Alasan kedua, beberapa PTS yang dikelola oleh masing-masing penyelenggara tidak memiliki kemampuan lagi baik secara akademik dan non akademik dalam penyelenggaraan program studi yang dimilikinya, namun kemampuan tersebut akan tumbuh dan berkembang apabila dilakukan penggabungan beberapa PTS tersebut menjadi 1 (satu) PTS baru di bawah pengelolaan Badan Penyelenggara yang baru.
Kemampuan di bidang akademik meliputi penetapan norma dan kebijakan operasioanl serta pelaksanaan Tridharma PT yakni pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Sementara kemampuan di bidang nonakademik meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan  organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan dan sarana prasarana. Hal ini sesuai dengan pasal 64 UU RI No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Dari dasar pertimbangan dan kedua alasan penetapan Permenristekdikti no. 3 Tahun 2018 di atas, kita memiliki gambaran secara umum demikian bahwa alasan penetapan Permenristekdiki tentang merger ini adalah untuk penguatan perguruan tinggi swasta dengan syarat PTS-PTS yang ingin merger memiliki visi yang sama dan PTS-PTS tersebut tidak memiliki kemampuan lagi baik secara akademik dan nonakademik.
Dengan demikian untuk sementara kita dapat meluruskan opini publik yang keliru atas tafsir pernyatanaan Sesditjen dikti Kemendikbud-Ristek yang berharap kesediaan PTS dengan mahasiwa di bawah 1000 perlu dimerger. Â
Permenristekdikti No. 3 tahun 2018 tidak secara eksplisit mewajibkan perguruan tinggi dengan mahasiswa dibawah 1000 perlu dimerger. Â Permenristekdikti No. 100 Tahun 2016 sebagai dasar pertimbangan permenristekdikti tentang merger pun tidak mewajibkan jumlah mahasiswa harus 1000 untuk penyelenggaraan PTS.
Hal yang sama ditegaskan dalam Permendikbud No 7 Tahun 2020 tentang Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Negeri dan Pendirian, Perubahan, Pembubaran Perguruan Tinggi Swasta. Naskah peraturan menteri ini tidak mewajibkan setiap PTS harus memiliki jumlah mahasiswa tertentu pada saat pendirian atau  setelah empat tahun beroperasi apalagi ditetapkan harus 1000 mahasiswa.
Maka opini perguruan tinggi di bawah 1000 mahasiswa ingin dibina dengan merger harus diluruskan. Wacana ini tentu sangat merugikan PTS dengan jumlah program studi yang terbatas karena aturan memperbolehkan.
Misalnya, jenis PTS yakni Sekolah Tinggi atau Akademi sudah bisa menyelenggaraan Pendidikan Tinggi dengan minimal satu program studi, di mana rasio dosen tetap 6 orang. Nisbah (rasio) satu dosen berbanding maksimal 45 mahasiwa untuk rumpun ilmu sosial, agama (noneksata), sedangakan untuk rumpun ilmu alam atau eksata 30 mahasiswa.Â
Hal ini berarti bahwa jumlah mahasiswa  270 sudah mencapai ambang batas maksimal rasio dosen dengan mahasiswa untuk satu program studi. Prinsipnya adalah semakin sedikit mahasiswa semakin sehat nisbah dosen terhadap mahasiswa.  Maka dengan 6 dosen tetap seharusnya PTS hanya boleh menyelenggarakan pendidikan tinggi dengan maksimal 270 mahasiswa. Tidak boleh lebih. Bagaimana jika PTS dengan satu program studi diharuskan memiliki 1000 mahasiswa padahal jumlah dosen tetapnya hanya 6 orang?
Berdasarkan Permenristekdikti yang telah ditetapkapkan, merger PTS di bawah 1000 mahasiswa tidak bisa dijalankan. Selain bertolak belakang dengan batas nisbah dosen dan mahasiswa, batas ketentuan jumlah minimum mahasiswa untuk satu PT tidak pernah ditetapkan secara sah dalam aturan hukum dan Permenristekdikti No. 3 Tahun 2018 tentang merger tidak mewajibkan PT dengan jumlah mahasiswa di bawah 1000 orang untuk merger.
Sesditjen Dikti Kemendikbud-Ristek perlu meluruskan wacana PT di bawah 1000 mahasiswa ingin dibina atau dimerger karena merugikan kampus-kampus di masa penerimaan mahasiswa baru tahun akademik 2021/2022.