Elvianisza Ray Clara T
140905384
Â
I. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Pendahuluan
Indonesia adalah negri yang cukup dekat peristiwa-peristiwa bencana, seperti peristiwa yang menggemparkan terjadi pada Desember 2004 yakni bencana tsunami, ada juga kejadian erupsi Gunung Sinabung yang hingga saat inipun belum selesai. Hal yang memperlihatkan kedekatan Indonesia dengan bencana terlihat dari jumlah gunung api yang tersebar diseluruh Indonesia. Dari data yang terdapat padavsi.esdm.go.id, terdapat sekitar 76 gunung api di seluruh provinsi yang ada di Indonesia.
Bencana merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia yang datang secara tiba -- tiba, baik itu bencana yang disengaja maupun tidak disengaja-di luar fakta bahwa abu vulkanik dari erupsi gunung api dapat menyuburkan tanah. Menurut Undang -- Undang Nomor 24 Tahun 2007 (dalam bnpb.go.id), bencana didefinisikan sebagai suatu peristiwa atau juga rangkaian peristiwa yang dapat mengancam dan mengganggu kehidupan serta penghidupan masyarakat. Bencana terjadi tidak hanya karena faktor alam saja seperti tsunami dan erupsi gunung api tetapi juga oleh faktor non-alam atau faktor manusia yang mana mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta dan benda, serya juga dapat memberikan dampak psikologis (dalam bnpb.go.id),
Menurut International Startegy for Disaster Reduction-United Nations (Paripurno, 2008, h.9 dalam Lestari, dkk, 2013), mengatakan bahwa bencana merupakan suatu gangguan yang serius yang berakibat pada keberfungsian kelompok masyarakat, yang mana dapat memberikan kerugian secara luas dari segi materi, segi ekonomi, dan juga pada segi lingkungan. Kerugian-kerugian tersebut dianggap sulit untuk diatas manusia sendiri, dilihat dari kemampuan masyarakat dalam menggunakan sumber daya mereka sendiri.
Dilihat dari beberapa definisi yang dipaparkan tersebut, maka dpaat disimpulkan bahwa bencana merupakan peristiwa yang menyebabkan kerugian, baik itu disebabkan oleh manusia sendiri maupun juga dikarenakan oleh faktor alam. Dari penjelasan tersebut diketahui juga bahwa dampak bencana tidak semuanya secara fisik tetapi juga secara psikologis.
Menurut Undang -- Undang No. 24 Tahun 2007, terdapat beberapa jenis bencana, antara lain (bnpb.go.id):
1. Â Â Â Bencana alam seperti tanah longsor, banjir, kekeringan, gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan juga angin topan.
2. Â Â Â Bencana non-alam, yakni kegagalan teknologi, epidemi, wabah dan kejadian luar biasa
3. Â Â Â Bencana sosial, seperti teror
Bencana alam diketahui menyebabkan kerusakan lingkungan secara langsung, tidak seperti bencana non-alam dan bencana sosial. Â Melihat rawannya peristiwa bencana di Indonesia, maka pemerintah perlu untuk memperhatikan komunikasi bencana yang harus dilakukan pada tiap-tiap provinsi.
Terlihat bagaimana kewalahannya pemerintah Indonesia pada saat kejadian trunami Aceh pada Desember 2004. Jaringan komunikasi dengan luar yang terputus dan jumlah korban jiwa yang tidak jelas, menunjukkan kurang sigapnya Pemerintah Indonesia dalam melakukan mitigasi bencana. Hal tersebut menuntut Pemerintah untuk lebih giat lagi dalam pengadaan mitigasi bencana.
II. Â Â Â Â Â Â Â Â Pembahasan
Peristiwa bencana tidak bisa diselesaikan hanya sekedar dengan melakukan penanggulangan seperti mengirimkan bantuan ke daerah-daerah bencana. Penanggulangan bencana atau juga bantuan bencana belum dapat dikatakan sebagai mitigasi bencana yang bersifat secara menyeluruh. Badan-badan atau organisasi perlu digalakkan atau juga digiatkan baik itu senelum maupun sesudah terjadinya bencana. Hal tersebut perlu dilakukan dalam waktu yang dekat agar terwujudnya mitigasi bencana yang tepat dan cepat.
Mitigasi bencana dapat dikatakan sebagai bagian dari manajemen bencana, yang mana manajemen bencana merupakan kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan aspek penanggulangan bencana (Lestari, dkk, 2013, h.140). Mitigasi bencana merupakan istilah yang digunakan untuk menunjuk suatu kegiatan atau tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak dari peristiwa bencana (Noor, D, 2014, h.2). Mitigasi tidak hanya dilakukan saat terjadi bencana, tetapi juga dapat dilakukan sebelum dan setelah peristiwa bencana (Noor, D, 2014, h.6).
Mitigasi bencana sebagaimana yang dimaksudkan pada psal 15 huruf c (dalam Noor, 2014, h.5) dilakukan guna mengurangi resiko dan dampak yang diakibatkan dari peristiwa bencana terhadap masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana. Dalam UU Nomor 24 tahun 2007 tertulis bahwa mitigasi dapat dilakukan prabencana, saat bencana, dan pasca bencana. Prabencana berupa kesiasiagaan dan upaya dalam memberikan pemahaman kepada penduduk dalam mengantisipasi peristiwa bencana. Mitigasi bencana dilakukan lewat komunikasi bencana.
Komunikasi bencana yang dilakukan dengan pemberian informasi prabencana, saat bencana, dan pasca bencana. Kebanyakan fokus dari komunikasi bencana terletak pada seputar penanganan bencana dan bantuan bencana, terkait dengan hal-hal yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Kurangnya perhatian pada lingkungan yang habis terkena bencana dapat menimbulkan bencana baru lagi.
Misalnya saja bencana kebakaran hutan, badan-badan dan organisasi akan terfokus pada penyelamatan korban jiwa tidak dan kurang menaruh perhatian pada lingkungan yang terkena dampak bencana. Dengan lebih berfokus pada penyelesaian suatu bencana pada kawasan bencana, bukan berarti kawasan bencana tersebut akan terhindar dari peristiwa lain.
Lingkungan sendiri menurut Ahimsa-Putra (2004:38) terdapat dua macam lingkungan berdasarkan sifat atau keadaannya dan asal-usulnya. Dari segi sifat (Yenrizal, 2017):
1. Â Â Â Lingkungan fisik yang berhubungan dengan manusia, mahluk hidup, dan unsur alam.
2. Â Â Â Lingkungan sosial termasuk kedalamnya perilaku-perilaku manusia dan berbagai aktivitas sosial manusia seperti interaksi antarindividu dalam setiap kegiatan individu.
3. Â Â Â Lingkungan budaya, mencakup pandangan-pandangan, pengetahuan, dan norma serta nilai yang berlaku ditengah-tengah masyarakat.
Lingkungan dilihat dari aspek asal-usulnya:
1. Â Â Â Lingkungan alami, termasuk kedalamnya keseluruhan unsur di luar diri manusia yang bukan ciptaan manusia.
2. Â Â Â Lingkungan buatan, merupakan hasil dari kreasi manusia.
Â
Nantinya komunikasi lingkungan dan mitigasi bencana akan berfokus pada lingkungan alami / lingkungan fisik, yang langsung bersentuhan dengan manusia.
Pada komunikasi bencana juga, informasi yang disampaikan lebih sering pada bencana-bencana alam yang diluar kendali manusia. Kurangnya perhatian pada penanganan bencana karena faktor manusia juga menjadi salah satu kurang terjaganya lingkungan kita. Komunikasi bencana seharusnya juga dapat menjadi salah satu sarana untuk mengajak masyarakat agar lebih mencintai dan menjaga lingkungan.
