Di panggung, aku, bersama isteriku yang cantik merasa sebagai pasangan orang tua yang bukan hanya mapan, tetapi juga berhasil mengurus anak. Sambil menyerahkan piala dan hadiah lainnya, Pak Guru berujar "Kamu memang hebat, kamu pantas mendapatkannya. Boleh dong berbagi tips untuk kawan-kawan bagaimana kamu bisa berperan apik dan alami sekali menjadi orang yang galak dan pemarah, pasti rajin berlatih ya, coba ceritakan?" Â
Sembari tersenyum datar Alvin menyampaikan, "Terima kasih hadiahnya Pak. Sebenarnya saya harus berterima kasih pada ayah saya. Dari ayahlah saya belajar berteriak dan marah-marah. Saya tidak perlu berlatih keras memerankan tokoh pemarah karena saya sering melihat ayah saya seperti itu, jadi tinggal menirukan saja."Â
Aku benar-benar tercenung, rasa ditampar hingga gigiku rontok, nanar ... Â
Alvin masih melanjutkan, "Ayah biasa melakukan itu di rumah, jadi peran ini adalah peran yang mudah bagi saya."
Senyap, bibir-bibir terkatup. Aku dan isteriku yang tadinya bangga, tertunduk lemas. Malu. Aku merasa menjadi terdakwa di sebuah pengadilan. Apa aku harus marah dengan kepolosan Alvin?Â
Kenyataannya aku, dan mungkin juga anda memang harus diluruskan.....(untuk para ayah dan ibu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H