Mohon tunggu...
Elwis Latifah
Elwis Latifah Mohon Tunggu... Guru - Guru

Guru berisyarat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Best Practice Pembelajaran Mengenal Organ Pencernaan Manusia dengan Media Celemek Organ Pencernaan

14 Desember 2022   15:49 Diperbarui: 14 Desember 2022   16:04 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Elwis Latifah

Tanggal

11 November 2022

Situasi: 

Kondisi yang menjadi latar belakang masalah, mengapa praktik ini penting untuk dibagikan, apa yang menjadi peran dan tanggung jawab anda dalam praktik ini.

Peserta didik kelas VIII SMPLB terdiri dari tiga peserta didik tunarungu dengan salah satu peserta didik disertai dengan low vision. Heward (2013) menjelaskan bahwa orang dengan gangguan pendengaran memiliki modalitas utama belajar dan berkomunikasi menggunakan visual bisa melalui membaca ujaran, tetapi gerakan mulut yang jelas hanya sedikit (Hallahan, Kauffman & Pulen, 2014 :364) dan tidak semua gerak bibir bunyi bahasa dapat diamati dan dipahami (Bintoro, 2011). Adapun Larissa, Bangsa, & Christianna (2016) menerangkan jika anak low vision kurang mampu melihat suatu objek dengan jelas karena pergerakan bola mata yang tidak terkontrol. Dengan demikian, siswa tunarungu-low vision akan kesulitan untuk memahami gerak bibir ketika guru menjelaskan secara lisan (ceramah).

Guru lebih dominan menggunakan metode ceramah dan media gambar yang digunakan guru belum dapat diakses oleh peserta didik tersebut pada pembelajaran IPA dengan materi organ pencernaan manusia. Sehingga peserta didik tunarungu-low vision belum terakomodasi dan peserta didik belum menguasai pengetahuan nama-nama organ pencernaan.

Tantangan : 

Apa saja yang menjadi tantangan untuk mencapai tujuan tersebut? Siapa saja yang terlibat,

Melihat dari keadaan peserta didik tunarungu -low vision tersebut menjadi tantangan tersendiri untuk dapat mengakomodasi pembelajaran. Tantangan komunikasi yang unik karena gangguan pendengaran dan penglihatan mereka yang bersamaan, terbatasnya kontak anak dengan lingkungan sehingga menjadi terisolasi, hambatan penglihatan dan pendengaran tidak memiliki akses terhadap berbagai kesempatan pembelajaran yang bersifat insidental, informasi yang diterima anak terpecah-pecah (Bachtiar, Taboer dan Erlani, 2022).

Siswa low vision memiliki kecenderungan membangun pengetahuan ataupun konsep melalui pengalaman perabaan, penciuman, perabaan, dan sisa pengelihatan (Saputri, 2016). Dengan demikian, media pembelajaran yang digunakan perlu mempertimbangankan kecenderungan tersebut. Media yang disajikan dapat diraba dan dilihat dengan sisa pengelihatan yang dimiliki. Gambar yang yang dicetak dengan ukuran normal tidak dapat mengakomodasi siswa low vision (Hallahan, Kauffman, & Pullen, 403: 2014). Dengan demikian, guru perlu menyediakan alat peraga pembelajaran yang dapat dilihat oleh peserta didik dengan sisa pengelihatan yang masih dimiliki dan juga dapat diraba sehingga peserta didik mendapat pengalaman langsung. Alat peraga tersebut tidak hanya dapat dimanfaatkan oleh peserta didik tunarungu-low vision tetapi juga dapat dimanfaatkan oleh peserta didik satu kelas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun