I'tikaf adalah praktik berdiam diri di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah, terutama selama sepuluh hari bulan terakhir Ramadhan. Hukum i'tikaf adalah sunnah, namun bisa menjadi wajib jika dinadzarkan. Rukun i'tikaf meliputi niat dan berdiam di masjid, sedangkan syaratnya mencakup keislaman, akal sehat, dan suci dari hadats besar. I'tikaf dapat dibatalkan jika seseorang berhubungan dengan suami-istri atau keluar tanpa alasan yang sah.Ibadah ini memiliki landasan kuat dalam Al-Qur'an dan Hadits, yang menjelaskan keutamaan, tata cara, dan hikmah di baliknya.
1. Pengertian I'tikaf
Secara bahasa, i'tikaf berasal dari kata Arab "" (akafa) yang berarti berdiam atau tinggal di suatu tempat dengan tujuan tertentu. Dalam konteks ibadah, i'tikaf adalah berdiam diri di masjid untuk beribadah dan melakukan berbagai amalan saleh, seperti shalat, membaca Al-Qur'an, berdzikir, dan berdoa.
2. Hadits yang Menyebutkan I'tikaf
Ada banyak hadits yang menggambarkan tentang i'tikaf, salah satunya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah RA:
"Nabi Muhammad SAW biasa melakukan i'tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadan hingga Allah mewafatkannya. Kemudian istri-istrinya melanjutkan i'tikaf setelah beliau wafat." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa i'tikaf adalah amalan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan, dan menjadi amalan yang diteruskan oleh para sahabat dan umat Islam setelahnya.
3. Keutamaan I'tikaf
I'tikaf memiliki banyak keutamaan yang dapat mendekatkan seseorang kepada Allah. Beberapa di antaranya:
Mendekatkan Diri kepada Allah: I'tikaf adalah kesempatan untuk fokus beribadah tanpa gangguan dari urusan duniawi. Seperti yang dijelaskan dalam hadits riwayat Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW bersabda:
"Barang siapa yang melakukan i'tikaf dengan niat yang tulus, maka akan keluar dari i'tikaf tersebut seperti baru dilahirkan, bersih dari dosa." (HR. Bukhari)
Mencari Lailatul Qadar: I'tikaf juga memberi kesempatan kepada umat Islam untuk mencari malam Lailatul Qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan, yang terjadi di sepuluh hari terakhir Ramadan.
Peningkatan Spiritual: I'tikaf memungkinkan seseorang untuk meningkatkan ketakwaannya melalui ibadah yang lebih konsisten dan fokus.
4. Tata Cara I'tikaf
Meskipun i'tikaf dilakukan di masjid, terdapat beberapa syarat dan adab yang perlu diperhatikan:
Berdiam di Masjid: I'tikaf hanya dilakukan di masjid, karena masjid adalah tempat yang paling utama untuk beribadah.
Niat yang Tulus: Seperti ibadah lainnya, i'tikaf harus dilakukan dengan niat yang ikhlas karena Allah. Tidak ada ketentuan khusus mengenai niat, tetapi hendaknya diniatkan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Tidak Mengganggu Aktivitas Ibadah Lain: Selama i'tikaf, seorang Muslim harus berusaha untuk tidak terlibat dalam aktivitas yang mengganggu ibadah seperti berbicara yang tidak bermanfaat atau terlalu banyak beristirahat.
Durasi: I'tikaf bisa dilakukan pada kapan saja, namun lebih utama di sepuluh hari terakhir Ramadan. Bisa dilakukan selama beberapa hari atau penuh dengan niat tertentu.
5. Larangan-larangan selama I'tikaf
Ada beberapa hal yang sebaiknya dihindari selama menjalankan ibadah i'tikaf, antara lain:
Keluar dari masjid tanpa alasan yang dibenarkan: Kecuali ada kebutuhan mendesak, seperti untuk makan, minum, atau keadaan darurat lainnya.
Berbicara yang tidak bermanfaat: Berbicara mengenai hal-hal duniawi yang tidak relevan dengan ibadah sebaiknya dihindari.
Berhubungan suami istri: Dalam masa i'tikaf, hubungan suami istri dilarang kecuali dalam hal kebutuhan yang sangat mendesak.
6. I'tikaf sebagai Sarana Menyucikan Diri
I'tikaf adalah kesempatan emas untuk seorang Muslim merenung, berdoa, dan memperbaharui niat dalam hidupnya. Ini adalah waktu yang tepat untuk melakukan muhasabah (evaluasi diri) dan memperbaiki kualitas ibadah serta hubungan dengan Allah. I'tikaf mengajarkan disiplin dalam beribadah dan fokus pada tujuan akhirat.
I'tikaf menurut pengertian bahasa berasal dari kata 'akafa--ya'kifu--ukufan. Bila kalimat itu dikaitkan dengan kalimat "an al-amr" menjadi "akafahu an al-amr" berarti mencegah. Bila dikaitkan dengan kata "'ala" menjadi "akafa 'ala al-amr" artinya menetapi. Pengembangan kalimat itu menjadi i'takafa-ya'takifu-i'tikafan artinya tetap tinggal pada suatu tempat. Kalimat I'takafa fi al-masjid berarti "tetap tinggal atau diam di masjid". Menurut pengertian istilah atau terminologi, i'tikaf adalah tetap diam di masjid untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. dengan beribadah, dzikir, bertasbih dan kegiatan terpuji lainnya serta menghindari perbuatan yang tercela.
Rukun dan Syarat I'tikaf Rukun i'tikaf terdiri dari: (1) Niat i'tikaf, baik i'tikaf sunnah atau i'tikaf nadzar. Bila seorang muslim bernadzar akan melakukan i'tikaf, maka baginya wajib melaksanakan nadzar tersebut dan niatnya adalah niat i'tikaf untuk menunaikan nadzarnya. (2) Berdiam diri dalam masjid, sebentar atau lama sesuai dengan keinginan orang yang beri'tikaf atau mu'takif. I'tikaf di masjid bisa dilakukan pada malam hari ataupun pada siang hari. Â Syarat i'tikaf terdiri dari: (1) Muslim, bagi non muslim tidak sah melakukan i'tikaf. (2) Berakal, orang yang tidak berakal tidak sah melaksanakan i'tikaf. (3) Suci dari hadats besar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H