Kucing itu, karena awalnya saya tidak berniat mengadopsi belum saya kasih nama, hanya saya panggil "Mpus". Akhirnya, iseng saja saya sebut "Klempus". Sejak itulah dia resmi punya nama Klempus. Ha ha.Â
Setelah sembuh dari sakit, saya sering membawa Klempus berbagai tempat yang biasa saya datangi. Ke kantor, ke pasar tradisional, ke supermarket, bahkan saat tugas ke lapangan yang jarak tempuhnya 6 - 7 jam perjalanan.Â
Klempus menjadi kucing yang mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Selama bersama saya, dia merasa aman dan nyaman di manapun berada.Â
Namun, akibat ikatan tali yang sangat kencang saat saya temukan, Klempus tidak bisa memanjat layaknya kucing normal. Dokter hewan mengatakan, beruntung saat itu dia saya temukan dan segera melepas ikatan talinya.Â
Jika tidak, terjadi pembekuan darah lalu membusuk. Risikonya, Klempus bisa kehilangan kedua kaki belakangnya. Entah siapa orang jahat itu, sesudah menyiksa bayi kucing, lalu membuangnya ke dalam got.Â
Saat membawa Klempus naik transportasi umum seperti DAMRI, saya meminta izin kepada penumpang yang ada di dalam bis. Jika ada penumpang yang tidak nyaman atau alergi, saya memasukkan Klempus ke dalam pet cargo.Â
Jika tidak ada penumpang yang komplain, saya memilih tempat duduk paling belakang, dan membayar karcis untuk 2 orang karena Klempus lebih suka duduk sendiri di bangku penumpang daripada saya pangku. Sepanjang perjalanan, kepalanya melongok di jendela, memperhatikan suasana di luar mobil.Â
Suatu kali, dia sempat hilang dalam perjalanan ke tempat tugas saya di pinggir hutan. Ketika itu saya lengah, ketika ada penumpang yang turun sebentar untuk membeli air minum, saya ketiduran. Ketika supir memanggil saya karena tujuan saya sudah dekat, saya baru tersadar Si Klempus tidak ada di dalam bis DAMRI.Â