Cahaya senja menyinari langkah Alka dengan semilir angin yang berhembus menggoyangkan pepohonan. Alka berjalan pelan menyusuri pepohonan rindang, gadis berseragam SMA itu bersenandung pelan mengikuti lirik lagu yang terdengar dari earphone hitam miliknya, sambari menggendong ransel abu-abu di punggung. Diantara senyap nya jalanan, langkah demi langkah Alka terdengar mendominasi.
Alka merutuk, tumpukan tugas siap menyambutnya ketika sampai dirumah belum lagi tugas-tugas bebersih rumah yang tidak mungkin ia abaikan bila tidak inggin sapu melayang mengenainya. Entahlah Alka merasa waktu 24 jam dalam sehari terasa begitu singkat. Tugas-tugas itu cukup membuatnya sakit kepala.
Tiba-tiba Alka murung, perasaanya memburuk tak kala pikiran negatif kembali menguasai. Mungkin karena faktor usia atau pergaulan, Alka pun sejujurnya tidak paham. Dari bahasa Sansekerta namanya berarti gadis yang cantik, tapi Alka sama sekali tidak merasa dia adalah anak yang cantik apalagi menarik. Dia kerap kali merasa insecure dengan teman-teman sebayanya. Mereka bukan hanya cantik tetapi juga pintar dan berprestasi terlebih mereka berasal dari keluarga yang berasa. Sedangkan dirinya, Alka benci fakta bahwa dirinya bukan hanya tidak berguna,tapi juga payah dan bodoh.
Alka gulana, ia lelah dengan pikirannya sendiri. Pikiran buruk yang berhasil menelannya. Prespektif buruk itu perlahan mempengaruhi bagaimana Alka memandang segala hal dalam hidupnya. Pesimis, ia memandang segala sesuatu dengan perspektif yang buruk. Dia enggan melihat hidupnya sebagai suatu hal yang harus disyukuri. Alka skeptis bahwa dirinya mungkin bisa menjadi salah satu dari orang-orang yang menurutnya keren itu.Â
Sejujurnya dia takut, dunia orang dewasa tampak menakutkan dan dia belum siap akan itu. Terlalu banyak yang ditakuti dan dikhawatirkan Alka, padahal dia hanya perlu menjalaninya sebaik mungkin.Â
Ditengah kemelut pikirannya Alka berhenti di kaca sebuah toko antik, berdiri heran. Alka selalu melewati jalan yang sama untuk berangkat maupun pulang dari sekolah. Tapi Ia merasa tidak pernah melihat toko antik tersebut. Tahu-tahu berdiri kokoh bangunan toko berwarna cream yang sekitarnya sudah ditumbuhi lumut.
Alka berkedip dan sontak terkejut tak kala melihat seorang kakek tua bungkuk mengenakan setelah Butler seperti yang biasa ia lihat di film. "Halo nona muda, maukah nona mampir ke toko reyot saya?" senyum kakek itu terlihat menakutkan.
Alka bergumam, "Reyot dari mananya?". Alka menggeleng "Maaf pak saya tidak punya uang, terlebih sekarang sudah sore jadi saya harus segera pulang." Alka menundukkan kepalanya sebagai salam perpisahan dengan si kekek tua. Dan perlahan menjauh dari toko antik yang menurutnya aneh dan mencurigakan itu.
Ketika Alka tengah sibuk dengan pikirannya. Entah dari mana sebuah buku datang menghantam dan mengenai wajah Alka cukup keras.
"Aduh, apa ini?"Alka meringis menahan sakit di wajahnya terlebih jidatnya. Diambil buku yang jatuh dibawah kakinya. Dibolak-balik lah buku itu.Â
"Apa ini? Buku dongeng?" dibacanya judul buku itu "Kisah si cantik"Â
"Wah, dunia selalu untuk si cantik ya" Alka hanya tertawa hambar, membaca sinopsis singkat dan merasa sedikit tertarik dengan kisah hidup Julia. Seorang gadis cantik dan putri raja. Alka merasa tidak ada yang aneh sampai ia membuka buku bersampul gadis bergaun merah maroon itu, buku itu melahapnya.
