"Lebih baik waktu itu kami membiarkan kau mati Don, sekarang mungkin sudah waktunya untuk kau mati," sengit Aspa.Â
Dona seperti saat itu, tidak berdaya dan hanya bisa pasrah. Ingatannya kembali pada dua ekor pemberian Geca, dan pelan-pelan ia kumpulkan tenaga anjing malang itu bangkit dari tempatnya.
"Aku dibenci karena jenis hewan sepertiku pernah melakukan kesalahan, padahal  aku bukan mereka. Aku tidak diberi kebebasan, karena aku terlahir menjadi anjing yang padahal aku tidak pernah meminta kepada Tuhan terlahir seperti itu. AKu ingin mati, namun dua ekor ikan dan guyuran air menyelamatkan kehidupanku. Aku bisa bernapas, bergembira hingga suatu hari aku menolong kebodohan. Aku ditipu, dan tiba-tiba saja aku dipukuli. Baiklah, aku akan pergi dari sini. Emang dari awal kalian tidak menolongku As, Ce. Seharusnya kita tidak pernah berteman. Semoga hutan ini terjaga dari anjing sepertiku," lirih Dona melangkah dengan pincang. Baru dua langkah, badannya terjatuh. Injakan gajah terlalu keras menimpanya.
Ungkapan Dona membuat hewan-hewan merasa bersalah, Equ mendekat pada Dona meminta maaf. Namun semua sudah terjadi, hasutan dari kebencian lebih dipercaya daripada kesetia kawanan. Dona meliur, kemudian matanya terpejam untuk selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H