Mohon tunggu...
elza febriana
elza febriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Anak yg ceria

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pencatatan Perkawinan di Indonesia dalam Hukum Perdata Islam

21 Februari 2024   15:20 Diperbarui: 21 Februari 2024   15:26 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

1.Berikan analisis Sejarah Pencatatan Perkawinan di Indonesia!

Masa Penjajahan Belanda

Pada tahun 1826 diberlakukannya Burgerlijk Wetboek (BW) yang mengatur tentang perkawinan untuk orang-orang Eropa di Hindia Belanda. BW tidak mewajibkan pencatatan perkawinan bagi penduduk pribumi.
Selanjutnya tahun 1927 diberlakukanya Huwelijks Ordonnantie voor Inlanders (HOCI) ll mewajibkan pencatatan perkawinan bagi penduduk pribumi di Jawa dan Madura. Bagi penduduk di luar Jawa dan Madura pada masa Belanda tidak diatur secara seragam pencatatan diatur secara bervariasi tergantung pada wilayah dan sistem pemerintahannya. Contohnya pencatatan perkawinan dilakukan oleh pemerintahan swapraja (pemerintahan lokal).

Masa Kemerdekaan

Pada tahun 1946 diberlakukanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah, Talak, dan Rujuk yang berlaku di Jawa dan Madura.
Tahun 1954 pembentukan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Penetapan Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Tanggal 21 Nopember 1946 Nomor 22 Tahun 1946 Tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk di Seluruh Daerah Jawa dan Madura. Selanjutnya pada tahun 1974 diaturnya dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang mengatur secara nasional tentang perkawinan, termasuk pencatatannya.

Masa Reformasi

Pada masa reformasi tahun 2019 diatur dalam  Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. UU ini mengamandemen tentang pencatatan perkawinan, seperti:
 a. Mempermudah proses pencatatan perkawinan bagi WNI yang menikah di luar negeri.
b. Memberikan kewenangan kepada KUA untuk mencatat perkawinan yang sebelumnya dicatat oleh KCS.

Pencatatan Perkawinan Saat ini

Pencatatan perkawinan di Indonesia saat ini  diatur oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019. Pencatatan perkawinan dilakukan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) untuk perkawinan yang beragama selain islam dicatatkan di Kantor Catatan Sipil (KCS). Seiring perkembangan teknologi saat ini, masyarakat dapat mengakses layanan pencatatan perkawinan secara online melalui situs web ataupun aplikasi SIMKAH (Sistem Informasi Manajemen Nikah).

2. Mengapa pencatatan perkawinan diperlukan?

Pencatatan perkawinan diperlukan karena memiliki beberapa tujuan dan manfaat yang penting dalam konteks hukum, administrasi, dan sosial. Berikut adalah penjelasan secara detail:


a. *Legalitas dan Perlindungan Hukum*: Pencatatan perkawinan adalah cara resmi diakuinya hubungan pernikahan secara hukum. Dengan ini, menimbulkan perlindungan hukum bagi suami istri dan anak-anaknya. Dengan dicatatnya perkawinan yang sah, pasangan mempunyai hak-hak hukum seperti warisan, hak asuransi, serta hak atas kekayaan dan tanggung jawab hukum lainnya yang dikarenakan pernikahan yang dicatat.

b. *Bukti Kepemilikan dan Tanggung Jawab*: Catatan perkawinan berfungsi sebagai bukti resmi status pernikahan seseorang yang sah. Hal ini sangat penting dalam memastikan hak kepemilikan bersama aset, hutang bersama, serta tanggung jawab finansial dan hukum lainnya yang terkait dengan ikatan pernikahan.

c. *Pengakuan dan Identitas*: Pencatatan perkawinan membuat pengakuan secara resmi hubungan antara dua individu sebagai pasangan yang sah di mata hukum, masyarakat, dan agama. Hal tersebut berperan penting dalam membuat identitas pribadi dan keluarga, serta terjamin dalam memperoleh berbagai keuntungan dan hak-hak terkait dengan status pernikahan.

