Mohon tunggu...
Elvrida Lady Angel Purba
Elvrida Lady Angel Purba Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menuangkan isi pikiran

Mengalir

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak Menjadi Angin Segar bagi Mereka yang Dirampas Haknya

8 Juli 2022   16:06 Diperbarui: 8 Juli 2022   16:29 563
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena undang-undang ini menekankan kepada Kesejahteraan Ibu dan Anak, maka berpotensi membuat perempuan sebagai penanggung jawab dari kesejahteraan anak dan berumah tangganya. Padahal kesehatan anak bukan hanya tanggung jawab perempuan. Tapi ada peran laki-laki juga didalamnya. Selain itu, akan mengokohkan pandangan bahwa perempuan harus menikah dan melahirkan karena mempertebal pesan bahwa tanggung jawab pengasuh anak hanya kepada ibu. Terutama bagi perempuan pekerja yang sudah menikah.

Beban Ganda

Apabila hanya menekankan kepadaa hak perempuan pekerja tapi tidak menekankan kepada laki-laki pekerja. Maka, akan menambah beban perempuan. Selain bekerja, perempuan harus mengurus pekerjaan domestik. Sehingga akan membuat laki-laki menilai bahwa 

"Kan undang-undang ini membuat kamu bisa bebas bekerja selama 6 bulan. Berarti tugas kamu sebagai Ibu!"

Bias Kelas

RUU ini akan sulit diterapkan karena tidak akan berdampak bagi perempuan pekerja kontrak dan mereka memiliki upah rendah. Karena masa istirahat selama 6 bulan hanya akan dibayar full selama 3 bulan saja. Sehingga perempuan yang memiliki upah rendah tetap akan bekerja di bulan ke 4 agar tetap mendapatkan upah penuh. Begitu juga bagi pekerja yang rawan PHK.

Keterlibatan Laki-laki Dalam Domestik

Walaupun RUU ini menuliskan hak ayah terkait cuti melahirkan selama 40 hari dan 7 haari bagi istrinya keguguran. Tapi, tidak disebutkan apakah mereka tetap mendapatkan upah penuh atau tidak. Sehingga berpotensi laki-laki akan tetap bekerja dan membebankan kepengurusan domestik kepada perempuan agar tetap mendapatkan upah penuh. Karena anak adalah tanggung jawab Bersama bukan hanya perempuan.

Sehingga rancangan undang-undang Kesejahteraan Ibu dan Anak harus terus dikawal baik dalam penyusunan draft sampai kepada implementasi di lapangan. Jangan sampai undang-undang yang progresif justru akan menguatkan system ibuisme negara pada masa Orde Baru, mengabaikan keterlibatan laki-laki pada ruang domestic atau membuat perusahaan menjadi sewenang-wenang terhadap pekerja perempuan dalam pembuatan kebijakan perusahaan, rekrumen, SOP dan kontrak pekerjaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun