Pada tahun tersebut, Rasulullah Saw bermaksud untuk menjalankan umrah  dengan para sahabat. Namun gagal karena Makkah masih berada dalam kekuasaan kaum kafir Quraisy. Rasulullah Saw dan para sahabat diberhentikan, hanya sampai di Hudaibiyah. Disinilah kemudian disepakati dengan suatu perjanjian, yang disebut perjanjian Hudaibiyah, dimana antara lain isinya adalah kaum muslimin  diijinkan malaksanakan ibadah haji dan umroh pada tahun berikutnya, yaitu tahun ke 7 H.
Pada tahun ke-7H, Rasulullah Saw beserta para sahabat beliau dapat melaksankan umrah yang disebut umratul qadha, karena umrah tahun ke-6 gagal, dan dapat dipenuhi pada tahun ke-7 Hijriah, dalam keadaan lelah Rasul meminta sahabat raml untuk membuat kaum kafir keder.
Pada tahun ke 8H Rasulullah pernah berada di Makkah, tepatnya pada 12 Ramadhan dan tinggal di sana beberapa hari, lalu pulang ke Madinah, tanpa melaksanakan ibadah umrah.
Pada tahun ke-8 ini Makkah dibebaskan oleh Rasulullah dari orang-orang musyrikin melalui "Fathu Makkah" (pembebasan Kota Makkah). Baru pada bulan Syawal tahun ini terjadi Perang Hunain, dimana sesudah perang Rasulullah langsung ke Makkah lalu beliau pergi ke Ji'ranah untuk berihram (umrah). Jadi, Rasulullah gagal umrah pertama tahun ke-6, kemudian umroh qadha yahun ke 7H dan bulan Syawal tahun ke-8, namun beliau belum berhaji.
Pada tahun ke-9 H Rasulullah juga tidak haji dan tidak umrah.
Baru tahun ke-10 Rasulullah Saw menjalankan ibadah haji dan umrah. Pada awal tahun ke-11 beliau wafat.
Dengan demikian, Rasulullah Saw berhaji hanya sekali dan dikerjakan tiga bulan (86 hari) Â sebelum wafat sehingga haji pertama beliau sekaligus disebut Haji Perpisahan yang dikenal dengan istilah wada'. Pertemuan dengan umat Islam yang jumlahnya kurang lebih 90.000 orang, 86 hari kemudian beliau wafat, disebut perpisahan.
Rasulullah Saw sebenarnya mempunyai kesempatan haji tiga kali sejak disyariatkan, namun beliau hanya berhaji satu kali. Kesempatan itu terhitung sejak tahun ke-8 hijriah (ketika Makkah dibebaskan) sampai tahun ke-10 Hijriah (menjelang tiga bulan sebelum wafat).
Kalau mau, sebenarnya Rasulullah Saw bisa saja berumrah setiap hari. Beliau punya kesempatan berhaji tiga kali dan umrah ratusan bahkan hingga ribuan kali, tetapi beliau tidak melakukannya. Beliau hanya sekali melaksanakan ibadah haji dan umrah tiga kali.
2. Maslahat dalam beribadah: memperhatikan kepentingan orang lain/ lingkungan sekitar, tidak merugikan/ mengganggu diri sendiri dan orang lain, contoh:
- umroh berulang-ulang tanpa menimbang ketahanan fisik, hingga tidak mempertimbangan ibadah utamanya, yaitu haji;
- mencium hajar aswad: acap kali jamaah haji merasa belum afdhal jika belum mencium hajar aswad sehingga berusaha sekuat tenaga berdesak-desakan membahayakan diri dan orang lain agar dapat menciumnya, meskipun hukumnya bukan wajib (apalagi rukun) namun banyak jamaah yang memaksakan diri. Hal ini berpotensi menganiaya diri sendiri dan orang lain. Terlebih bagi para wanita, sunnahpun tidak.Â
- saat shalat: adakalanya kita boleh jadi berkesempatan menjadi imam saat shalat di mushalla hotel. Maka sederhanakanlah bila menjadi imam. Janagn berlama-lama karena jamaah memiliki kebutuhan, aktifitas dan kekuatan yang beragama. Tetapi tentu afdhal bila berpanjang-panjang saat  saat munfarid;
- wudhu tidak berlebihan dalam menggunakan air dan memperhatikan antrian, jangan sampai berlama-lama;
- berbagi tempat dan kesempatan di tempat-tempat afdhal -- Raudhah, Masjid Nabawi, Masjid Harom, Multazam, Hijr Ismail, tempat shalat yang lurus Multazam, mengambil air zam-zam, dalam gerakan shalat,  mencium hajar aswad dan lain-lain merupakan tempat-tempat istimewa dimana jamaah haji selalu berusaha bisa melaksanakanya. Karena itu suasananya selalu sangat ramai dengan aantrian yang bejibun. Sewajarnya jamaah tidak berlama-lama disini untuk memberi kesempatan jamaah lainnya;
- tahalul secukupnya,  bagi wanita boleh memotong rambut 3 helai rambut saja sebaliknya laki-laki boleh bercukul hingga gundul sekalipun;
- mengukur diri jika menjadi imam shalat zahr atau memimpin membaca dzikir saat wukuf. Jika merasa suara tidak/kurang bagus berilah pada yang lebih bagus dan fasih, jangan menguasasi microphone, terlebih karena merasa ditokohkan di tanah air;
- melempar jumroh dengan santun dan tertib;
- gunakan bahasa yang dimengerti jamaah saat khutbah Arofah agar jamaah  memahami dan mendapatkan kesan nasihatnya;
- tidak bepergian semaunya sendiri tanpa berkoordinasi atau berpamitan dengan ketua/rekan  regunya sehingga menghawatirkan atau merepotkan petugas atau jamaah lainnya, ijinlah satu sama lain dan tidak pergi sendirian;
- melihat situasi sekitar saat shalat/ baca Alquran, jangan bersuara terlalu keras karena dapat mengganggu orang lain.