Mohon tunggu...
Elsya Crownia
Elsya Crownia Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Saya orang yang suka membaca, menulis, diskusi dan pokoknya having fun guys :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kicau Murai

18 Januari 2014   16:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:42 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kicauan Murai-murai itulah menghancurkan tali-temali kasih-sayang, anak-bapak, ibu-anak dengan tipu muslihat. Di balik kesunyian yang gigil dalam tubuh dan jiwa Sunyi. Dia semakin melemah dalam seketika. Tubuhnya perlahan-lahan terhempas dalam lorong-lorong yang didirikan oleh para murai dengan anak buahnya.

Murai itu, diam-diam tertawa geli melihat Sunyi yang semakin rapuh. Di kegelapan yang semakin pekat ini. Sunyi duduk dalam kesunyian rumah. Ayah-Ibu semakin jauh dalam lorong-lorong yang telah disampaikan pada para Murai.

"Di kesunyian ini. Aku hanya melukiskan penggalan bait-bait dari kedalaman jiwaku yang semakin sunyi," ujar Sunyi kepada hati.

"Lorong gelap itu dihuni Murai-murai pemangsa. Memangsa jiwa-jiwa yang tenang Sunyi," Ungkap Hati.

"Ya, Murai bertopengkan durja menerkammu perlahan-lahan hingga engkau mati tak berdaya. Bersabarlah! Bersabarlah sunyi. Ujian ini akan indah pada waktunya," Ujar Hati menghibur sepi.

Murai-murai itu memang telah lama hidup. Mereka berumur panjang dengan kicauan-kicauan sumbang. Sunyi, berjalan di lorong-lorong sunyi diterkam perlahan-lahan para Murai yang berkicau di balik jendela. Tatapan mereka penuh isyarat seperti murai berbaik budi. Mata mereka berisyarat dan berbicara di balik dinding-dinding pekat menyimpan hasrat membunuh Sunyi.

Murai diperintah oleh seorang komando yang bersiasat memiliki emas, uang, dan vila yang terletak tidak jauh dari lorong-lorong. Di villa yang dihuni perkutut, murai, dan burung hantu. Sunyi, pendatang baru yang menuangkan setiap resah dan gelisah dalam setiap bait puisi menenangkan kicauan Murai yang semakin menyakitkan lubang-telinga. Ayah-Ibu semakin resah dengan kicauan Murai menuduhkan dan menelanjangi mereka. Sunyi, berusaha-menahan hati menuangkan sebait puisi dalam tinta dalam sebuah kotak pandora.

"Ah!kenapa Murai itu. Kenapa!kenapa!mereka tidak berhasil mengusikmu," ujar Hati

"Lihatlah! Lihatlah! Tubuhmu semakin rapuh dan kicauan Murai itu selalu memekakkan telingamu,"Ujar Mata

"Kau!Kau sekarang terperangkap dalam kicauan Murai. Dia mengadu pada Ayah-Ibumu," Ungkap Hati yang semakin resah.

"Mereka!mereka! mencoba menjauhkanmu dari Ayah-Ibumu,"kata Mata berurai air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun