Belajar dari tahun lalu, Ramadan tahun ini saya lebih banyak di rumah saja, mungkin itu sebabnya sampai hari ini saya masih bisa mengikuti tantangan Samber Kompasiana.Â
Tahun lalu, di pertengahan Ramadan, saya terpaksa melewati Ramadan di Graha Lansia Kota Jambi, tempat karantina pasien yang hasil rapid test-nya reaktif. Hingga Lebaran, saya masih di tempat karantina menunggu hasil test usap (swab). Pengalaman buruk saat di karantina di Graha Lansia masih membuat saya trauma. Bisa dibaca di sini Â
Tahun ini, saya memilih lebih banyak di rumah. Sejak awal Ramadan, motor saya keluar pagar tidak sampai hitungan jari. Saya lebih banyak mengisi waktu dengan menulis, mengedit rekaman audio, berkebun, menjual tanaman hias dan peralatan rumah tangga secara online.Â
Jika yang membeli tanaman hias atau produk rumah tangga  adalah teman yang saya kenal, saya akan antarkan sendiri dengan mengatur jadwal pengantaran supaya tidak setiap hari keluar rumah. Selain menghemat waktu, juga menghemat bahan bakar.Â
Tahun ini, menjelang lebaran angka orang yang terkonfirmasi positif covid-19 di Jambi terus meningkat. Kota Jambi sendiri sudah ditetapkan sebagai daerah dengan status zona merah. Melihat keramaian orang di jalan-jalan berburu takjil saat sore hari saja  sudah bikin saya keder, apalagi mau ke mall.Â
Kakak saya memilih belanja keperluan bulanan di Minggu kedua Ramadan, saat kondisi supermarket belum ramai seperti saat ini. Untuk pakaian, kakak lebih memilih menjahit pakaian di tempat langganannya, sehingga tidak perlu ikut berjubel di keramaian. Â Kakak memesan kue kering dari teman-temannya. Selain menghindari keramaian, juga bisa membantu usaha teman sendiri. Ada juga kue yang saya bantu membuatnya, dan kakak membelikan bahannya.Â
"Pesan kue itu, yang pasti habis saat lebaran. Nggak ada tamu yang datang gara-gara covid-19, kita sendiri yang habiskan kuenya karena kita memang doyan. Jadi, pesan kue yang kira-kira tamu suka, tapi kita juga suka." Ucap kakak. Itu sebabnya kakak juga tidak banyak memesan kue. Yang penting ada yang disuguhkan jika ada tamu yang datang.
Untuk bahan-bahan masakan seperti daging, ayam, dan bumbu-bumbunya, kakak saya sudah punya langganan uang bersedia mengantarkan ke rumah, sehingga kakak juga tidak perlu berjubel di mall atau pasar tradisional untuk keperluan lebaran.Â
"Mau bantu masakin lontong daun nggak buat lebaran?" Saya menyanggupi permintaan kakak.Â
"Ada teman kakak yang mau pesan juga, mau terima orderan, nggak?" Tanya kakak lagi. Kali ini saya yang antusias menjawab dan menerima orderan tersebut. Toh tetap mau bikin lontong juga, apa salahnya sambil menyelam minum air?Â
Akhirnya saya membuat postingan di media sosial untuk pemesanan lontong daun. Pesananpun mengalir, berarti saya akan sangat sibuk membuat lontong di H-1 lebaran. Yang namanya rezeki, sebaiknya jangan ditolak, kan?Â