Setelah tanya sana-sini, berhenti karena tiba-tiba hujan turun, berhenti karena merasa di ikuti oleh bapak-bapak yang membawa rumput, melewati jalan berbatu, melewati desa-desa transmigran, akhirnya sampai di Curup Mangkok.Â
Curup itu memang seperti mangkok bulat dan dibagian tepi ditengah-tengah kolam itu ada air terjun yang tidak terlalu tinggi, aliran airnya tidak terlalu deras tapi jernih dan dingin. Cocok untuk tempat berenang. Sebenarnya perjalannan menuju ke Curup Mangkok tidak akan sampai memakan waktu tiga jam.Â
Memakan waktu tiga jam lamanya karena kami sering berhenti, berhenti karena kami melewati pemandangan khas pedesaan yang membuat kami terpaksa berhenti. Tidak jauh dari Curup Mangkok ada Curup Embun. Setelah beberapa kali nyasar, buka Google Maps gagal karena jaringan tidak memadai, langit sudah mulai hitam, udara sudah dingin teman saya tetap kekeh harus ke Curup Embun bagaimanapun caranya. Katanya kalau tidak ke Curup Embun saat itu juga nanti dia akan menyesal setelah sampai di Jakarta. Dramatis banget ya .
Pukul empat sore kami tiba di Curup Embun, ucapan selamat datang dari aliran air dan embun-embun di pucuk daun membuat saya dan teman saya senang bukan kepalang.Â
Teman saya langsung mengeluarkan Smartphonenya dan langsung membungkus smartphonenye dengan Waterproof phone bag. Takut basah katanya. Langsung dia merekam debit aliran Curup yang mengeluarkan embun itu.
Di hari terkahir jalan-jalan dadakan itu kami memutuskan untuk menginjakan kaki di Curup ibu kota Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu. Curup merupakan daerah penghasil beras, kopi dan sayur- mayur yur. Udaranya bersih dan sejuk, khas daerah yang dekat dengan perbukitan.Â
Mengunjungi  Pemandian Air Panas Suban dan Air Terjun Bercabang Dua kami harus mengeluarkan uang lima belas ribu per orang untuk masuk kesana.Â
Sumber air panasnya sudah dibuat kolam renang modern jadi saya bisa berenang. Itung-itung mengobati rindu setelah lama absen berenang. Habis wara-wiri di kolam renang air panas kami berjalan sekitar kurang lebih dua ratus meter lagi untuk mencapai air terjun bercabang dua. Tidak banyak pengunjung hari itu, karena cuaca mendung teman saya cepat-cepat mengajak  pergi, seram katanya.  Â
Hari terakhir jalan-jalan saya akhiri dengan pulang kemalaman dan makan gorengan dipinggir jalan karena kelaparan. Jalan-jalan dadakan waktu itu membuat saya berpikir ulang untuk galau karena lamaran pekerjaan saya tak kunjung membuka jalan.