Setelah terjadinya bencana, kondisi kawasan bencana akan terlihat berantakan dan tidak terkendali. Kondisi lingkungan kawasan bencana juga akan rusak, maka dari itu penggunaan komunikasi bencana dalam memeperbaiki lingkungan sangat dibutuhkan. Bagaimanapun setelah terjadi bencana, masyarakat harus kembali menata ulang lingkungan mereka yang rusak karena bencana. Â Memang setelah terjadi bencana masyarakat akan lebih fokus untuk mengurus hal-hal yang berkaitan langsung dengan pribadi mereka dibandingkan dengan sekitarnya, maka dari itu diperlukannya kelompok-kelompok dalam lingkup masyarakat yang bertugas khusus dalam menjaga lingkungan pada tahap-tahap awal setelah terjadinya bencana
"Pertanyaannya, apakah memang menjaga lingkungan setelah terjadinya bencana memang sangat diperlukan mendesak dibandingkan dengan bantuan dan penyelamatan bencana?"
Terdapat dua pernyataan yang mengatakan bahwa komunikasi kebencanaan dengan berfokus pada lingkungan juga dibutuhkan.
"Pada dasarnya menurut aku, dalam komunikasi kebencanaan perlu ada pembahasan lingkungan dikarenakan kebanyakan penyebab bencana itu karena kerusakan yang terjadi pada lingkungan itu juga. Adanya komunikasi lingkungan dalam komunikasi bencana diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyrakat dalam menjaga lingkungan agar mengurangi kemungkinan terulangnya bencana tersebut." -- Ignasius, 23 Tahun
"Hal tersebut penting dilakukan karena bencana pasti berdampak pada lingkungan, seperti gempa, banjir, tanah longsor, dll, entah itu disebabkan karena manusia atau perubahan iklim. Dewasa ini bencana kebanyakan disebabkan karena tingkah manusia sendiri." -- Tri Hermi -- 19 Tahun.
Kedua narasumber tersebut pernah mengalami bencana kabut asap yang diakibatkan dari kebakaran hutan di lahan gambut, seperti yang terjadi di Riau, Palembang, Jambi, dan Kalimantan Tengah.
Dalam menyikapi bencana diperlukannya tahapan manajemen, terdapat dua tahap manajemen akni manajemen resiko dan manajemen krisis. Manajemen resiko meliputi kesiapsiagaan mitigasi, dan pencegahan yang nantinya dapat memberika perlindungan, kenyamanan bagi masyarakat yang terkena bencana.Manajemen risiko ini erat hubungannya dengan perencanaan pembangunan oleh pemerintah pusat daerah antara lain Badan NasionalPenanggulangan Bencana (BNPB),Â
Bupati, Badan Pengelolaan Bencana Daerah (BPBD), Kepala Dinas Sosial, Kominfo, Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat (Kesbanglimas), Kepolisian, Tentara Nasional Indonesia TNI), Camat, Kepala Desa, komunitas-komunitas pedulibencana, dan masyarakat hal tersebut dituliskan Puji Lestari dan teman-teman dalam jurnalnya dengan mengangkat dari kasus erupsi Gunung Sinabung yang terjadi sekarang ini (Lestari,dkk, 2016, h.63).
 "Komunikasi lingkungan di daerah bencana tidak lepas dari tingkat pengetahuan dan sikap tentang berbagai hal yang berkaitan dengan bencanalingkungan, baik bencana lingkunganfisik maupun lingkungan masyarakat dan pemerintah. Pengetahuan adalah dasar pembentukan keyakinan. Keyakinan tersebut pada tahap berikutnya menjadi bahan pertimbangan untuk menentukansikap dan perilaku, termasuk sikap dan perilaku tangguh bencana."- (dalam Lestari,dkk, 2016"
Dalam pelaksanaan Komunikasi bencana dengan fokus pada komukasi lingkungan di dalamnya dapat dilakukan dengan melihat detail dari situasi dan kondisi daerah terjadinya bencana. Pada saat terjadinya peristiwa bencana tentu infrastruktur akan mengalami gangguan sehingga akan sulitnya berkomunikasi dengan pihak luar, maka dari itu perlu dibuatnya komunitas khusus dalam penanganan lingkungan. Komunitas ini dirasa lebih baik jika dibuat ditingkat masing-masing rukun warga atau juga rukun tetangga.Â
Hal tersebut dilihat dari segi kedekatan dengan lokasi bencana dan juga karena mereka pastinya merupakan bagian dari masyarakat yang tercakup dalam daerah bencana. Tingkat RW / RT dipilih selain karena kedekatan dari aspek geografis juga dari aspek psikologis, dan lingkungan yang akan ditanganipun dalam lingkup yang tidak terlalu luas.
