Ya udah, saya ikuti kata hati saja. Sekelebat saya merogoh dompet dan tanpa milih-milih saya menarik selembar duit yang mungkin bisa membeli semua tala yang masih terikat di bambu yang dipikul si Daeng.
"Ini, pak. Buat anak istri di rumah," saya bilang.
"Oh, makasih banyak pak!" si Daeng keliatan gembira sekali. Dia senyum-senyum menatap selembar duit yang barusan saya kasih. Saya bisa meliat gigi-gigi depannya yang kebanyakan sudah rusak.
"Kenapa belum pulang, Daeng? Jam segini masih menjual?"
"Iya pak. Saya baru pulang kalo tala saya habis,"
"Tapi itu talanya masih banyak, Daeng"
"Ya kadang-kadang saya menjual sampe subuh,"
"Oh begitu... Tinggalnya di daerah mana, Daeng?
"Di Jeneponto, pak!"
Eng...ing...eng!!!! Jeneponto itu jauh dari Makassar, coy! Kurang lebih 90-an kilo!
"Wah jauh sekali! Jadi tiap hari bolak-balik ke sini?"