Dari dua macam pilihan ini, bisa disimpulkan bahwa kontroversi maupun prestasi adalah dua hal yang bisa mendongkrak nama seseorang menjadi terkenal. Dan jalan yang dipilih Farhat Abbas sepertinya dengan memilih kontroversi sebagai jalan mendongkrak namanya, kenapa tak memilih jalan prestasi? tanya kenapa?
Andai saja dia benar-benar menginginkan menjadi pemimpin yang berdedikasi, maka jalan yang ditempuh untuk memuluskan jalan dia menjadi presiden, tidak serampangan seperti ini. Entah kalau hanya ingin menuai semacam eluh-eluh atau menikmati sorotan dari berbagai pihak, maka jalan seperti ini sangat mudah utuk ditempuh.
Nah, kembali ke tweet rasisnya mengenai anak-anak SBY yang mestinya menikah dengan orang Jawa asli sebelum menikahi orang non jawa, saya melihat ini bentuk rasisme sukuisme Farhat yang pemikirannya mirip Hitler, bahwa ras Arya adalah ras paling tinggi dibanding ras-ras yang lain. Demikian pula dengan isi tweet Farhat, memandang ras Jawa lebih ber'derajat' dibanding suku-suku lain di Indonesia.
Pemikiran seperti ini jika kemudian benar-benar dia terpilih jadi presiden, akan bagaimana nasib negeri ini yang sekarang sudah carut marut seperti ini? apakah pemikiran seperti Hitler akan kembali bangkit di Indonesia?Bisakah kita mengabaikan kicauan-kicauan seperti ini? apalagi oleh seorang yang bisa dibilang public figur, contoh masyarakat?
Saya disini tidak hendak mengajak pembaca untuk menghujat Farhat Abbas, tapi mengkritisi pemikirannya meski hanya berupa kicauan yang entah bersayap atau sekedar menarik perhatian publik, bahwa cara-cara seperti ini tidaklah etis untuk mencari dukungan publik.
Tidak saja itu, tapi juga bisa memecah persatuan dan timbulnya rasa perbedaan sosial yang bisa menimbulkan sakit hati bagi suku-suku lain yang merasa direndahkan.
Saya tahu bahwa pembaca sudah pintar memilah mana pemikiran sampah dan mana pemikiran yang layak di apresiasi, namun diluar sana? banyak masyarakat yang masih mudah terprovokasi. Jadi pemikiran seperti Farhat Abbas ini harus dikritisi dan kalau bisa, beliau bersedia memperbaiki caranya dalam menggalang simpatisme publik.
Meski bagaimanapun juga, hak orang untuk menyatakan pendapatnya lewat dunia maya, tapi disini kita bisa melihat, calon presiden muda ini memiliki pemikiran yang seperti apa, kalau saya melihatnya sih, dia masih belum cocok untuk menjadi presiden RI jika cara-caranya masih tak elegan seperti itu.
Entahlah jika menurut yang lain.Begitu saja, terimakasih sudah membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H