Karen Armstrong dan Dunia Spiritual
Karen Armstrong dalam "Sejarah Tuhan" pada salah satu bab yang berjudul "Pada Mulanya" menuliskan: "Salah satu alasan mengapa agama tampak tidak relevan pada masa sekarang adalah karena banyak di antara kita tidak lagi memiliki rasa bahwa kita dikelilingi oleh yang gaib. Kultur ilmiah kita telah mendidik kita untuk memusatkan perhatian hanya kepada dunia fisik dan material yang hadir di hadapan kita.Â
Metode menyelidiki dunia seperti ini memang telah membawa banyak hasil. Akan tetapi, salah satu akibatnya adalah kita, sebagaimana yang telah terjadi, [kita] kehilangan kepekaan tentang yang "spiritual" atau "suci" seperti yang melingkupi kehidupan masyarakat yang lebih tradisional pada setiap tingkatannya dan yang dahulunya merupakan bagian esensial pengalaman manusia tentang dunia."
Netizen pun mencoba mengaitkan aksi Rara sang pawang dengan dunia ilmu pengetahuan. Sepanjang itu tidak dapat dibuktikan secara saintifik dan memenuhi kaidah dalam alam pikiran, itu tidak dapat diterima. Sekalipun kemudian pihak BMKG menjelaskan bahwa hujan di sekitar Sirkuit Mandalika pada Minggu kemarin terbentuk karena awan konvektif dengan intensitas hujannya sedang.Â
Hujan sejenis itu durasinya bisa kurang dari satu jam atau paling lama tiga jam. Selain itu terdapat informasi bahwa beberapa hari sebelum ajang MotoGP digelar, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) telah melakukan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk mendukung penyelenggaraan MotoGP.
Terlepas dari apa kata BMKG dan BRIN, memperhatikan komentar ini, saya kemudian berpikir sepertinya memang benar apa yang Karen katakan, bahwa salah satu akibat dari kehidupan kita yang sangat dipengaruhi oleh kultur ilmiah dan material fisik yang harus nyata berada di depan mata adalah kita kehilangan kepekaan tentang hal yang bersifat "spiritual" atau "suci" seperti yang melingkupi kehidupan masyarakat yang lebih tradisional. Sehingga, tidak jarang kemudian kita terlalu mudah memojokkan keyakinan orang lain hanya karena persoalan perbedaan dan ketidakterimaan akal kita akan apa yang kita saksikan.
Dunia modern tak seharusnya mencabut kita dari akar tradisional kita dan membawa kita pada pengingkaran terhadap hal-hal yang bernilai spiritual.Â
Satu lagi hal yang menarik, di balik ketidakterimaan banyak orang, akun Twitter resmi MotoGP justru menyebutnya sebagai The Master yang berhasil. Padahal jika kita mencoba menelaah, jelas pemilik dan penggerak akun Twitter tersebut (dunia barat) pastilah orang percaya sepenuhnya pada hal yang sifatnya saintifik dan kemungkinan besar tidak percaya pada sesuatu yang tidak bersifat ilmiah.
Namun, jika mencoba jujur membuka alam berpikir kita bahwa hal-hal seperti itu tidak selalu bermakna mistis. Coba saja kita lihat hari-hari ini. Kita tetap percaya pada pengobatan tradisional dengan beragam medium di tengah dunia yang semakin maju. Sekalipun seorang lulusan farmasi, saya tetap percaya bahwa tidak semua hal yang terjadi dalam diri kita punya hubungan dengan obat-obat modern. Bukankah kita terdiri atas tubuh, jiwa dan roh?
Selain itu, ada banyak contoh dalam kehidupan kita yang tidak selalu dapat dilogikan atau diilmiahkan. Seperti upaya melihat "hari baik" untuk sebuah acara; memasang beberapa benda di pintu atau di sudut rumah; larangan menoleh ke belakang jika ada yang panggil saat naik gunung; ritual-ritual tradisional; larangan menggunakan pakaian dengan warna tertentu saat pergi ke suatu tempat; melihat ramalan zodiak; dan masih banyak lagi.
Lalu bagaimana kita melihatnya?