Baru saja aku merasakan bahagia, aku belum siap untuk beranjak lagi, belum berani memulai yang jauh, perpisahan selalu berat bagiku. Kendati demikian, aku paham betul bahwa setiap jiwa memiliki titik terendah. Ini tentang perkara ikhlas, ku ingat senyuman Papa tadi, air mata kembali meluruh dengan lancang. Ku buka kembali mataku, ku lihat ke langit.
"Jangan bersedih Pa, doaku mengantarmu pulang." ucap ku lirih.
Aku pernah mendengar cerita Mama, saat ia sedang mendongeng kan anak-anaknya. Katanya Papa adalah sosok yang penyabar, dan dari situ aku tak pernah menyangka bahwa Tuhan akan mengirimkan sosok penyabar seperti Papa -untuk Mama ku-Â
Tampaknya Tuhan sedang menyisipkan cerita bahagia pada skenario cinta antara Mama dan Papa. Pun sebenarnya aku tahu, bahwa akan ada jatuh pada setiap bahagia yang di bawa tinggi-tinggi. Yaitu, di tinggalkan.
'Pa, jika suatu hari nanti aku jatuh, mestinya Papa tahu dan paham seberapa besar pengaruh Papa untukku. Sejatinya Papa sedang menari bersamaku di antara alunan pengantar kisah.' Begitu ucap ku dalam hati dan selanjutnya aku tidak ingat apa-apa lagi karena tubuhku langsung jatuh begitu saja tanpa permisi.
Terimakasih untuk semua kasih sayang Papa, aku senang bisa melihat Papa. Kita adalah manusia yang pasti memiliki lebih dan kurang. Juga perkara rasa yang tiba-tiba bisa datang dan hilang. Dengan sungguh, aku tetap menyayangi Papa.
 Papa,
ketahuilah bahwa tidak ada rasa yang sempurna juga kisah yang selalu bahagia.Â
Untuk Mama dan Papa, yang pernah jatuh dalam palung sedih terdalam yang pernah ada, aku ucapkan terimakasih yang seagung-agungnya atas segala bahagia yang Mama dan Papa berikan, atas segala sedih yang mengajarkan, atas segala kasih sayang yang memanjakan dan atas segala rasa yang pernah kalian perankan. Berbahagialah.
Selamat tinggal pa.
Terimakasih samudra, samudra yang penuh amarah, terimakasih telah menjadi sejarah.