Jurnalistik adalah kegiatan mencari, mengolah, menulis, serta menyebarluaskan informasi kepada public melalui media massa. Definisi jurnalistik yang dikemukakan oleh Roland E. Wolseley dalam buku Understanding Magazines (1969) adalah pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematis dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah, dan disiarkan.Â
Kegiatan jurnalistik biasanya dilakukan oleh jurnalis atau yang biasa disebut sebagai wartawan. Dalam melakukan jurnalistik ini, para jurnalis membutuhkan kode etik agar dapat menjalankan pekerjaannya dengan baik.
Secara umum, kode etik merupakan pedoman kerja untuk profesi tertentu agar para pekerja dapat bertanggung jawab atas segala pekerjaannya dan agar para pekerja mengetahui baik buruknya suatu tindakan dalam pekerjaan tersebut. Begitu pula untuk Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Dengan adanya kode etik ini, para jurnalis diharapkan dapat bekerja dengan independen dan profesional.Â
Selain itu, kode etik jurnalistik juga melindungi para jurnalis dalam melakukan kegiatannya, juga melindungi masyarakat dan hak-hak narasumber sebagai manusia. Seperti yang tertera pada Pasal 7 : "Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaanna, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.
Independen di sini maksudnya, tidak terpengaruh oleh campur tangan negara dan pemodal yang muncul dengan sengaja maupun tidak disengaja. Profesionalitas jurnalis dapat dilihat dari dua aspek yakni hati nurani dan keterampilan.Â
Dilihat dari sisi hati nurani, jurnalis dapat dikatakan profesional jika menjaga dan mematuhi kode etik jurnalistik serta melakukan kewajiban moral. Lalu, jika dilihat dari sisi keterampilan, jurnalis dapat dikatakan profesional jika memiliki kemampuan teknis jurnalis yang sesuai dengan bidangnya.
Namun, dalam melakukan pekerjaannya, jurnalis hanyalah manusia biasa yang juga akan melakukan beberapa kesalahan dan pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik. Beberapa jurnalis mungkin ingin menaikkan insight dari para pembaca dan menaikkan rating dari para penonton berita sehingga mereka melakukan beberapa hal yang melanggar kode etik jurnalistik.
Dalam artikel ini, saya akan membahas satu kasus pembunuhan yang menurut saya telah melanggar poin dari kode etik jurnalistik yaitu kasus pembunuhan seorang sopir Go-Car di Provinsi Sumatera Selatan yang dilansir dari detik.com pada 4 April 2018. Saya mendapati pemberitaan kasus ini telah mengarah pada pelanggaran pasal 4 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi : "Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul."
Pemberitaan kasus ini sudah mengarah kepada pemberitaan yang sadistik jika diperhatikan dari segi penulisan beritanya. Pemilihan beberapa kata membuat berita ini cenderung sadistik
Berita dimulai dengan "Ari Tri Sutrisno (32) dan Aldo Putra Zainuddin (25) dihukum penjara seumur hidup. Keduanya terbukti mencincang sopir Go-Car, Edwar Limba menggunakan samurai dan golok hingga tewas."
Dalam kalimat pembuka berita, sudah terdapat dua kata yang sadis untuk menggambarkan kejadian pembunuhan yang terjadi. Dapat dilihat melalui pilihan kata 'dicincang' dan 'tewas'. Terdapat kata lain yang dapat dipilih untuk menggambarkan kronologi pembunuhan tersebut, seperti 'dihabisi' dan 'tidak bernyawa'
Berita dilanjutkan dengan menceritakan kronologi permulaan kasus. Di mana, dua pelaku tadi berencana unuk melakukan perempokan mobil dan mengajak dua rekannya lagi untuk melakukan rencana mereka, dan dalam kondisi bersenjata. Lalu keesokan harinya mereka memesan Go-Car yang dibawa oleh korban pembunuhan pada kasus ini. Pada bagian ini, tidak didapati kata ataupun kalimat yang mengarah kepada pemberitaan sadistis.
Begitu pula untuk bagian selanjutnya. Diuraikan mereka memesan Go-Car dan meminta korban untuk mengantar mereka ke Pangkalan Balai Banyuasin. Namun belum sampai ke tempat tujuan, baru sampai Tanjung Kelapa, mereka meminta korban untuk menghentikan mobil
Selanjutnya, penulis berita itu menuliskan bagaimana para pelaku melakukan aksi biadabnya dengan. "Komplotan ini berbagi tugas, ada yang mencekik, memegang tangam dan kaki. Ada pula bagian eksekusi dengan mencincang tubuh Edwar yaitu Ari dan Aldo menggunakan samurai dan golok," dijelaskan pada artikel berita itu.
Bagian ini jelas membuat pembaca bergidik ngeri karena penggambaran yang terlalu terang-terangan. Bukan hanya kasusnya yang membuat geger, namun penulisan beritanya pun membuat para pembaca merasa terintimidasi. Hal ini menandakan muatan sadistik dalam penulisan berita, dan jelas melanggar Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik.
Para pelaku pembunuhan ini berhasil ditangkap oleh polisi, dengan dua diantaranya mendapatkan tembakan di kakinya karena melakukan perlawanan saat akan ditangkap. Para pelaku diadili dengan berkas terpisah.
Berita yang mengandung unsur sadistik dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan rasa takut kepada pembaca ataupun penonton berita. Padahal seharusnya, kegiatan jurnalistik membuat pembaca maupun penontonnya mendapatkan edukasi, sadar akan sekitar meningkatkan kewaspadaan, dan bukan menimbulkan rasa takut.
Jurnalis merupakan manusia biasa yang pasti dapat melakukan kesalahan. Namun untuk mengakui kesalahan, meminta maaf, dan memperbaiki kesalahannya adalah salah satu wujud profesionalitas jurnalis. Seperti dikatakan pada Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik : "Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki barita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf pada pembaca, pendengar, dan pemirsa."
Meski banyak pembaca yang merasa tidak nyaman dengan penulisan berita yang cenderung sadis, tapi tidak sedikit juga orang yang merasa bahwa pelaku harus diekspos ke publik  bahkan detil tindak kejahatannya pun harus dituliskan. Namun, Jurnalis harus mempertimbangkan dan memahami kebijakan-kebijakan yang mengatur pers.Â
Di lain sisi, banyak jurnalis yang triggered alias terpancing secara emosi saat meliput dan menulis sebuah berita, terutama kasus pembunuhan. Oleh karena itu, jurnalis harus berpegang kuat pada kode etik jurnalistik agar tetap melakukan pekerjaannya dengan profesional dan tidak terpengaruh akan komentar dan campur tangan dari pihak lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H