Dulu aku pikir masa terberat ialah ketika tamat SMA (Sekolah Menengah Atas) Â bingung mau lanjut kuliah dimana. Maklum bensin/uang untuk lanjut kuliah pas-pas-san diperparah dengan keadaan dari pelosok desa yang buta informasi plus otak gak cair-cair amat. Waktu itu hanya bermodalkan tekat dan niat tulus untuk belajar serta dukungan orang tua .
Berkat tiga musabab itulah dua bulan sebelum seleksi masuk perguruan tinggi saya jungkir balik belajar siang dan malam, segala jenis buku dari kelas satu sampai kelas tiga SMA saya pelajari. Melihat saya jungkir balik belajar siang dan malam ibu saya iba, beliau menegur "Belajar boleh nak, tapi jaga kesehatan juga, nanti kalau sakit duluan gimana? gak jadi tes toh" benar juga pikirku.
Kala itu teman-teman saya pergi ke Palembang, Ibu kota provinsi Sumatera Selatan untuk ikut les persiapan masuk perguruan tinggi negeri dulu namanya SBMPTN (seleksi bersama masuk perguruan tinggi negeri). Â Dipelosok desa saya belajar sendiri, untuk les ke ibu kota provinsi tidak ada piti, padahal sih kepengen banget heheh.Â
Tidak apa pikirku walaupun tidak bisa les, toh kan saya ada buku dan catatan yang buanyak . Hebat benar kalau saya sudah paham semua buku dan catatan sampa-sampai habis bahan pelajaran dan harus ke ibu kota provinsi untuk mencari bahan ajar, untuk hal ini saya mencoba berbesar hati. Walaupun pada akhirnya saya jadi juga ke ibukota provinsi tapi bukan untuk les susulan melainkan untuk menguji hasil saya jungkir- balik belajar siang dan malam, untuk tes SBMPTN.
Pagi-pagi  buta saya sudah kalang kabut "hari ini pengumuman" . Pengumuman hasil jungkir balik belajar malam dan siang, waktu itu pikiran ku sudah menjalar kemana-mana. Sambil menjalankan motor menuju warnet untuk melihat hasil pengumuman SBMPTN , saya sudah menanyakan hal-hal yang tidak-tidak, persis seperti pertanyaan seorang yang putus asa sebelum berjuang.
bagaimana kalau saya tidak lulus?
Kalau tidak lulus saya harus bagaimana?
Bekerja, siapa yang mau menerima?
Nyogok, mau disogok pakai apa?
Dan alhamdulilah hasil  belajar jungkir balik siang dan malam itu berbuah, saya dinyatakan LULUS masuk salah satu universitas tinggi negeri.
Singkat cerita saya lulus kuliah pas empat tahun dan setelah lulus itu kenyataan hidup menghantam saya lagi, dan kali ini hantamannya lebih berat . Lebih berat daripada ketika saya bingung mau masuk perguruan tinggi mana, kali ini saya harus bertarung untuk bekerja. Setelah beberapa bulan menjadi pengangguran, akhirnya saya diterima di CV Swasta .