Mohon tunggu...
Elvidayanty Darkasih
Elvidayanty Darkasih Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja lepas

Email : elvi.jambi@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Gara-Gara Salah Huruf, Di-cap Anak Durhaka

17 Desember 2020   16:38 Diperbarui: 17 Desember 2020   16:59 745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu kenang-kenangan dari guru bahasa Arab saya. Buku tata bahasa Arab tingkat dasar. (Foto: Elvidayanty) 

Suatu hari, ketika Covid-19 belum mengganggu kehidupan manusia, saya menjemput keponakan saya di sekolahnya. Hari itu, kakak saya ada urusan dinas luar dari kantornya, sementara suaminya baru pulang dari kantor sore hari. 

Sambil menunggu keponakan keluar dari kelas, saya mendengar percakapan antara seorang guru dengan muridnya. Guru tersebut berbicara hanya dengan satu orang siswa, tapi selalu menggunakan kata  antum sebagai kata ganti orang  kedua tunggal. "Antum darimana?" Atau "antum sedang ngapain?"

Bukan campuran bahasa Arabnya yang jadi masalah buat saya. Tapi, dalam bahasa Arab kata  antum merujuk pada kata orang kedua jamak. Seharusnya, Si Guru  menggunakan kata anta  bukan antum.

Di rumah, saat keponakan menerima telepon dari gurunya, Si Guru tetap menggunakan kata antum kepada keponakan saya. Karena merasa janggal, akhirnya saya ungkit juga ke kakak. "Kenapa guru Adek memanggil Adek dengan kata antum, padahal Adek cuma sendirian? Yang benar itu harusnya anta. Kecuali gurunya ngomong dengan murid sekelas, baru benar menggunakan kata antum." 

"Ya nggak mungkinlah guru ngajarin yang salah. Memang begitu panggilan mereka di sekolah." Jawab kakak saya. 

"Guru juga manusia, bisa salah. Dan panggilan antum kepada satu orang itu memang salah. Jangan-jangan gurunya malah nggak hapal Isim dhomir."  Jawab saya. "Atau lebih kacau lagi, gurunya nggak tahu Isim dhomir itu apa? Cuma latah aja dengan panggilan ana, anta, antum dan antunna." 

Tapi kakak saya tetap pada pandangannya, tidak mungkin guru mengajari yang salah. Dan keponakan saya protes karena saya menyalahkan ustadzahnya. Soal panggilan ustadzah ini juga, keponakan saya selalu meralat dengan kalimat, "bukan guru, Tante. Tapi ustadzah."

Meski berkali-kali saya menjelaskan bahwa dalam bahasa Indonesia, ustadzah itu artinya guru. Untuk kali ini saya menyerah dengan kakak dan keponakan saya soal perdebatan kata anta, antum, dan ustadzah. Semoga suatu hari mereka mendapat hidayah soal kata-kata tersebut, he he. 

Lain waktu, saya pergi acara cukuran anak seorang teman. Acara tersebut cukup meriah, ditambah lagi dengan hiburan organ tunggal dan penyanyinya. Beberapa lagu yang dinyanyikan biduan cukup menghibur karena suaranya memang bagus. Puncaknya ketika Sang Biduan menyanyikan lagu "Ummi" yang pernah dipopulerkan Haddad Alwi. Lagu yang menceritakan bagaimana seorang anak memuja dan memuji sosok seorang ibu.

Saya tercekat di bagian syair, 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun