Tapi sepertinya dia menganggap pertanyaanku sama dengan suara burung yang hanya mempermanis pagi atau burung kelaparan pagi-pagi. Sesekali ia menunduk dan lebih banyak komat-kamit dan anggapku tak ada.
"Apakah kau hendak mencuri batu nisan kakek?" tanyaku kesal. Aku tidak suka diabaikan.
Ia makin menunduk, membuatku tak bisa menebak lebih jelas. Aku mencoba mendekat, terdengar olehku isak dari batu nisan.
"Jangan takut, ia hanya seorang pencuri, dia hanya mencoba menakutikuti", bisikku meneangkan diri sendiri.
"Atikah" suara Jumiah mengagetkan aku.
Aku menoleh ke belakang, ia memberi petunjuk untuk kembali ke dalam rumah. Aku menurut.
Tapi aku masih berkeras, ingin melihat wajah sosok itu. Aku memalingkan wajahku dari pandangan kepada Jumiah, batu nisan itu telah sepi. Sunyi. Tak ada siapa pun di sana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H