Mohon tunggu...
Elsye Fransiska
Elsye Fransiska Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa universitas sriwijaya

Jadilah bermanfaat!!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Pelaku Prostitusi terhadap Lingkungan di Sekitarnya

11 November 2023   01:36 Diperbarui: 11 November 2023   01:54 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang (promiskuitas) disertai eksploitas dan komersialisasi seks yang impersional tanpa afeksi sifatnya.

Pelacuran merupakan peristiwa penjualan diri (persundalan) dengan jalan menjualbelikan badan, kehormatan, dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu seks dengan adanya imbalan atau bayaran. Pelacuran adalah perbuatan perempuan atau laki-1aki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul, dengan mendapatkan upah.

Adapun faktor penyebab terjadinya pelaku prostitusi sangat kompleks dan melibatkan faktor-faktor sosial, ekonomi, psikologis, dan budaya. Berikut adalah beberapa faktor umum yang dapat menyebabkan seseorang menjadi pelaku prostitusi:

  1. Kemiskinan: Salah satu faktor utama adalah kondisi ekonomi yang sulit. Orang yang hidup dalam kemiskinan mungkin tergoda untuk terlibat dalam prostitusi sebagai cara untuk memenuhi kebutuhan dasar, seperti makanan, tempat tinggal, atau pendidikan.
  2. Trauma dan Pelecehan: Pengalaman trauma atau pelecehan seksual dalam masa lalu dapat mempengaruhi seseorang untuk terlibat dalam prostitusi sebagai mekanisme koping atau sebagai cara untuk mendapatkan kendali atas situasi tersebut.
  3. Kurangnya Pendidikan: Terbatasnya akses atau partisipasi dalam pendidikan dapat menyebabkan keterbatasan peluang pekerjaan yang layak. Beberapa orang mungkin melihat prostitusi sebagai satu-satunya opsi yang tersedia.
  4. Pengaruh Lingkungan Sosial: Faktor lingkungan, termasuk teman sebaya atau keluarga yang terlibat dalam prostitusi, dapat memberikan pengaruh signifikan. Terutama pada kasus di mana prostitusi diterima atau dianggap sebagai norma sosial, individu lebih mungkin terlibat.
  5. Penyalahgunaan Zat Adiktif: Keterlibatan dalam penyalahgunaan zat adiktif, seperti alkohol atau obat-obatan terlarang, dapat menyebabkan seseorang terlibat dalam perilaku prostitusi untuk memenuhi kebutuhan finansial yang terkait dengan kecanduan mereka.
  6. Krisis Ekonomi atau Bencana Alam: Krisis ekonomi atau bencana alam dapat menyebabkan hilangnya pekerjaan, kehancuran ekonomi keluarga, dan meningkatkan risiko terjerumus ke dalam prostitusi sebagai cara bertahan hidup.
  7. Diskriminasi dan Stigma Sosial: Orang-orang yang menghadapi diskriminasi atau stigma sosial karena orientasi seksual, identitas gender, atau faktor-faktor lain mungkin merasa terdorong untuk terlibat dalam prostitusi sebagai respons terhadap ketidaksetaraan yang mereka alami.
  8. Kurangnya Dukungan Sosial: Kurangnya dukungan sosial dari keluarga, teman, atau masyarakat dapat meningkatkan risiko seseorang terlibat dalam prostitusi. Rasa isolasi sosial dapat membuat individu mencari bentuk dukungan finansial atau emosional melalui prostitusi.
  9. Penyakit Mental: Gangguan mental seperti depresi, kecemasan, atau gangguan kepribadian dapat menjadi faktor yang menyebabkan seseorang terlibat dalam perilaku prostitusi sebagai cara untuk mengatasi masalah kesehatan mental mereka.
  10. Perdagangan Manusia: Dalam beberapa kasus, individu dapat menjadi korban perdagangan manusia yang dipaksa atau diperalat untuk terlibat dalam prostitusi tanpa pilihan atau kendali atas keputusan mereka.

Pelacuran merupakan masalah sosial yang berpengaruh terhadap perkembangan moral. Pelacuran itu selalu ada pada semua negara berbudaya sejak zaman purba sampai sekarang dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum. Selanjutnya dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan, turut berkembang pula pelacuran dalam berbagai tingkatan yang dilakukan secara terorganisir maupun individu. Profesi sebagai pelacur dijalani dengan rasa tidak berdaya untuk merambah kemungkinan hidup yang lebih baik. Dengan berbagai latar belakang yang berbeda, profesi sebagai pelacur mereka jalani tanpa menghiraukan akibat-akibat yang ditimbulkannya. Akibat-akibat yang ditimbulkan oleh praktik pelacuran dapat menyebabkan berbagai permasalahan baik pada diri sendiri, keluarga, dan lingkungan sosialnya

Pelaku prostitusi dapat memiliki berbagai dampak negatif yang dapat berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Beberapa dampak tersebut melibatkan aspek sosial, ekonomi, dan kesehatan masyarakat setempat. Berikut adalah beberapa pengaruh pelaku prostitusi terhadap lingkungan:

  • Dampak Sosial:

Stigma dan Diskriminasi: Lingkungan sekitar tempat prostitusi seringkali mengalami stigma dan diskriminasi. Masyarakat dapat merasa terganggu atau merasa bahwa tempat tersebut menurunkan moralitas dan keamanan di wilayah tersebut.

Gangguan Terhadap Keamanan Masyarakat: Beberapa lokasi prostitusi dapat menjadi tempat kejahatan dan aktivitas ilegal lainnya, meningkatkan risiko keamanan masyarakat.

  • Dampak Ekonomi:

Pengaruh Terhadap Nilai Properti: Kehadiran tempat prostitusi dapat merugikan nilai properti di sekitarnya. Hal ini dapat membuat pemilik properti lainnya kesulitan menjual atau menyewakan propertinya dengan harga yang wajar.

Ekonomi Lokal: Sementara itu, beberapa wilayah mungkin mengalami peningkatan ekonomi karena adanya aktivitas prostitusi, terutama ketika ada banyak pelanggan yang datang dari luar kota atau negara.

  • Dampak Kesehatan Masyarakat:

Penyebaran Penyakit Menular Seksual (PMS): Tanpa pengelolaan dan pengawasan yang baik, prostitusi dapat meningkatkan risiko penyebaran penyakit menular seksual (PMS). Hal ini dapat merugikan kesehatan masyarakat setempat.

Kesehatan Psikologis: Pelaku prostitusi sering menghadapi risiko kesehatan mental dan fisik. Jika tidak ada dukungan atau perlindungan yang memadai, hal ini dapat berdampak pada kesejahteraan mereka dan masyarakat sekitar.

  • Dampak Hukum dan Pengawasan:

Ketidakstabilan Hukum: Prostitusi ilegal atau tanpa pengawasan dapat menciptakan ketidakstabilan hukum di suatu wilayah. Ini dapat mengakibatkan permasalahan hukum, penangkapan, dan kekacauan sosial.

  • Dampak Terhadap Pelaku Prostitusi :

Adapun dampak yang dirsakan oleh pelaku prostitusi itu sendiri ialah :

  • Merasa tersisih dari kehidupan sosial (dissosiasi). Seseorang menjadi pelacur pasti merasa tersisih dari pergaulan sosial karena profesi pelacur bukanlah pekerjaan yang halal.
  • Terjadinya perubahan dalam pandangan hidup. Mereka tidak lagi memiliki pandangan hidup dan masa depan yang baik.
  • Perubahan terhadap penilaian moralnya. Seorang pelacur tidak pernah berpikir mana yang baik dan mana yang buruk, yang penting bagi mereka adalah bagaimana caranya mendapatkan uang dan dapat hidup mewah.

Prostitusi merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang sudah ada sejak sejarah kehidupan manusia sampai sekarang, dan perlu ditanggulangi dengan penuh kesungguhan. Dewasa ini sudah dilakukan usaha-usaha ke arah penanggulangan pelacuran, sekalipun melalui proses yang sulit. Secara umum usaha untuk mengatasi masalah tuna susila ini dapat dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya yaitu :

  • Usaha yang bersifat preventif antara lain berupa: (a) Penyempurnaan perundang-undangan mengenai larangan pelacuran, (b) Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohanian, untuk memperkuat keimanan terhadap nilai-nilai religius dan norma kesusilaan, (c) Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak remaja untuk menyalurkan kelebihan energinya, (d) Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita sesuia dengan kodrat dan bakatnya, (e) Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga, (f) Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua usaha penanggulangan pelacuran yang dilakukan oleh beberapa instansi sekaligus mengikutsertakan masyarakat lokal untuk membantu melaksanakan kegiatan pencegahan atau penyebaran pelacuran, (g) Penyitaan terhadap buku-buku dan majalah-majalah cabul, gambargambar porno, film-film biru dan sarana-sarana lain yang merangsang nafsu seks, (h) Meningkatkan kesejahteran rakyat pada umumnya.
  • usaha yang bersifat represif dan kuratif dimaksudkan sebagai kegiatan untuk menekan (menghapuskan, menindas), dan usaha menyembuhkan para wanita dari ketunasusilaannya. Usaha tersebut antara lain berupa hal-hal berikut. Pertama: Melalui lokalisasi yang sering disalah tafsirkan sebagai legalisasi, orang melakukan pengawasan/ control yang ketat demi menjamin kesehatan dan keamanan para pelacur serta lingkungannya. Kedua: Untuk mengurangi pelacuran, diusahakan melalui aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi, agar mereka bias dikembalikan sebagai warga masyarakat yang susila. Rehabilitasi dan resosialisasi ini dilakukan melalui pendidikan moral dan agama, latihan-latihan kerja dan pendidikan keterampilan agar mereka bersifat kreatif dan produktif.
  • Penyempurnaan tempat-tempat penampungan bagi para wanita tuna susila yang terkena razia, disertai pembinaan yang sesuai dengan bakat dan minat masing-masing.
  • Pemberian suntikan dan pengobatan pada interval waktu yang tetap untuk menjamin kesehatan para prostitue dan lingkungannya.
  • Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalakn profesi pelacuran dan mau memulai hidup susila.
  • Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka mau menerima kembali mantan wanita tunasusila itu untuk memulai hidup baru.
  • Mengikutsertakan mantan wanita tunasusila dalam usaha transmigrasi, dalam rangka pemerataan penduduk di tanah air dan perluasan kesempatan kerja bagi kaum wanita.

Munculnya orang-orang yang menjual diri sebagai pemuas nafsu tidak terlepas dari situasi dan kondisi yang dialami orang tersebut. Banyak orang yang terlibat dalam kegiatan pelacuran akibat dari himpitan ekonomi maupun budaya sehingga terpaksa menjalani profesi sebagai pelacur wts (wanita tuna susila) / psk (pekerja seks komersil) atau gigolo. Pemerintah yang kita harapkan menjadi penegak hukum pun seolah-olah tutup mata terhadap aktivitas pelacuran yang melanda negeri ini. Tidak ada jalan lain selain kita sendiri yang memiliki kepedulian untuk bahu-membahu langsung turun tangan mengatasi masalah tersebut. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun