Mohon tunggu...
Elvi Anita Afandi
Elvi Anita Afandi Mohon Tunggu... Lainnya - FAIRNESS LOVER

Maka berlomba-lombalah dalam kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Sistem Merit (Meritokrasi) dalam Undang-undang No. 1 Tahun 2023 tentang ASN

5 November 2023   12:44 Diperbarui: 5 November 2023   12:52 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah menjadi rahasia umum, atau mungkin bahkan sudah merupakan warisan masa lalu, pengangkatan Pegawai Negeri Sipil (PNS) (termasuk promosi dan perpindahan) banyak diduga atau diindikasikan didasari oleh hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip good governance. Banyak yang mengatakan bahwa nasib seorang PNS, selain dipengaruhi oleh faktor "kedekatan", "kekerabatan", dan "keberanian", juga dipengaruhi oleh faktor "like and dislike", sedangkan perihal kemampuan, kapabilitas, komitmen dan kompetensi menjadi urusan kesekian. (Lihat Utama, 2017 dalam MERITOCRACY IN VARIOUS COUNTRIES AROUND THE WORLD (CONSTITUTIONS COMPARATION, halaman 18)

Sebenarnya, secara konsep, prinsip-prinsip meritokrasi sudah digunakan dalam pengangkatan pejabat publik. Bukan hanya itu,  pembinaan karier kepegawaian di Indonesia pun demikian. Sebagai bukti konkrit telah diterapkannya sistem merit dalam kepegawaian adalah adanya perbaikan sistem rekrutmen, untuk Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) misalnya, yang mutakhir dengan pemanfaatan Computer Assisted Test (CAT) atau pola open bidding dalam pengangkatan pejabat pimpinan tinggi atau pejabat administrasi. Semua ditujukan semata-mata  untuk mencari sosok yang paling "merit" dari banyak kandidat yang tersedia.

Meskipun isu bahwa mekanisme sistem rekrutmen tersebut terutama untuk  open bidding acap kali dinilai formalitas saja prosesnya, karena sesungguhnya nama-nama tertentu yang dikehendaki pengambil kebijakan atau pimpinan sebenanya telah "dikantongi".

Secara harfiah, meritokrasi berasal dari kata merit atau manfaat. Meritokrasi menunjuk suatu bentuk sistem politik yang memberikan penghargaan lebih kepada mereka yang berprestasi atau berkemampuan. Istilah meritokrasi pertama kali digunakan oleh Young pada tahun 1958 dalam bukunya Rise of the Meritocracy. Meritokrasi dapat juga diartikan sebagai satu pandangan atau memberi peluang kepada orang untuk maju berdasarkan merit yakni berdasarkan kelayakan dan kecakapannya sesuai peringkat di lingkungannya.

Beberapa studi memaknai meritokrasi sebagai kondisi yang menghadirkan kesempatan yang sama kepada semua individu dalam masyarakat untuk menduduki suatu posisi atau jabatan di publik (Lipsey, 2014; Martin et al, 2014; Au, 2016). Kesempatan yang sama ini dilatarbelakangi oleh kompetensi dan komitmen etik dan perilaku yang dimiliki oleh individu sehingga yang nanti menduduki posisi jabatan publik adalah orang-orang yang dianggap terbaik. Penerapan meritokrasi ini tidak terbatas hanya posisi tertentu, tetapi bisa diterapkan dalam konteks seluruh posisi pada suatu pekerjaan atau pelayanan publik, bahkan perekrutan yang bersifat ad hoc atau sangat sementara seperti perekrutan petugas haji dan sejenisnya.

iStok.com
iStok.com

Undang-Undang ASN Nomor 20 Tahun 2023 yang menggantikan UU Nomor 5 tahun 2014 menyebutkan Pada pasal 27 ayat 2 Manajemen ASN  diselenggarakan berdasarkan Sistem Merit. Dalam Ketentuan Umum disebutkan bahwa Sistem Merit adalah penyelenggaraan sistem Manajemen ASN sesuai dengan prinsip meritokrasi.

Maksud "prinsip meritokrasi"sebagaimana disebut dalam Penjelasan  UU tersebut adalah prinsip pengelolaan sumber daya manusia yang didasarkan pada kualifikasi, kompetensi, potensi, dan kinerja, serta integritas dan moralitas yang dilaksanakan secara adil dan wajar dengan tidak membedakan latar belakang suku, ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau berkebutuhan khusus.

Undang-undang ini mempertegas makna dari meritokrasi atau Sistem Merit yang sebelumnya dalam Undang-undang lama tahun 2014, dimana didefinisikan hanya dengan "Sistem Merit adalah kebijakan dan manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama, asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan". Undang-undang baru meluaskan cakupan meritokrasi juga dengan mendasarkan pada integritas dan moralitas.

Integritas dan moralitas merupakan hal penting bahkan menjadi dasar fundamental bagi seorang ASN. Integritas dan moralitas merupakan value jati diri yang mendorong  hadirnya kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang professional. Maka secara keseluruhan kemampuan, kapabilitas, kompetensi, profesionalitas, kecakapan, integritas, moralitas dan akseptabilitas seharusnya menjadi pertimbangan dan parameter yang utama dalam melakukan pengangkatan, persetujuan, pemilihan, atau segala bentuk dari rekrutmen pejabat publik dan kepegawaian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun