Berita dilanjutkan dengan menceritakan kronologi permulaan kasus. Di mana, dua pelaku tadi berencana unuk melakukan perempokan mobil dan mengajak dua rekannya lagi untuk melakukan rencana mereka, dan dalam kondisi bersenjata. Lalu keesokan harinya mereka memesan Go-Car yang dibawa oleh korban pembunuhan pada kasus ini. Pada bagian ini, tidak didapati kata ataupun kalimat yang mengarah kepada pemberitaan sadistis.
Begitu pula untuk bagian selanjutnya. Diuraikan mereka memesan Go-Car dan meminta korban untuk mengantar mereka ke Pangkalan Balai Banyuasin. Namun belum sampai ke tempat tujuan, baru sampai Tanjung Kelapa, mereka meminta korban untuk menghentikan mobil
Selanjutnya, penulis berita itu menuliskan bagaimana para pelaku melakukan aksi biadabnya dengan. "Komplotan ini berbagi tugas, ada yang mencekik, memegang tangam dan kaki. Ada pula bagian eksekusi dengan mencincang tubuh Edwar yaitu Ari dan Aldo menggunakan samurai dan golok," dijelaskan pada artikel berita itu.
Bagian ini jelas membuat pembaca bergidik ngeri karena penggambaran yang terlalu terang-terangan. Bukan hanya kasusnya yang membuat geger, namun penulisan beritanya pun membuat para pembaca merasa terintimidasi. Hal ini menandakan muatan sadistik dalam penulisan berita, dan jelas melanggar Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik.
Para pelaku pembunuhan ini berhasil ditangkap oleh polisi, dengan dua diantaranya mendapatkan tembakan di kakinya karena melakukan perlawanan saat akan ditangkap. Para pelaku diadili dengan berkas terpisah.
Berita yang mengandung unsur sadistik dapat menimbulkan rasa tidak nyaman dan rasa takut kepada pembaca ataupun penonton berita. Padahal seharusnya, kegiatan jurnalistik membuat pembaca maupun penontonnya mendapatkan edukasi, sadar akan sekitar meningkatkan kewaspadaan, dan bukan menimbulkan rasa takut.
Jurnalis merupakan manusia biasa yang pasti dapat melakukan kesalahan. Namun untuk mengakui kesalahan, meminta maaf, dan memperbaiki kesalahannya adalah salah satu wujud profesionalitas jurnalis. Seperti dikatakan pada Pasal 10 Kode Etik Jurnalistik : "Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki barita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf pada pembaca, pendengar, dan pemirsa."
Meski banyak pembaca yang merasa tidak nyaman dengan penulisan berita yang cenderung sadis, tapi tidak sedikit juga orang yang merasa bahwa pelaku harus diekspos ke publik  bahkan detil tindak kejahatannya pun harus dituliskan. Namun, Jurnalis harus mempertimbangkan dan memahami kebijakan-kebijakan yang mengatur pers.Â
Di lain sisi, banyak jurnalis yang triggered alias terpancing secara emosi saat meliput dan menulis sebuah berita, terutama kasus pembunuhan. Oleh karena itu, jurnalis harus berpegang kuat pada kode etik jurnalistik agar tetap melakukan pekerjaannya dengan profesional dan tidak terpengaruh akan komentar dan campur tangan dari pihak lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H