Alka tersedot oleh lubang aneh yang membuat perutnya terasa melilit, kepalanya sakit dan dia merasa nyaris muntah. Alka terjatuh di tempat antah berantah, ia merasa asing dengan kamar mewah yang menyilaukan itu. Matanya jeli melihat sekeliling dan tak lama pandangannya tertuju kepada gadis bergaun merah maroon yang tertidur seperti orang mati. Maksud Alka, orang mati adalah karena gadis itu tidak bergerak sama sekali, tanda bahwa dia masih hidup adalah bahwa gadis itu masih bernafas.
Alka berdiri linglung tidak tau harus bagaimana, dia takut dan diliputi berbagai tanda tanya. Bagaimana dia ada disini? Apa yang harus ia lakukan untuk pulang?. Alka kalut dan seketika ingin menangis. Tiba-tiba segerombol pelayan datang dan membangunkan gadis itu. Kemudian Alka tersadar bahwa dia menjadi transparan, itu tidak mengurangi masalah. Alka semakin kalut, dia harus meminta bantuan siapa kali ini.
Terlanjur bingung Alka memilih untuk mengikuti Julia, gadis berambut blonde sepunggung itu. Alka sungguh takjub dengan kecantikan paripurna Julia, namun anehnya Julia sadari tadi tidak terlihat bahagia. Julia di layani dengan baik sadari ia bangun hingga sekarang duduk di meja makan, tetapi ekspresinya tidak berubah. Tetap murung seperti menanggung beban berat.Â
Alka mengangkat bahunya tak acuh, mungkin gadis ini sudah terbiasa dengan kemewahan sehingga tak merasa perlu untuk bereaksi berlebihan.
Julia digiring menuju aula utama menghadap Raja, Ratu dan saudara-saudaranya serta bangsawan-bangsawan terkemuka. Julia melakukan salam penghormatan khas bangsawan eropa persis yang biasa Alka lihat di televisi.
"Putriku yang jelita yang terkasih, bagaimana kabarmu?" Alka mengernyit entah mengapa merasa aneh dengan nada bicara sang raja.
"Berkat yang mulia saya dapat makan dan hidup dengan baik"Â
Sang raja tertawa cukup keras " Putriku ini pintar sekali dalam manarik hati ayahnya" Raja Asmad tersenyum kemudian berkata dengan lantang.
"Aku raja benua Utara Asmad Diraja bertitah menikahkan puriku, Julia Ashard Diraja dengan bangsawan Barat Sir Arthur Capala" sorak-sorakan terdengar dari para bangsawan. Alka melihat pria yang akan dinikahkan dengan Julia. Dia mengernyit,di penglihatan Alka pria itu tampak sudah berkepala empat, mungkin sekitar akhir 40an.
Julia tersenyum, bukan tipikal senyum yang tulus.Â
"Segala keinginan yang mulia adalah titah bagi hamba" Setelahnya Julia undur diri untuk istirahat dengan berasalan fisiknya yang lemah.
Sesampainya di kamar, tiba-tiba Julia berkata "Siapa kamu? Mengapa sadari tadi mengikutiku?"
Alka terlonjak kaget "Kamu bisa melihatku?"
"Memangnya seharusnya tidak?"
"Entahlah, tapi kurasa tidak. Sadari tadi tidak ada orang yang melihatku, kurasa aku transparan di mata mereka"
Julia mendekat, mencengkram kuat kedua lengan Alka hal ini jelas membuatnya terkejut. Tetapi Alka memilih untuk diam menunggu Julia bicara "apa kamu penyihir? Apa kamu bisa menyelamatkanku dari situasi merepotkan ini?"
"Maaf membuatmu kecewa nona, sayangnya tidak. Aku bukan penyihir, aku saja terjebak ditempat ini sebagai makhluk transparan yang entah akan bisa pulang atau tidak" Julia melepas cengkeramannya dari lengan Alka dan kembali duduk di pinggir kasurnya menatap keluar jendela.
Entah apa yang Julia lihat, pikirannya seperti tidak disana. Julia menyeletuk "Bagaimana rasanya jadi orang biasa?" "Ya biasa saja"sejujurnya Alka tidak tau harus menjawab apa atas pertanyaan spontan Julia.
"Aku iri, aku inggin jadi orang biasa" pandangan Julia berpindah pada Alka. Tatapan itu dalam dan menyiratkan luka. Alka tak paham bukannya menjadi cantik dan kaya adalah hal yang nyaris di impikan semua orang.
"Bukankah menyenangkan menjadi cantik semua orang memujimu, memuja kecantikanmu. Pun dirimu adalah seorang putri raja, hartamu melimpah dan kamu juga pasti hidup dengan baik"
"Tidak salah apa yang kamu bicarakan, tak dapat di tampik aku mensyukuri itu. Tapi segala hal tidaklah terbatas pada baik dan buruk, selalu ada sisi lain dibaliknya. Sebanyak apapun prestasiku, keahlianku seseorang hanya akan memanggilku si cantik. Menjadi putri raja pun tak mudah, kerap kali aku bertemu seseorang yang hanya melihat kedudukanku dan melihatku bukan sebagai aku tapi sebagai putri raja yang harus dihormati atau malah dimanfaatkan"
"Semua orang punya masalah dan kesulitannya sendiri. Aku tau ini tidak bijak untuk bersikap iri kepadamu. Aku hanya merasa lelah mungkin dengan segala tuntutan dan ekpektasi. Aku mungkin lelah menjadi aku yang sekarang, aku inggin manjadi aku yang lain. Tapi tidak masalah, aku akan menghadapi semuanya. Lihatlah nanti kamu pasti terkejut, aku tidak akan hanya dikenal sebagai si cantik putri raja, aku lebih dari pada itu" Julia tersenyum, kali ini senyum yang tulus.
Belum sempat Alka memproses semuanya tiba-tiba ia terjatuh dari kasurnya. Diambang kesadaran Alka berdiri linglung. Pandangannya menelisik sekeliling. Ia tau ini kamarnya, pandangannya jatuh kepada buku bergambar gadis bergaun merah maroon. Itu Julia, diambilnya buku itu dan dibacanya kisah Julia hingga tuntas.Â
Gadis itu merealisasikan apa yang dia katakan sebelumnya. Julia memberontak dan mendongkrak pemerintahan. Sebelumnya ternyata Julia sudah sering mengkritisi aturan ayahnya yang dinilai timpang dan merugikan rakyat. Karena itulah dia akan dinikahkan dengan bangsawan barat. Tapi pernikahan itu gagal, Julia sekarang bebas menentukan jalan hidupnya.Â
Sejujurnya Alka tidak tau yang dialaminya itu mimpi atau kejadian sungguhan. Tapi satu hal yang dia tau, selama dia mendapatkan pelajaran dan pemahaman baru tak penting itu ilusi atau realita.
Alka akhirnya berada pada tingkat kesadaran lain, lebih dari kesadaran bahwa dia hidup, bernafas dan ada. Alka membuka ruang pandangnya bahwa hidup itu tidak sekerdil yang ia pikirkan sebelumnya. Alka sadar bahwa ruang perspektifnya begitu terbatas dan bahwa dia tidak tau banyak hal. Pikiran negatif yang menghantuinya tidaklah penting, segara hal buruk itu menguncinya dari pemahaman dan hidup yang baik. Dia kini harus banyak bersyukur bukan, terlalu banyak hal baik yang harus dia syukuri alih-alih ia rutuk setiap hari.Â
Tidak masalah menjadi orang biasa, tak apa tidak spesial. Lagi pula tanpa orang biasa, orang spesial tidak akan merasa spesial. Boleh jadi seberapa unggul pun mereka, mereka juga merasa biasa saja. Â Dia suka menjadi dirinya, dia bersyukur menjadi dia, Alka melihat dirinya dalam tingkat penerimaan yang tidak pernah dia sangka.Â
Mengatasi masalah Internalnya, Alka berada dalam tingkat kesadaran dan kecintaan dirinya meningkatÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H