Beberapa hari lalu, ada sebuah berita yang mengabarkan bahwa PR dihapuskan.
Tepatkah jika PR dihapuskan?
Oke, sebelum membahas tepat atau tidaknya jika PR dihapuskan. Mari kita telaah terlebih dahulu fungsi dan peran PR di dunia pendidikan.
Sebenarnya, apasih fungsi PR?
"Enggak ada, nambah-nambahin list pekerjaan aja."
"Memberatkan. Di sekolah sudah dituntut untuk berpikir, eh di rumah mikir lagi."
Mungkin, begitulah kira-kira tanggapan siswa kalau ditanya perihal PR. Akan lebih banyak respon negatif, dari pada respon positif yang dilontarkan. Namun, jika kita mengorek lebih dalam lagi, adanya PR sebenarnya membantu belajar siswa. Iya enggak?
Bayangkan saja, seperti apa keadaan siswa saat mereka tak ada PR. Apakah mereka akan mengulang atau mempeljari kembali materi yang sudah disampaikan oleh guru di sekolah? Apakah mereka akan belajar mendalami pelajaran hari itu?
Tidak. Jarang sekali ada siswa yang demikian. Terlebih sekolah-sekolah yang berada di desa, dengan ekonomi pas-pasan. Akan lain cerita dengan anak-anak perkotaan, yang memiliki ekonomi lebih tinggi dan akses pendidikan yang lebih mudah.
Gimana sih fungsi PR yang sebnarnya?
Fungsi PR sebenarnya, kalau dilihat dari sisi positif pasti akan meningkatkan semangat belajar. Bagi orang tua yang tak bisa memberikan fasilitas pelajaran tambahan atau les kepada anak, tentu saja, PR akan sangat membantu belajar siswa. Jika taka da, apa yang akan siswa lakukan? nge-game bareng teman-teman? Duh, bukannya terkontrol malah bisa jadi siswa tambah nge-blank sama pelajarannya.
Jadi, kalau PR dihapuskan dengan dalih memberatkan siswa sepertinya kurang tepat juga. Kecuali, jika setiap siswa sudah memiliki kesadaran terhadap kewajiban mereka. Mereka mengetahui kewajiaban mereka sebagai siswa dan anak itu apa saja. Sehingga, ketika seorang anak paham akan kewajibannya, maka anak tersebut akan bertanggungjawab, minimalnya.
Dengan apa anak tersebut bertanggungjawab? Yap, belajar. Mengulang pelajaran, memahami lebih dalam tentang pemelajaran yang ada. Jadi, ketika si anak tak memiliki kewajiban menyelesaikan PR, si anak mempergunakan waktunya untuk mengeksplor kemampuannya. Nah, disitu akan tepat jika PR tak diberikan.
Tapi, akan lain cerita kalau siswa yang tak memiliki tanggung jawab PR justru berleha-leha, tanpa melakukan hal-hal yang bermanfaat. Disitu pasti akan dipertanyakan, dimana peran guru? Guru adalah kontrol bagi siswanya. Â Sebab pendidikan yang baik, tak hanya melahirkan manusia yang cerdas, tetapi juga memiliki karakter yang utuh.
Ketika PR tak lagi diberikan kepada siswa, disitulah seharusnya seorang siswa mempergunakan waktunya untuk mengasah skill nya. Kalau tidak, sia-sialah waktu yang panjang itu. Ibaratnya, ia sudah diberi waktu luang tetapi malah berdiam diri di tempat. Kalau begitu, apa yang akan dihasilakn? Ya tidak ada.
Apasih peran guru?
Nah, disini peran guru juga penting. Guru bertindak sebagai motivator supaya siswa memiliki keinginan untuk mengeksplor kemampuannya di masa mudanya. Syukur0syukur jika guru mampu mengarahkan siswanya, atau lebih-lebih kalau guru atau sekolah mampu meberikan fasilitas.
Ah, ya. Terlepas dari tugas-tugas guru. Orang tua jauh lebih memiliki andil yang besar. Tetapi tidak semua orang tua sadar dengan hal tersebut. ada dari mereka yang terbatas dalam ekonominya, atau ada juga yng terbatas dalam pengetahuannya. Oleh karena itu, jadilah kamu siswa yang paham dengan potensi diri.
Dengan mengenal potensi diri, kamu tak akan menjadi siswa yang terbawa arus. Alias ikut-ikutan teman saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H