orang lain yang terlibat dalam tindakannya, yang menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk mendapatkan keuntungan sepihak secara tidak adil dan melawan hukum. Menurut Ibnu Santoso, korupsi merupakan perbuatan salah dan merugikan orang lain dan negara. Dari segi semantik juga dapat diartikan sebagai ketidakjujuran atau penipuan karena sumbangan. Dalam operasionalnya, korupsi dapat dianggap sebagai penerimaan uang yang berkaitan dengan jabatan tanpa ditetapkan dalam pemerintahan. 

Korupsi adalah perilaku pejabat publik atau aktor politik atau pejabat yang secara tidak wajar dan melawan hukum memperkaya diri sendiri atau kelompok terdekatnya. Mereka melakukan tindakan tersebut dengan menyalahgunakan wewenang publik atau wewenang yang dipercayakan kepadanya. Secara garis besar korupsi atau korupsi politik adalah penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi. Semua bentuk pemerintahan hampir rawan korupsi. Tingkat keparahan korupsi bervariasi dari penggunaan pengaruh dan dukungan yang paling ringan, memberi dan menerima bantuan, hingga korupsi yang serius, yang dirumuskan secara resmi, dan sebagainya. Titik puncak korupsi adalah kleptokrasi, yang secara harfiah berarti pemerintahan oleh pencuri yang berpura-pura bekerja demi kesejahteraan rakyat padahal sebenarnya tidak.

Faktor penyebab terjadinya korupsi dibedakan menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal: Faktor internal:

1. Rendahnya integritas individu: Kurangnya moral dan etika individu dapat mendorong perilaku korupsi. 

2. Lemahnya sistem hukum dan penegakan hukum: Kurangnya penegakan hukum yang efektif dapat menciptakan lingkungan yang mendorong korupsi. 

3. Transparansi: Kurangnya transparansi dalam kebijakan, proses dan keputusan dapat mendorong korupsi.  

4. Kurangnya pendidikan dan kesadaran: Kurangnya pendidikan dan kesadaran mengenai dampak negatif korupsi dapat menyebabkan ketidakpedulian.   

Faktor eksternal:  

1. Tekanan finansial: Tekanan finansial terhadap individu atau organisasi dapat mendorong aktivitas korupsi untuk memenuhi kebutuhan finansial.  

2. Korupsi di tingkat global: Praktik korupsi internasional juga dapat mempengaruhi tingkat korupsi di tingkat nasional.  

3. Lingkungan bisnis yang tidak etis. Persaingan bisnis yang tidak etis dapat mendorong perusahaan untuk melakukan praktik korupsi.  

4. Ketidakstabilan politik: situasi politik yang tidak stabil dapat menciptakan lingkungan yang mendukung korupsi.  

• Hukuman yang diterima atas tindakan korupsi:

Korupsi biasanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang terhadap suatu hal. Ketika seseorang tidak mempunyai kekuasaan, kecil kemungkinannya untuk melakukan korupsi. Namun, hal ini tidak mungkin dilakukan oleh orang yang Hal ini dilakukan hanya demi keuntungan dan keuntungan pribadi dan dengan mengorbankan orang lain kecuali diri sendiri. Pejabat dengan sengaja menyalahgunakan kekuasaannya untuk melakukan tindakan ilegal demi keuntungan pribadi. Seorang pejabat yang mempunyai kekuasaan secara otomatis mempunyai hak untuk mempengaruhi suatu kebijakan tertentu.

 Dalam hal ini, setiap kebijakan yang dilaksanakan pada hakekatnya merupakan perintah atau aturan yang sejalan dengan tujuan penguasa itu sendiri. Di sini kemungkinan terjadinya tindakan korupsi sangat besar, sehingga dampak korupsi adalah korupsi menghambat tata kelola pemerintahan yang baik dengan merusak proses-proses formal. Teriakan, korupsi melemahkan kapasitas kelembagaan pemerintah karena prosedur diabaikan, sumber daya terkuras, dan pejabat diangkat atau dipromosikan bukan berdasarkan prestasi. Dalam kelompok ini, transaksi ekonomi dan politik hanya terjadi atas kepentingan beberapa kelompok kepentingan yang terlibat di dalamnya, biasanya peristiwa politik dan ekonomi tersebut terjadi secara informal dalam tatanan yang tidak jelas atau legal yang berpihak pada kepentingan kelompok kecil tersebut. 

Upaya pemberantasan korupsi  mulai diterapkan dalam kerangka hukum pada masa pemerintahan Habibie, ketika UU No. 31/1999 tentang Penghapusan Tindak Pidana Korupsi yang menggantikan UU No. 3/1971 tentang penghapusan tindak pidana korupsi. Alasan perubahan UU Tipikor UU No. 3 Tahun 1971 mendapat undang-undang no. 31/1999 yang mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dapat dilihat pada UU No. 31 Tahun 1999.  

Dewan Negara membuat undang-undang pidana korupsi dan undang-undang tentang tindak pidana korupsi diubah sebanyak 4 (empat) kali. Undang-undang dan peraturan yang menangani korupsi meliputi:  

1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi  

2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,  

3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi   

4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pemberantasan korupsi memerlukan tindakan bersama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta. Beberapa langkah yang dapat Anda lakukan adalah:  

1. Memperkuat hukum dan penegakan hukum: sanksi yang lebih keras dan tindakan kepolisian yang tegas dapat memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi.  

2. Transparansi dan akuntabilitas: Kami meningkatkan transparansi pengelolaan dana publik dan keputusan pemerintah serta memastikan akuntabilitas dalam pelaksanaan kekuasaan.  

3. Pendidikan dan kesadaran. Edukasi masyarakat dan kesadaran akan dampak negatif korupsi dapat menciptakan intoleransi terhadap korupsi. 

4. Penguatan lembaga antikorupsi: Memperkuat lembaga antikorupsi untuk melakukan investigasi independen dan mengusut praktik korupsi. 

5. Penghapusan kepuasan: penolakan terhadap kepuasan dan tindakan tegas terhadap apa yang sering menjadi awal terjadinya korupsi.  

6. Reformasi sistem pengadaan barang dan jasa: meningkatkan transparansi dan akuntabilitas sistem pengadaan barang dan jasa untuk mencegah korupsi dalam prosesnya. 

7. Partisipasi Masyarakat: Mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam pemantauan dan pengendalian praktik pemerintahan dan bisnis.  

8. Meningkatkan kesejahteraan pekerja: Meningkatkan kesejahteraan pekerja dan upah untuk mengurangi korupsi. 

9. Pendekatan global: kerjasama internasional untuk memerangi korupsi terkait praktik lintas batas negara. 

10. Penerapan Teknologi: Pemanfaatan teknologi untuk meningkatkan transparansi, efisiensi dan keamanan sistem administrasi dan manajemen bisnis.   

Perubahan besar memerlukan dukungan dan komitmen semua pihak. Langkah-langkah ini harus dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan untuk mencapai dampak yang signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun