Mohon tunggu...
ELPIDA YANTI
ELPIDA YANTI Mohon Tunggu... Guru - Guru

Menulis adalah salah satu cara mengungkapkan isi hati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Arti Diriku bagi Dirimu

25 Februari 2023   14:36 Diperbarui: 25 Februari 2023   14:43 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setelah dia selesai makan malam dan memegang gawai kesayangannya, aku hampiri suamiku dan kubahas kembali masalah pesan mertua dan adiknya. Dia diam. Aku semakin tak puas dengan diamnya. 

"Jika Abang tidak bisa berdiri dipihakku untuk membela, sepertinya sia-sia aku menjadiknmu suamiku, Bang. Mungkin lebih baik kami ditinggal sendiri, agar tak ada beban dihatiku." 

Suaraku bergetar mengutarakannya. Aku tidak siap kehilangan suamiku, tetapi aku juha tak sanggup jika keluarganya terus menekanku dan dia tak berbuat apa-apa. Aku pasrah dengan keputusannya. Walau terasa sakit, tapi aku tidak mau berada dalam masalah yang tak menentu ini. 

"Kamu jangan bilang begitu dong, kita punya anak. Dia yang akan menjadi korban keegoisan kita. Jangan korbankan dia." Suamiku menjawab dengan nada sendu. "Aku juga serba salah dalam posisi ini, mana yang akan aku bela, disatu sisi mamaku adalah orang yang takkan bisa kuabaikan,....."

"Lalu kami bisa saja diabaikan, tak perlukah kamu membela aku sedikit saja, Bang. Apa aku ini pantas diperlakukan begini? Kau anggap apa aku ini, Bang? Apa arti diriku bagimu, Bang!" Ku potong langsung kata-katanya. Dadaku mendidih rasanya. Seolah kami ini tak ada nilainya bagi dia. Air hangat mulai mengalir di pipiku. Aku tak mampu lagi menahan tangis. 

Dia mendekatiku dan merengkuhku dalam dekapannya. Kucoba meronta, tetapi tenagaku kalah kuat darinya. Akhirnya aku mengalah dan membiarkan dia memelukku erat. Lama sekali kami dalam posisi itu. Sampai suara anak kami yang masih bayi menyadarkan kami. Ternyata anakku haus, segera ku susui dia. Kucoba untuk menahan air mata. Sungguh hatiku sangat gundah.


"Yul, jangan salah paham sama abang, abang tidak mau meninggalkan kalian. Abang sangat menyayangi kalian. Tak ada niat untuk melepaskan kalian dari tanggung jawab," Bang Adi mencoba untuk menghiburku. "Ya, sudah. Mulai besok aku tidak akan ke rumah mama lagi dan akan ku abaikan saja permintaannya. Biarkanlah mereka mengurus kepenetingannya masing-masing. Abang hanya akan mengurus kalian saja," lanjutnya.

"Aku bukannya melarang abang untuk mampir ke rumah mama atau membantu mama, Bang. Ababng tak boleh menjauhi keluarga abang.  Aku hanya keberatan jika untuk hal remeh saja harus abang juga yang urus. Contohnya, masalah kiriman Bang Ihsan. Kan kak Fira bisa membuat rekening sendiri dan pegang ATM sendiri. Gak susah kok. Kenapa harus abang? Gak tahu waktu lagi, mau hujan atau waltu malam dia gak pernah peduli, selalu membebani abang. Aku hanya ingin abang tegas, itu saja kok. Ada yang memang harus abang urus dan ada yang harus abang abaikan."

Mulutku seakan tak bisa berhenti bicara. Penuh sudah hatiku, sesak dadaku karena aku seperti tak punya suami. Aku hanya ingin semua orang mengerti bahwa tak semua hal harus merepotkan suamiku karena kami juga butuh dia. Dan aku hanya ingin suamiku mengambil sikap agar bisa memilah mana yang harus dibantu dan mana yang bisa diabaikan. 

"Ok, aang akan sampaikan semua mau mu sama mama dan saudara abang. Kamu jangan pernah lagi minta pisah, abang tak sanggup," jawabnya tegas. Itu yang aku butuhkan. 

Kembali suamiku memelukku, memberikan rasa tenang dalam hatiku. Aku ingin kembali percaya bahwa aku bisa mengharapkan suamiku sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun