Era VUCA adalah suatu keadaan yang Volatile (berubah sangat cepat), Uncertain (tidak menentu), Complex (majemuk), dan Ambiguos (tidak jelas). Berdasarkan studi oleh Soraya, dkk (2022) bahwa pada era VUCA, pemimpin dituntut bersikap fleksibilitas, berfikir jauh ke depan dan tangkas, kreatif dan inovatif, dan berfikir analitis serta berintegrasi dalam semua aspek lingkungan kerjanya.
Bersikap fleksibilitas artinya pemimpin mampu beradaptasi dengan perubahan yang cepat dan mengadopsi tindakan yang tepat. Hal ini mengindikasikan jawaban terhadap Volatility. Dibutuhkan pemimpin yang mampu berfikir terbuka dan jauh ke masa depan serta merespon dengan tangkas, baik melalui pengambilan keputusan atau tindakan, sehingga hal ini harus diterapkan saat ada kejadian tidak diprediksi (Uncertainty). Untuk menghadapi Complexity, maka pemimpin harus berupaya mensintesiskan info dengan cepat serta efektif dari kompilasi data yang terdapat serta dapat menginterpretasikan secara cermat, kreatif, dan bervariasi. Begitu pula pada keadaan Ambiguity, maka pemimpin harus menggabungkan keterampilan analitis dan integrasi mereka untuk menarik konklusi yang kohesi (Soraya, dkk, 2022).
Sementara itu, Era Society 5.0 atau Revolusi Industri 5.0 mengacu pada peningkatan digitalisasi dan otomatisasi dalam bidang produksi dan industri dengan menggabungkan cara kerja manusia dan teknologi dalam mengembangkan sistem yang lebih adaptif dan responsif terhadap perubahan lingkungan produksi. Yadav, et al. (2023) menyatakan bahwa Era Society 5.0 ditandai dengan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI), rekayasa genetika, teknologi nano, mobil otomatis, dan inovasi. Namun, institusi pemerintah dapat menggunakan Society 5.0 dalam rangka peningkatan SDM dan pelayanan publik. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan akuntabilitas, efisiensi, dan transparansi administrasi, serta tata kelola pemerintahan yang lebih baik oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Pada era ini, seorang pemimpin diharapkan dapat mengefisiensikan dan mengefektivitaskan pelayanan publik, mendorong inovasi, meningkatkan transparansi, menaikkan partisipasi masyarakat, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Kepemimpinan Adaptif Digital sebagai Model Kepemimpian Ideal Bagi Pimpinan Dualisme Jabatan di Era VUCA dan Society 5.0
Pemimpin dengan dualisme jabatan akan sangat mempengaruhi kinerja 2 (dua) atau lebih organisasi dibawahnya, sehingga harus dicermati gaya kepemimpinan apa yang dapat meminimalisir kerugian pada organisasi dimaksud.
Beberapa gaya kemimpinan yang telah dikenal diantaranya adalah kepemimpinan adaptif. Kepemimpinan adaptif adalah kepemimpinan yang menyesuaikan diri dengan berbagai kondisi dan situasi serta tidak mengenal sistem senioritas dalam organisasi. Terdapat 4 (empat) dimensi kepemimpinan adaptif yang selaras untuk menghadapi tantangan di Era VUCA, yaitu (1) Navigate the business environment, (2) Leading with emphaty, (3) Learning through self-correction, dan (4) Creating win-win solutions.
Navigate the business environment, artinya pemimpin mampu menguasai ketidakpastian dan mengadopsi pendekatan baru jika tetap ingin eksis dalam kondisi yang bergejolak. Dimensi ini digunakan untuk menghadapi keadaan "Uncertainty". Sementara itu, Leading with emphaty, artinya pemimpin mampu menciptakan rasa memiliki 1 (satu) tujuan yang sama dan mengelolanya melalui pengaruh. Dimensi ini digunakan untuk menghadapi keadaan "Complexity". Learning through self-correction, artinya pemimpin mampu mendorong upaya percobaan baru hingga mendapatkan hasil yang baik. Dimensi ini digunakan untuk menghadapi keadaan "Ambigue". Sementara itu, Creating win-win solutions, artinya pemimpin fokus pada keberhasilan yang terus menerus bagi organisasi. Dimensi ini digunakan untuk menghadapi keadaan "Volatility".Â
Dari www.selfgrowth.com, diketahui bahwa karakteristik pemimpin yang adaptif digambarkan dengan (1) Berfikir dan bertindak strategis untuk mempengaruhi lingkungan; (2) Bersifat proaktif, mampu memprediksi peluang dan merancang pemikiran untuk memanfaatkan peluang; (3) Multi perspektif dalam pengambilan keputusan; (4) Mengedepankan kreativitas dalam mengembangkan solusi; (5) Mampu melakukan transformasi struktural dan kultural sehingga mampu beradaptasi dengan perubahan; (6) Sensitif terhadap tuntutan jaman; (7) Berani mengambil risiko; dan (8) Sangat menghargai inovasi dan personal.
Hal yang perlu dilaksanakan untuk menjalankan kepemimpinan yang adaptif adalah sebagai berikut. Pertama, memetakan stakeholder, untuk mengetahui stakeholder mana saja yang akan terlibat langsung dalam sebuah program. Kedua, mengidentifikasi penggerak atau pelopor di kelompok masyarakat yang berorientasi kepentingan umum, memiliki komunikasi yang baik, serta diterima oleh masyarakat. Ketiga, mengajak masyarakat berpartisipasi aktif melalui pelaporan, pengaduan, serta penilaian kerja pemerintah.
Sementara itu, kepemimpinan digital adalah kepemimpinan dengan memanfaatkan teknologi digital untuk mewujudkan tercapainya tujuan transformasi digital (Mwita & Joanthan, 2019). Studi oleh Tangi, et al. (2021) menunjukkan bahwa teknologi digital telah mengubah sektor publik dengan memengaruhi aplikasi, proses, budaya, struktur, dan tanggung jawab serta tugas pegawai negeri. Sehingga, model kepemimpinan ini memungkinkan OPD untuk mendigitalkan lingkungan kerja dan budaya kerja mereka (Sagbas & Erdogan, 2022).