Gerakan komunitas tersebut akan dimulai dengan komunikasi lingkungan dalam komunikasi kebencanaan yang mana sudah dilakukan prabencana, saat-bencana, an juga pasca-bencana. Komunikasi tersebut dilakukan untuk memberikan informasi terkait dengan penjagaan lingkungan yang rusak karena peristiwa bencana. Tingkat yang lebih didekat dipilih karena mereka lebih memahami kondisi lingkungan mereka sendiri dan lebih mengenal masyarakat di daerah tersebut. Lewat komunikasi juga masyarakat diharapkan mau membangun kesepahaman antara satu dengan yang lainnya.
III. Â Â Â Â Â Â Kesimpulan
 Perlu ditekankan juga bahwa menjaga lingkungan setelah terjadinya bencana juga merupakan hal yang penting, karena jika tidak dapat memunculkan kerusakan atau penyakit. Contohnya saja banjir, orang-orang cenderung terlihat menyelamatkan pakaian mereka, dan keperluan sehari-hari. Membersihkan daerah yang terkena banjir dengan benar merupakan sesuatu hal yang harus dilakukan. Untuk itu edukasi masyarakat tidak hanya berfokus pada penyelesaian bencananya tetapi juga pada lingkungan sekitar mereka juga diperlukan. Dalam pelaksanaan mitigasi bencana semestinya diperlukan komunikasi lingkungan untuk menyampaikan maksud hingga terjadinya penerimaan pesan antara masyarakat.
Lewat komunikasi lingkungan pada upaya mitigasi bencana juga diberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa bencana tidak selalu dalam bentuk yang besar dan juga tidak selalu dikarenakan faktor alam, tetapi juga dikarenakan perilaku manusia yang sembarangan dalam menjaga lingkungan. Mitigasi bencana tidak hanya harus diisi dengan materi -- materi yang berkaitan dengan komunikasi kebencaan saja tetapi juga dengan komunikasi lingkungan.Â
Komunikasi lingkungan pasca -- bencana tidak hanya untuk menghindari kerusakan yang lebih fatal, dan juga tidak hanya untuk menghindari wabah, tetapi juga ikut membersihkan dan kembali melestarikan lingkungan yang masyarakat tinggali agar kembali lebih baik lagi seperti sebelum terkena dengan peristiwa bencana. Komunikasi lingkungan diharapkan tidak hanya menjaga lingkungan saja, tetapi juga dapat mengubah perilaku manusia agar lebih peduli pada lingkungan sekitarnya sendiri.
Lestari, P., Kusumayudha, S. B., Paripurno, E. T., & Ramadhaniyanto, B. (2016). Komunikasi Lingkungan untuk Mitigasi Bencana Erupsi Gunung Sinabung. Jurnal ASPIKOM-Jurnal Ilmu Komunikasi, 3(1), 56-64.
Â
Lestari, P., Sembiring, I. D. P. B., Prabowo, A., Wibawa, A., & Hendariningrum, R. (2013). Manajemen Komunikasi Bencana Gunung Sinabung 2010 Saat Tanggap Darurat. Jurnal ILMU KOMUNIKASI, 10(2).
Â
Noor, D. (2014). Pengantar Mitigasi Bencana Geologi. Deepublish.https://books.google.co.id/books?id=4iNIDAAAQBAJ&pg=PT16&lpg=PT16&dq=definisi+mitigasi+bencana&source=bl&ots=6aB_OjDAcF&sig=uSut9GbVmYnRSjv3a1UDOwkSZAs&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=definisi%20mitigasi%20bencana&f=true Â
Yenrizal. (2017). Lestarikan Bumi dengan Komunikasi Lingkungan. Deepublish. https://books.google.co.id/books?id=2UkwDwAAQBAJ&pg=PR8&lpg=PR8&dq=buku+tentang+komunikasi+lingkungan&source=bl&ots=MijM8_dc2z&sig=eFDbG8kususQi5bUCBKsC7umTlw&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false
Elvianisza Ray Clara T
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H