"10ribu de..." mamang bakso itu kemudian menyahuti.
" nih mang uangnya" (sambil menjulurkan uang merah bergambar Sultan Mahmud Badaruddin)
" makasih yaaa de"
"iya sama-sama" tutup ku sambil bergegas meninggalkan mamang bakso itu menuju kos untuk melanjutkan perjuangan 10M.
Sesaimpainya di kos. Kubuka pintu kamarku, Ku nyalakan laptop lalu duduk nyaman didepannya untuk kemudian bermain poker lagi.
10 menit berselang...
Kondisi: Begitu cepatnya chipsku bertambah dari 7M kini 13M (melebihi target awal). Dengan harapan bisa lebih dari itu aku tetap memainkannya.
15 menit selanjutnya...
kondisi: Chipsku turun lagi menjadi 8M. Menyesal tentunya! (kenapa tadi enggak berhenti), marah (dengan renungan khasnya "aku iki kok goblok yooo?"), dongkol ( dengan alasan: giliran kartuku bagus musuhku ga ikut bertaruh). Tak jarang pula umpatan-umpatan tanda kekesalan bersautan dari mulutku yang tak tau dosa ini.
20 menit kemudian: Seisi kebun binatang telah ku sebutkan. Marah, sedih, menyesal atau apalah itu kini sudah tiada guna lagi. Yang tersisa hanya sebait puisi ini yang kutuliskan dikala kerakusan membawaku pada lembah penyesalan.
Berawal dari pengetahuanku akan dosa
kukayuh anganku pada lembah dusta
tegap berkata aku ini hidup
biarlah lain dari aku mati menguncup
Puisi yang buruk, bahkan sangat-sangat buruk secara bahasa, arti maupun maknanya. "Itulah aku!" 'Aku' yang hanya memperdulikan diri sendiri. 'Aku' yang rakus. 'Aku' yang menghalalkan segala cara. 'Aku' yang membodohi diri sendiri dan tak menutup kemungkinan membodohi orang banyak. Satu yang ku tau kini, NIKMAT ITU (hasil dari dosa) HANYA SESAAT.
* Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan cerita, nama tokoh atau apapun. Mohon maaf saya haturkan. Akhir kata, tulisan ini ku persembahkan untuk orang-orang terdekatku dan para wakilku.