Kini usia ku sudah memasuki 33thn, hal yang paling aku tidak sukai adalah ketika banyak mulut membisiki telingaku, menampar hatiku, dan meremukkan jantungku. Dengan bertanya kepadaku “kapan kamu menjalankan sunnah rasul?, apa kamu tidak takut menjadi perawan tua?”, ya tuhan sungguh kata-kata itu berulang kali memasuki telingaku, hingga terkadang itu sudah menjadi hal yang biasa bagiku, tapi kenapa hatiku terus memberontak dengan hal itu. Mulut ku beku dan tak mampu ku kendalikan hanya satu kalimat yang mampu aku ucapkan ketika ada yang menanyakan hal itu “ aku masih istikomah dalam istiharohku”.
Pagi itu, ku isi dengan kebiasaanku, membaca Koran sambil menikmati hangatnya teh manis buatan ibuku, sambil terseyum ibu mendekatiku, dan melontarkan kata padaku.
“nak, kapan mau menjalankan sunnah rasul?, kamu itu dosen, cantik, sudah memiliki rumah sendiri, sudah hajji, dan tentu usia mu sungguh sudah matang untuk menjalankannya, namun mengapa kau masih menundanya?, apa alasanmu nak, kamu anak tertua dari 5bersaudara, semua adikmu sudah menikah dan bahagia dengan pilihannya masing-masing, katakan nak, laki-laki yang seperti apa yang mampu meluluhkan hati mu?, bapak ibu sudah sangat lelah mendengarkan kicauan tetangga”
Sungguh kata-kata ibu menamparku, membekukan hatiku, semua terasa tidak enaka, Tuhan apa salahku, mengapa seperti ini jalan hidup yang kau takdirkan kepadaku. Tanpa ingin menyakiti hati orang yang sangat menyanyangiku, dan merawatku dari kecil sampai sekarang, ku rangkai kata dan sungguh dengan hati-hati ku katakana padanya, yang sepertinya sangat menunggu jawabnku.
“bu, bukannya aku menunda, atau tidak ingin menjalankan sunnahNya, namun aku tidak kuasa melawan takdirku, aku masih tetap istikomah dalam istiharohku, bu ibu tahu kan Allah tak pernah tidur?” ku pandangi matanya dalam-dalam, ia hanya menganggukkan kepala, namun masih banyak pertanyaan dalam raut wajahnya, ku lanjutkan ucapan ku itu.
“bu, aku yakin Allah akan mengirimkan laki-laki yang baik untukku, namun aku pun tak mengerti dan tak tahu kapan. Bu aku selalu berdo’a kepadaNya, bukan kah jodoh bukan manusia yang menentukannya tapi hanya sang Maha pecinta, dan manusia itu hanya mampu berusa, dan tentu saja bu, aku sudah berusaha, bu jangan dengarkan kata-kata orang, biarkan mereka berkata sesuka hati mereka, ibu anggap saja itu angin lalu, dan masalah adik-adik ku, aku bahagia melihat mereka bahagia, tak apa bu, aku yakin Tuhan tak akan menguji hambanya jika hambanya tidak mampu menjalankan ujiannya.”
“iya sudah nak, ibu tidak bisa memaksakan kehendak, ibu hanya ingin mengingatkanmu, agar kamu tidak lupa, dengan kewajibanmu ini, ibu, bapak sangat menyanyangimu nak”
Kua nggukkan kepalaku, namun masih saja banyak pertanyaan yang ku temui dalam wajah ibu ku ini, mengapa ibu tak pernah mau mengerti dengan keadaanku Tuhan,.
“bu, hari ini aku mau ke kampus lebih awal, karena hari ini perkenalan dosen dengan mahasiswa baru” segera ku tinggalkan sosok ibu, ya tuhan hatiku terus memberontak, ma’afkan aku ibu..
–
Suasana kampus mampu sedikit menghapus luka dalam hatiku, inilah rumah kedua ku, dimana aku merasa nyaman dan tenang, meski masih ada yang selalu menanyakan statusku. Tiba-tiba seorang menabrakku sungguh kuat sehingga buku-buku ku terjatuh,..