Mohon tunggu...
Inovasi

Referensi Buku "Mitos Jurnalisme" Karya Dudi Sabil Iskandar dan Rini Lestari

8 Juni 2016   15:39 Diperbarui: 8 Juni 2016   21:24 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makna denotative dari kata “Serang SBY” dalam judul berita ini memiliki pengertian mendatangi untuk melwan (melukai, memerangi,dsb) menyerbu, melanda, melanggar, menimpa atau menentang (seperti melancarkan kritik), atau menolak hujan, menagkal. Tetapi dalam keseluruhan teks beritanya tidak ada satu pun kata yang menegaskan Anas menyerang Susilo Bambang Yudhoyono. Anas yang berkedudukan sebagai Ketua Umum harus tunduk tanpa syarat ditangan pendiri dan Ketua Dewan Pembina SBY. Namun, segala sesuatuyang miliki Anas pernah berada di bawah penguasaan SBY.

E. Cnnindoesia.com

Keselamatan Penerbangan

“Auditor PBB : Penerbangan Indonesia Punya Masalah Kronis”

Judul berita ini ingin menginformasikan badan PBB, sebagai badan/organisasi tertinggi dunia, menyatakan penerbangan Indonesia memiliki masalah yang sudah akut. Penggunaan kata “kronis” adalah mitos yang diciptakan situs berita ini. Kronis seperti merujuk ke makna aslinya adalah sesuatu yang sudah dalam tahap sangat berbahaya atau bahkan mendekati kematian. Tetapi fakta menujukkan penggunaan kata “kronis” adalah sesuatu yang sangat berlebihan. Artinya, benar adanya dunia penerbangan Indonesia ada yang salah, tetapi penggunaan kata “kronis” akan membuat kata ini menjadi mitos.

F. Sindonews.com

“Pelantikan Jokowi-JK Hapus Nuansa Kebencian”

Nuansa kebencian yang diungkapkan media ini sangat berlebihan, sepertinya pascapilpres, bangsa, pemimpin dan rakyat ini terjebak dalam kebencian. Padahal faktanya kebencian hanya segelintir saja yang tidak puas dengan hasil pilpres, beberapa waktu lalu. Persaingan sangat keras antara Jokowi-JK dan Prabowo-Hatta dalam pilpres 2014 seolah-olah menular dan menembus jiwa semua anak bangsa. Padahal hanya segelintir saja yang merasakan hal tersebut.

Penggunaan kata “nuansa kebencian” menjadi mitos yang berangkat dari makna dasarnya. Ketidakpuasan pasti ada dari sebuah proses politik dibelahan manapun, tetapi penggunaan kebencian terlalu diada-adakan. Tidak berpijak pada fakta pascapilpres semua stakeholderbangsa ini aman-aman saja. Antara Jokowi dan Prabowo tidak berselisih, mereka hanya berkompetisi, yag berselisih adalah pendukung keduanya. Tidak ada kebencian seperti dalam judul berita ini. Hanya tim sukses keduanya yang penuh dengan kebencian. Kebencian dalam berita ini adalah mitos.

Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian pada beberapa situs/laman berita di media online itu, ada beberapa temuan penelitian, antara lain :

  • Banyak Penggunaan Bahasa Dan Istilah Asing
  • Semuanya menggunakan bahasa asing yang sesungguhnya tidak perlu. Penggunaan bahasa asing bisa atau diperbolehkan dalam tulisan media dengan beberapa alasan. Antara lain tidak ada terjemahan bahasa indonesia yang tepat dari bahasa asing tersebut. Bahasa asing tersebut dipergunakan untuk menghindari kesalahpahaman. Factor lain banyaknya penggunaan bahasa asing dalam berita online adalah kemalasan wartawan menterjemahkan atau mencari padanan kata yang sama dalam bahasa indonesia. Hal yang tak kalah pentingnya bahasa asing sebagai pengaruh budaya popular biar disebut keren.
  • Narasumber Tunggal Dan Tidak Kompeten
  • Salah satu indicator jurnalisme prasangka adalah narasumber tunggal. Narasumber adalah elemen terpenting dari sebuah karya jurnalisme. Dengan narasumber tunggal dan tidak kompeten, jurnalisme bukan saja menjadi sebuah karya tidak bermutu tetapi juga ia juga berbahaya.
  • Penuh Prasangka Dan Tidak Ada Verifikasi Fakta
  • Kejujuran yang utama dari sebuah karya jurnalistik sedangkan verifikasi fakta yang menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel adalah jantung jurnalisme. Jika kejujuran dan veifikasi fakta sudah hilang dari sebuah karya jurnalistik, bisa dipastikan berita itu tidak memiliki orientasi dan bertujuan untuk kebenaran.
  • Nilai Kesejatian Pers
  • Pers adalah subsistem dari sebuah system pemerintah. Kelangsungan hidup pers bergantung pada system politik yang berjalan saat ini. Pers adalah lembaga independen yang tidak memihak kepada salah satu golongan ataupun pemerintah, tetapi berpihak kepada kebenaran informasi berupa fakta yang disampaikannya kepada masyarakat. Pers bukan pilar formal seperti yudikatif, eksekutif, dan legislative. Pers adalah sebagai pengontrol kinerja dan kebijakan 3 pilar formal negara. Pers bukan bagian dari pembagian kekuasaan dalam trias politika. Oleh sebab itu, pers idealnya tidak memihak kepada salah satu pihak. Pers itu independen dan imparsial, cenderung kepada kebenaran.
  • Objektivitas Versus Subjektivitas Media
  • Perspektif berita sebagai hasil rekonstruksi yang tidak mungkin sepenuhnya netral, objektif, dan berimbang adalah berangkat dari paradigma positivism. Menurut Everrest E. Dennis objektivitas dalam jurnalisme adalah kondisi yang mungkin dicapai. Sebaliknya, John C. Merril membantahnya. Objektivitas tidak mungkin terjadi (mustahil). Dengan kata lain pembaca , pemirsa, dan penonton menginterpretasikan pesan dan makna yang disampaikan media dengan penuh kepentingan, bukan kebenaran. Hal ini terjadi karena produksi pesan dan maknanya pun berbanding lurus dengan penerima dan pembacanya. Media jurnalisme memiliki agenda sendiri dan mandiri. Ia tidak berhubungan dengan kepentingan public.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun