"Sudah tiga bulan tidak dapat uang dari upah menjadi porter."
Cerita Sepinta di telepon. Biasanya, selalu saja ada orang yang berkunjung ke Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), Jambi. Ada yang ingin jalan-jalan saja dan penasaran dengan komunitas Suku Orang Rimba yang tinggal di kawasan taman nasional tersebut.
Ada juga yang datang untuk tugas penelitian atau liputan bagi jurnalis. Setiap ada yang berkunjung ke TNBD, Orang Rimba lah yang diminta tolong untuk membantu membawa sebagian barang-barang.Â
Medan perjalanan menuju kawasan TNBD sangat berat. Jalan yang naik turunnya sangat ekstrem, menguras tenaga. Itulah sebabnya dibutuhkan bantuan porter untuk mengangkut barang, sekaligus menjadi penunjuk jalan atau narasumber.
Beberapa porter Orang Rimba juga bahkan bisa membantu mencari kayu bakar dan memasak. Upah yang diterima setiap porter bervariasi, "kalo mahasiswa atau pelajar, biasanya Rp 100 ribu sehari. Tapi kalo wartawan atau peneliti, biasanya ada yang kasih 150 ribu sampai 200 ribu per hari," ucap Sepinta.
Sejak Maret 2020, kawasan TNBD ditutup untuk kunjungan. Menurut Khaidir, Kepala Balai TNBD, ini untuk membantu Orang Rimba melakukan tradisi "Besesandingon", sistem karantina ala Orang Rimba dalam memutus mata rantai penyebaran penyakit menular.
Pandemi Covid-19 membuat Orang Rimba takut untuk keluar dari hutan. Takut tertular Corona, lalu menularkan ke anggota kelompok Orang Rimba lainnya.Â
Untuk membantu stok pangan selama Besesandingon, Balai TNBD membantu memberikan bahan makanan seperti beras, gula, kopi, dan teh. Menurut Khaidir, Kepala Balai TNBD, ada 700-an paket bahan makanan yang diberikan ke kelompok Orang Rimba di TNBD.
Sejak awal Juli 2020, Provinsi Jambi mulai menerapkan kenormalan baru. Sejumlah tempat hiburan dan wisata dibuka kembali dengan persyaratan harus memenuhi protokol kesehatan seperti menjaga jarak, menyediakan tempat mencuci tangan, dan pengunjung diwajibkan menggunakan masker.Â
"Untuk kawasan TNBD belum dibuka untuk kunjungan, karena masih menghargai tradisi Besesandingon yang dilakukan Orang Rimba," jawab Khaidir, Kepala Balai TNBD. "Kita masih menunggu jawaban dari penghulu adat Orang Rimba, apakah Orang Rimba sudah siap menerima kunjungan orang luar."Â
Dengan luas 60.500 hektar, berdasarkan sensus yang dilakukan KKI Warsi pada tahun 2017, populasi Orang Rimba yang tinggal di dalam kawasan TNBD mencapai 2.546 jiwa.Â
Depati Njalo, salah satu pemangku adat Orang Rimba di kawasan selatan TNBD mengatakan, saat ini Orang Rimba siap saja menerima kunjungan wisatawan atau peneliti dari luar. Namun, pemerintah harus memastikan bahwa orang yang datang tersebut aman dan sehat.
"Artinya, orang itu harus bawa surat dari pemerintah yang menyebutkan bahwa dia sehat dan tidak akan menjadi ancaman bagi komunitas Orang Rimba," ucap Depati Njalo.
"Dan yang jelas, orang itu tetap harus jaga jarak, kalau mau mengobrol dengan Orang Rimba harus berjarak satu atau dua meter."
Menurut Depati Njalo, saat ini sudah ada beberapa Orang Rimba yang keluar hutan untuk mencari kebutuhan mereka di pasar desa terdekat, biasanya Orang Rimba keluar hutan untuk membeli rokok, gula, kopi, atau teh. Setelah mendapatkan yang dibutuhkan, Orang Rimba langsung masuk hutan lagi.
"Masih banyak yang takut keluar hutan gara-gara Corona," ucap Depati Njalo.
Kalau di luar rimba, kenormalan baru malah meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi covid-19, sudah siapkah Orang Rimba dengan kenormalan baru?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H