Semenjak, kau beranjak dewasa, tampak lebih cantik dengan rambut hitam panjangmu yang tetap bergelombang, aku merasa semakin berani ingin mengutarakan pesona di relung jiwaku tentang keindahan dirimu. Aku ingin mengalahkan pria-pria dari kota yang sering singgah di rumahmu. Aku takut mereka akan meminangmu sebelum kau tahu arti cinta sesungguhnya.
Mungkinkah kau akan tahu betapa dalam rasa curigaku kepada ayahmu, bahwa kau dijodohkan dengan pria anak mantri. Akupun kuatir semakin kau dewasa, semakin mengerti arti percintaan, semakin kau terbang jauh melupakan kuburan-kuburan tempat kau bermain dan melihatku lewat. Kaupun akan menjauhiku apalagi kau belum mendengarkan sepatah kata tentang gelora hatiku, hingga dalam hati aku berharap agar kau jangan lekas dewasa sampai kau tulus melihat senyumku yang bergerak pelan dari tepi-tepi hatiku hingga membentuk lesung pipit mengukirkan sebuah gejolak rasa kepada gadis desa, dirimu.
Sejauh aku terlahir sebagai pekerja yang tak lebih buruk dari budak oleh ibuku, kau tahu, merekapun tahu aku di sini tetap membisu, terdiam menatap rembulan sambil menyenandungkan lagu-lagu klasik. Ingin mengungkapkan semua gejolak dalam hati, bahwa aku lelah menjadi pekerja paling rajin di kampung. Seringkali aku ingin terbang, mengepakkan sayap-sayapku ke angkasa, menyanyikan kegembiraan tanpa ada suara ibu yang memaksaku untuk bangun dari tidur, bangun dari mimp-mimpi indah yang selalu disebutnya sebagai khayalan gila. Sebenarnya aku sedang menikmati tidur tenang. Iya, tidur nyenyak.
Seringkali aku ingin berteriak sepuasnya di padang belantara melepaskan segala kekalutan, berbicara kepada butiran pasir yang membisu, dan kuingin kau ada di sana, hanya dirimu bersama riak ombak yang sesekali tertawa bersama dirimu menyaksikan kehadiranku dan tertawa cekikikan karena malu disaksikan oleh aku.
Terkadang aku ingin membawakanmu sekuntum mawar, biar kau tahu betapa aku memiliki keberanian dalam hatiku untuk bertemu dengan engkau, hanya untuk tahu bahwa senyummu adalah untukku. Seringkali aku mendambakan terbang bersama merpati putih saat matahari pagi merekah, berkeliling rumahmu dan mengucapkan "selamat pagi" saat kau membuka jendela kamarmu, lalu aku menyanyikan nada-nada rindu di balik jendela tanpa kau melihat wajahku.
Tak jarang aku ingin berkelana menuju hatimu yang damai, bersama senyummu yang kau taburkan membentuk letupan dalam darahku yang membuat jantungku berdetak tak beraturan. Satu tanya ingin ku perdengarkan dari hatiku yang beku, beku karena memikirkanmu sepanjang malam kelam. Pertanyaan yang telah lama kupendam di dasar kalbu, hanya untukmu gadis manis pujaanku, gadis berambut ikal hitam manis, semanis wajahmu yang berseri, Dhavia. Dan beri aku satu jawaban, satu kata. Kau mencintaiku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H