d. *Pencegahan Penipuan dan Kecurangan*: Dengan memiliki catatan perkawinan yang resmi, pemerintah dapat memastikan bahwa pernikahan dilakukan dengan itikad baik dan sesuai dengan hukum yang berlaku. Ini membantu mencegah penipuan, pernikahan ganda, dan praktik-praktik curang lainnya yang mungkin terjadi jika tidak ada pencatatan perkawinan yang ketat.

e. *Statistik dan Perencanaan Sosial*: Data tentang perkawinan yang tercatat dapat digunakan untuk tujuan perencanaan sosial, statistik populasi, dan pengembangan kebijakan publik. Informasi ini membantu pemerintah dan lembaga terkait dalam merencanakan program-program yang berkaitan dengan keluarga, kesejahteraan sosial, dan pembangunan masyarakat.

Dengan demikian, pencatatan perkawinan bukan hanya penting untuk mengakui hubungan pribadi antara dua individu, tetapi juga memiliki dampak yang luas dalam hal legalitas, identitas, perlindungan, dan pembangunan sosial.

3.Analisis Makna Filosofis, Sosiologis, Religious, dan Yuridis Pencatatan Perkawinan?

Secara filosofis Perkawinan menurut hukum Islam sesuai adalah Pancasila sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara filosofis pencatatan perkawinan adalah untuk memberikan keamanan dan kenyamanan yang berbentuk kepastian, kekuatan dan perlindungan hukum terhadap pelaku perkawinan tersebut (suami-istri). Dengan adanya hal ini maka ketika tidak terpenuhinya pencatatan perkawinan, maka akibat hukumnya adalah tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak mendapatkan jaminan hak-hak keperdataan akibat perkawinannya yang tidak dicatatkan itu.

Secara sosiologi perkawinan dilihat dari 2 sudut pandang yaitu , yaitu pengakuan dari masyarakat dan dari pemerintah. Pertama, pengakuan  masyarakat dianggap penting, karena pada hakekatnya manusia itu adalah makhluk sosial dimana tidak luput dari interaksi sesamanya. Kemudian yang kedua yaitu pengakuan dari pemerintah, dengan adanya pengakuan dari pemerintahan maka perkawinan akan mendapatkan kepastian hukum ketika suatu hari terjadi persengketaan akibat perkawinan.

Makna religious atau agama dimana  pencatatan perkawinan ini mungkin tidak dianggap terlalu penting karena dalam agama pernikahan yang sah itu terpenting sudah memenuhi syarat dan rukunnya. Namun dalam agama Islam juga menghendaki umatnya untuk mematuhi peraturan yang ada demi tegaknya kenyamanan dan jaminan hidup bernegara dengan dibuktikan melalui akta pernikahan.

Kemudian secara yuridis, pencatatan perkawinan ini sangat penting akan keberadaannya dimana ini berfungsi untuk memberikan jaminan perlindungan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia. Dengan demikian, melalui pencatatan perkawinan maka suatu perkawinan akan memiliki kepastian dan kekuatan hukum serta hak-hak yang timbul sebagai akibat perkawinan dapat terlindungi dan terlayani dengan baik.

4.Bagaimana menurut pendapat kelompok anda tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiol religious dan yuridis?

Menurut pendapat kelompok kami,
Penting karena untuk memastikan sah atau tidaknya hukum dan untuk memberikan perlindungan hukum kepada pasangan yang akan menikah.Tanpa adanya pencatatan perkawinan,pasangan tersebut mungkin dapat menghadapi kesulitan dalam hal hak hak dan kewajiban hukum,seperti hak warisan,akses layanan kesehatan, dan hak ansuransi.
Sedangkn jika pencatatan perkawinan tidak di catatkan dalam sosiologis,religious,dan yuridis itu juga tidak bisa karena pencatatan perkawinan juga perlu untuk memperkuat legitimasi hubungan dan memberikan pengakuan resmi terhadap ikatan tersebut dimata masyarakat.

Anggota Kelompok:

1.Elza Febriana 222121053

2.Latifa Andriyani 222121054

3.Wahyu Samiaji 222121065

4.Aulia Putri Febyani 222121073

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun