Mohon tunggu...
Elsa Tania
Elsa Tania Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sosiologi/UIN Jakarta/Karawang

Berkarya adalah menjadi diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

PRT, Eksploitasi Nyata pada Pekerja Domestik

9 Juli 2023   23:03 Diperbarui: 9 Juli 2023   23:38 216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pekerjaan Rumah Tangga yang seringkali di eksploitasi (Polina Tankilevitsch/Pexels.com)

Pekerjaan domestik yang erat hubungannya dengan perempuan sering dianggap tidak penting oleh sebagian besar masyarakat. Salah satunya pada profesi Pekerja Rumah Tangga (PRT) yang tidak dianggap sebagai profesi formal layaknya profesi yang lain.

Data statistik dari Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) menyebutkan bahwa ada 5 juta jiwa pekerja rumah tangga di Indonesia. Data ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa ada sekitar 5 juta jiwa juga yang pekerjaannya diremehkan, atau bahkan tidak dianggap.

PRT yang identik dengan gender perempuan pun kerap mengalami ketidakadilan gender. Bukan hanya tidak dianggap sebagai profesi yang formal, tetapi PRT juga seringkali mendapatkan eksploitasi karena keidentikan gendernya itu. PRT rentan mengalami kekerasan, baik itu kekerasan fisik, mental, seksual, ekonomi hingga rentan terhadap praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia.

Sebutlah saja kasus yang baru-baru ini terjadi, dimana dua PRT kabur dari rumah majikannya karena mengaku sering dianiaya, hingga ditelanjangi dan direkam menggunakan handphone. Ancaman penyebaran video itupun dilayangkan oleh majikan jika kedua PRT tersebut mencoba untuk melarikan diri.

Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini menyebutkan terdapat lebih dari 400 orang PRT yang mengalami berbagai macam kekerasan dari tahun 2012 hingga 2021. Belum lagi ditambah laporan yang menyatakan bahwa 82 persen PRT yang disurvei tidak memiliki jaminan kesehatan.

PRT Adalah pekerja, Bukan Asisten Apalagi Pembantu

Pekerjaan domestik kerap kali masih dibebankan kepada perempuan. Division of Labor (Pembagian kerja) berdasarkan jenis kelamin ini telah menjadi budaya di Indonesia. Pekerjaan perempuan yang dianggap mudah dan tidak melelahkan pun acapkali sering terdengar, "ah, nyapu ngepel, masak doang mah semua orang juga bisa. Ngerjain kerjaan rumah doang ko ngeluh" katanya. Hal ini mempengaruhi profesi-profesi lain yang berhubungan, terutama PRT yang memang bekerja di bidang domestik.

Pikiran-pikiran tersebut menghasilkan suatu pemaknaan pada profesi yang satu ini sebagai 'pembantu', yaitu pekerjaan sukarela yang tidak wajib menerima upah dan jaminan serta tidak diperhitungkan sebagai pekerja. Meskipun, orang-orang yang bekerja sebagai PRT ini merupakan orang yang membutuhkan upah dan jaminan yang layak.

Lita Anggraini mengungkapkan bahwa PRT sebagai pekerja rumah tangga memiliki makna yang berbeda dengan Asisten Rumah Tangga (PRT) atau pembantu. Istilah ART ini hanya berupa penyerapan dari Bahasa Inggris 'assistant', tetapi tidak mengubah esensi bahwa memiliki makna sebagai pembantu.

Ia mengatakan bahwa istilah PRT juga lebih diterima secara internasional, karena sesuai dengan Konvensi ILO 189 mengenai kerja layak bagi pekerja rumah tangga. Harapannya, penggantian istilah ini akan mengubah pandangan siapa pun terhadap profesi pekerja rumah tangga, sehingga tidak ada lagi eksploitasi pada pekerjaan yang satu ini.

Perlindungan PRT melalui Pengesahan RUU PPRT

Sebenarnya, sudah ada upaya untuk meminimalisir eksploitasi pada PRT melalui Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Rancangan undang-undang yang pertama kali diajukan oleh FPDI-P bersama dengan FPKB dan FPAN pada tahun 2004 itu memiliki tujuan mulia, yaitu meningkatkan kualitas hidup, memberikan hak sebagai pekerja, memberikan pengakuan, dan memberi perlindungan yang layak bagi PRT.

Namun, sayangnya RUU PPRT masih belum juga disahkan sebagai undang-undang. 19 tahun perjuangan RUU ini belum juga mendapat hasil yang maksimal. Pada 18 Januari 2023 para pejuang RUU PPRT mendapat respon positif dari Presiden Joko Widodo, dimana beliau memberikan dukungannya secara penuh untuk pengesahan rancangan undang-undang ini. Bahkan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Menteri Ketenagakerjaan diperintah Presiden RI tersebut untuk segera berkoordinasi dengan DPR terkait RUU PPRT.

Baru pada 14 Maret 2023 lalu, secercah harapan yang tertunda 19 tahun pun kembali bersinar, setelah Ketua DPR, Puan Maharani, mengetok palu tanda Dewan di DPR, Pimpinan Fraksi dan Pimpinan alat kelengkapan Dewan di DPR menyetujui RUU PPRT untuk dibawa ke sidang paripurna sebagai RUU inisiatif DPR.

Meskipun begitu, perjalanan RUU PPRT ini terus berlanjut hingga hari ini. Karena sampai saat ini pun, RUU PPRT belum juga disahkan sebagai undang-undang.

"Kegembiraan pasti. Tapi kami belajar mengapa terkatung-katung sekian lama itu karena kita diberikan harapan palsu, dimarginalisasi, disubordinat, dan seterusnya. Jadi, kita tidak terlalu gembira sampai betul-betul disahkan. Kekhawatiran kami adalah ketika proses selanjutnya, jangan sampai diperlambat," Ucap Koordinator Koalisi Sipil UU PPRT, Eva Sundari, yang dilansir dari Kompas.id. Eva juga menyatakan bahwa RUU ini bisa dikebut asalkan ada komitmen dari pimpinan untuk mempercepat pengesahan.

Semakin lama RUU PPRT disahkan, maka akan semakin banyak PRT yang mengalami eksploitasi, diskriminasi, hingga menjadi korban perdagangan manusia. Kasus dua orang PRT di atas menjadi bukti bahwa seberapa penting dan urgent-nya pengesahan RUU ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun