"Namaku Yuni, Nek," jawabnya malu-malu. Bu Tini tersenyum bahagia.
"Aku Yogi dan ini adikku Yuda, Nek." Jawaban lugas Yogi juga disambut gembira oleh sang nenek.
Akhirnya Bu Tini membawa ketiga cucunya dan Yuna masuk. Di dalam rumah Yuna bertemu dengan kakak perempuan satu-satunya yang tinggal bersama ibu. Santi namanya. Tetapi sambutannya tak segembira bu Tini. Justru sambutan Santi terkesan dingin dan tak mengharapkan Yuna pulang.
"Masih ingat pulang, kamu Yun? Mau berapa lama kamu di sini?" cecarnya. Tak ada basa basi menanyakan kabar adiknya yang telah lama tak pulang. Nadanya ketus dan sinis.Â
"Gak lama kok, Kak. Aku hanya kangen sama ibu dan ingin ziarah ke makam bapak juga," jawab Yuna. Rasa bahagia yang tadi sempat meluap dalam hatinya, perlahan hilang tergerus rasa was-was, karena ucapan sang kakak.
"Baguslah..., anakmu juga banyak. Lumayan susah ngasih makannya." Deg! Mulut Santi yang seperti mobil rem blong itu, tak perduli jika adiknya akan terluka. Yuna hanya tersenyum tipis.Â
"Sudah..., sudah..., adikmu baru saja datang. Malah direcoki macam-macam." Ibu berusaha menghentikan mulut Santi yang seperti meriam itu. "Ayo, Nak. Bawa anak-anakmu ke kamar dulu istirahat. Kamu bisa pakai kamar ibu, ya."
Dengan anggukan Yuna kembali menyeret kopernya. Dia sempat melirik ke arah kakaknya yang sepertinya tak senang dengan kehadirannya. Di dalam hati Yuna ada sedikit penyesalan pulang kampung. Tak pernah terbayangkan kakak kandungnya akan menganggapnya seperti orang lain. Tetapi kerinduan kepada ibu dan keinginan untuk ziarah ke makam bapak membawa langkahnya pulang.Â
Yuna menghela nafasnya yang terasa berat. Dipandanginya ketiga anaknya yang mulai rebahan di atas kasur ibu. Tampak kelelahan di wajah mereka. Tetapi nampaknya mereka takkan bisa lama di kampung. Yuna segera berfikir untuk secepatnya kembali. Â Yah! Harus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H