Mohon tunggu...
Elvinakey
Elvinakey Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia

Menjejak, supaya diingat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hajatan di Desa Gujarat: Sebuah Cerpen

7 April 2021   18:31 Diperbarui: 7 April 2021   18:37 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pada bulan-bulan berikutnya, semua mulai merasa jenuh. Merindu suasana Gujarat yang dahulu. Warga nyinyir keluar dari pertapaannya, mulai beraksi dari pintu ke pintu mengajak orang-orang untuk kembali pada rutinitasnya.

"Virus itu hanya akal-akalan Pak Talib saja." Salah seorang dari warga nyinyir yang sangat rajin duduk di kedai kopi kendati sudah mendapat peringatan untuk menjaga jarak hari ini memulai aksi nyinyirnya.

"Virus itu tidak nyata. Hanya kebetulan saja ada beberapa dari warga desa yang sakit secara bersamaan. Logikanya nih ya, rumah sakit memang tidak pernah sepi, setiap hari memang ada yang akan mati. Datanya saja yang dimanipulasi." Seseorang lagi menimpali.

"Berarti untuk acara hajatan anak saya minggu depan, lebih baik kita gelar seperti biasa ya?" Pak Muklis, salah satu orang kaya desa (setelah Pak Talib tentunya) yang setiap waktu melakukan hajatan di Desa Kenduri tiba-tiba ikut terjun dalam percakapan.

 "Wah. Tentu saja Pak Muklis! Kami akan datang dengan sangat bersukacita! Jangan lupa untuk menyediakan saun sistem terbaik. Sudah gatal badan kami ingin berjoget!" Ujaran tersebut terlontar dari satu lagi warga nyinyir pengangguran.

Pak Muklis mengangguk-angguk. Tidak sabar dirinya menggelar hajatan kembali. Biasanya, hajatan yang digelarnya bukan hanya hajatan sunatan atau nikahan anak-anaknya. Dalam hal remeh-temeh seperti membeli burung peliharaan baru, pemberian nama peliharaan, sampai hajatan membeli lima tanaman hias pernah digelarnya. 

Tentu saja warga Desa Gujarat sangat menyenangi hajatan-hajatan aneh yang diadakan Pak Muklis. Tentu saja, mereka tidak peduli dengan hajatan lagi yang sedang direncanakan Pak Muklis, warga hanya menyenangi catering dan dangdutan yang selalu tersedia pada saat hajatan tersebut terlaksana.

Hari hajatan pun datang, berkat berita yang disampaikan dari mulut ke mulut, acara hajatan tersebut dipadati oleh warga. Sound system sudah terpasang dengan mantap, biduanita sedang mengambil pemanasan sebelum nantinya akan membawakan tembang. Dirinya sedikit demam panggung akibat berbulan-bulan tidak ngedangdut lagi. Warga sudah asik berebut makanan yang disediakan prasmanan. Beberapa sibuk tertawa-tawa, beberapa sudah mulai menyantap hidangan, semua berlaku sebagaimana bahaya virus tidak pernah singgah di pikiran mereka.

Satu lagu mulai dinyanyikan, dua lagu, tiga lagu, semua bergembira. Hingga secara tiba-tiba muncullah mobil patroli polisi pamong praja (Pol-PP). kocar-kacir seluruh warga ketika aparat keamanan tersebut mulai meringkus penyanyi, pemain musik, serta orang-orang lain secara acak. Pak Muklis sudah lari entah ke mana, semua orang tercerai berai antara melindungi diri atau mengamankan makanan catering yang masih disantap satu suapan.  Dalam kegaduhan yang terjadi, seorang warga nyinyir berceletuk, " ini pasti ulah Pak Talib. Dirinya iri karena tidak diundang hajatan!"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun