Makassar, 25 Maret 2022
Hari ini Gereja Toraja, gereja yang kini telah tumbuh menjadi pohon dari benih yang ditabur para Zendeling berumur 75 tahun. Timeline halaman media sosial penuh dengan ucapan selamat.Â
Aku kemudian mengambil buku yang diwariskan kakek sebelum ia meninggal sepuluh tahun yang lalu. Isinya perjalanan hidupnya, termasuk perjumpaannya dengan keluarga Johanes Belksma.
Selasa kemarin ketika sedang mencari arsip untuk penulisan sebuah cerita di perpustakaan kampus, aku mendapatkan buku "De Sieraden van Lai Kaloea" yang ditulis oleh Anneke van der Stoel, menantu Hanna Belksma, adik Abraham Belksma.
Toraja, 20 Juni 1936
Dalam perjumpaan siang itu dengan Abraham, ia bercerita cukup banyak kepadaku. Sudah cukup lama aku tidak berkunjung ke tempatnya, padahal waktu kecil kami sering bermain bersama.Â
Salah satunya tentang dua orang adiknya yang meninggal dalam waktu yang cukup berdekatan. Cornelia dan Lieuwe, masing-masing meninggal 26 April dan 01 Mei 1918.Â
Mereka merupakan korban dari keganasan Flu Spanyol yang menginvasi Toraja saat itu. Belakangan, orang Toraja menyebutnya "ra'ba biang".
Gejala yang dialami Cornelia dan Lieuwe sama. Sakit kepala, batuk kering, dan  gangguan pernapasan.
"Dua hari sebelum Cornelia meninggal, ia mulai merasakan gejala. Padahal sore itu kami masih bermain di halaman rumah bersama dia, Saakje dan Lieuwe." Abraham sekejap memejamkan mata. Ia mencoba mengingat salah satu kisah yang tidak akan pernah ia lupakan. Di wajahnya masih nampak kesedihan.
"Saat malam datang, Cornelia tidak bisa tidur. Ia kesulitan bernafas dan terus menangis. Papa dan mama mencoba menenangkan, namun tidak sepenuhnya berhasil", lanjut Abraham sambil mengambil nafas yang dalam.
"Aku tidak menyangka, Cornelia pergi begitu cepat. Dia hanya bertahan dua hari dalam kondisi sakitnya dan akhirnya meninggal. Lebih sedihnya lagi, Lieuwe yang beda setahun denganku lima hari kemudian pergi menyusul Cornelia. Mereka dimakamkan di tempat Tuan Anton juga dimakamkan".
Saat itu memang terdengar kabar, dua anak Pak Johanes, seorang guru dari Belanda meninggal dunia. Mereka datang sekeluarga sekitar dua tahun sebelumnya. Pak Johanes, ayah Abraham ditugaskan oleh GZB datang ke Toraja membantu tugas-tugas yang dikerjakan oleh Tuan Anton yang telah lebih dahulu diutus ke sini.Â
Tuan Anton ditusakan datang mengajar dan memberitakan kabar kekristenan. Aku belum cukup mengenal ayahnya, hanya saja aku sudah cukup akrab dengan anaknya, Abraham dan Lieuwe---adik Abraham. Umur kami terpaut setahun, aku lebih tua. Aku semula berkenalan dengan keluarga mereka lewat bantuan istri Tuan Anton, Alida Petronella van de Loosdrecht-Sizoo.
Sebenarnya bukan hanya Cornelia dan Lieuwe yang mengalaminya, rupanya di kampung sebelah banyak juga orang yang tiba-tiba saja terserang penyakit dengan gejala yang hampir sama dan meninggal dunia.Â
Sehingga banyak orang yang dimakamkan tidak melalui proses upacara yang rumit sebagaimana yang berlaku di daerah kami.
Ayahku mengatakan itu mungkin penyakit yang muncul akibat dari terbunuhnya Tuan Anton di daerah Bori' setahun sebelumnya. Ia bekeja di rumah salah seorang bangsawan.Â
Ia merupakan satu dari beberapa orang yang membantu mengangkat barang-barang Tuan Anton saat baru tiba di Toraja lewat Palopo.
Namun, beberapa orang mengatakan bahwa kematian yang terjadi tiada henti ini tidak ada kaitan dengan pembunuhan Tuan Anton, buktinya yang meninggal bukan hanya penduduk setempat. Beberapa orang malah menganggap ini sebagai hukuman atas perubahan aluk dengan masuknya ajaran baru, ajaran Kristen di wilayah Toraja.
Mereka tinggal di Barana' lokasi tempat ayahnya mendirikan sekolah. Meskipun rumah itu cukup banyak yang berubah saat aku berkunjung, aku masih bisa merasakan masa kecil di sana bersama Abraham dan adik-adiknya.
Toraja, 30 Mei 1968
Setelah cukup lama tidak pulang, semenjak keluarga kami pindah ke Samarinda 15 tahun yang lalu untuk menghindari upaya pengislaman oleh kelompok Andi Sose, akhirnya aku berkunjung lagi kembali ke Toraja.Â
Aku memutuskan menikmati masa pensiun di kampung. Tragedi G30S/PKI di Jakarta tiga tahun lalu juga membuat banyak orang dicari pemerintah, kami pun kuatir meninggalkan Samarinda.
Salah satu rumah yang aku saya kunjungi adalah rumah kawan kecilku di Barana, Abraham. Di rumah itu ada istrinya dan anaknya. Meskipun Abraham tidak lagi di sana, aku seperti tetap merasakan kehadirannya yang penuh kehangatan dalam perjumpaanku dengan keluarganya.Â
Di dinding rumah ada banyak foto-foto Abraham dan saudaranya, juga foto ayahnya Johanes Belksma dan ibunya Hiltje Greidanus. Termasuk juga sebuah foto Abraham, ayahnya dan kakeknya---Abraham Belksma.
Abraham meninggal 24 Juli 1945, menyusul ayahnya yang meninggal tiga tahun sebelumnya karena terserang infeksi.Â
Abraham dimakamkan di tempat ayahnya bersama  Lieuwe dan Cornelia. Mereka kini berkumpul di sebuah perbukitan, di salah satu pinggiran jalan di daerah Karassik, Rantepao. Sementara ibunya meninggal di Belanda.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H