Mohon tunggu...
eloknurrahmatillah
eloknurrahmatillah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa semester 5

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Krisis Identitas di Era Digital: Bagaimana Media Sosial Membentuk Persepsi Diri Generasi Z

16 Desember 2024   15:03 Diperbarui: 16 Desember 2024   14:12 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PENDAHULUAN

Di era digital ini, kehadiran media sosial telah mengubah cara berinteraksi dan membentuk identitas diri, terutama bagi Generasi Z. Generasi yang lahir antara 1997 dan 2012 ini tumbuh di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, yang memungkinkan mereka untuk mengakses berbagai informasi, berinteraksi dengan orang lain dari seluruh dunia, dan membentuk citra diri mereka secara virtual. Media sosial, yang menjadi bagian integral dari kehidupan mereka, memiliki pengaruh yang besar dalam membentuk persepsi diri mereka, baik dalam hal positif maupun negatif. Dalam konteks ini, krisis identitas seringkali menjadi isu utama yang dialami oleh banyak individu dalam generasi ini. Krisis identitas di kalangan Generasi Z sering kali berkaitan dengan ketidakjelasan dalam mengenali siapa mereka sebenarnya, yang diperburuk oleh tekanan sosial yang hadir di dunia maya.

Menurut Mahmud (2024), krisis identitas di kalangan Generasi Z sering dipahami sebagai fenomena patologi sosial yang muncul akibat pengaruh media sosial. Media sosial, dengan kemampuannya untuk menghubungkan individu secara global, juga menciptakan ruang bagi pembentukan standar sosial yang tidak realistis, seperti citra tubuh ideal, gaya hidup mewah, dan pencapaian pribadi yang sering diperlihatkan secara berlebihan oleh pengguna lainnya. Hal ini menciptakan perbandingan sosial yang merugikan, di mana individu merasa tertekan untuk memenuhi ekspektasi yang seringkali tidak dapat dicapai. Fenomena ini menjadi lebih nyata ketika individu mulai merasa bahwa identitas mereka dibentuk berdasarkan pengaruh luar, bukan dari pemahaman diri yang lebih dalam.

Sementara itu, Fakhruddin dan Dewi (2023) menyatakan bahwa krisis identitas pada Generasi Z dapat diperburuk oleh kurangnya pemahaman akan pentingnya pendidikan kewarganegaraan yang memberikan dasar yang kuat dalam memahami siapa diri mereka dalam konteks sosial yang lebih luas. Pendidikan yang memperkenalkan nilai-nilai kewarganegaraan dapat membantu mereka untuk mengatasi kebingungannya mengenai identitas sosial mereka dan memberi mereka perspektif yang lebih jelas dalam menghadapi tantangan kehidupan di dunia digital. Dalam hal ini, peran pendidikan dalam memberikan pemahaman tentang jati diri dan tanggung jawab sosial sangat penting agar mereka tidak terjebak dalam konstruksi identitas yang dangkal.

Proses pembentukan identitas di dunia digital sangat dipengaruhi oleh media sosial yang memungkinkan remaja untuk membangun citra diri yang dapat dilihat oleh banyak orang. Akbar dan Faristiana (2023) menyatakan bahwa media sosial, terutama platform seperti Instagram, memainkan peran penting dalam membentuk identitas diri remaja. Di platform ini, remaja sering kali memamerkan berbagai aspek kehidupan mereka, baik itu tentang penampilan, prestasi, hingga gaya hidup. Hal ini memungkinkan mereka untuk membentuk citra diri yang diinginkan, namun juga dapat menimbulkan rasa tidak aman ketika identitas yang ditampilkan tidak sesuai dengan kenyataan. Pengaruh ini tidak hanya terjadi dalam aspek penampilan, tetapi juga dalam hal nilai dan keyakinan pribadi, yang semakin dipengaruhi oleh tren dan opini yang berkembang di dunia maya.

Perubahan sosial yang cepat di dunia digital ini juga mempengaruhi cara remaja memandang dirinya. Menurut Nurmansyah (2024), media sosial sangat mempengaruhi persepsi diri remaja, terutama dalam hal penilaian sosial dan pengakuan dari orang lain. Proses validasi diri melalui like, komentar, dan followers menciptakan ketergantungan pada pengakuan eksternal yang pada gilirannya dapat mempengaruhi harga diri dan kesejahteraan mental mereka. Remaja yang merasa kurang mendapat perhatian atau pengakuan di media sosial mungkin mengalami penurunan rasa percaya diri dan kebingungannya tentang identitas diri mereka.

Fenomena krisis identitas ini juga berhubungan dengan masalah kesehatan mental. Waney, Kristinawati, dan Setiawan (2020) menunjukkan bahwa penerimaan diri dan mindfulness menjadi faktor penting dalam mengatasi tekanan yang ditimbulkan oleh media sosial. Mereka menemukan bahwa remaja yang lebih mampu menerima diri mereka sendiri dan memiliki kesadaran diri yang baik cenderung lebih tahan terhadap pengaruh negatif dari media sosial. Sebaliknya, remaja yang tidak dapat menerima diri mereka dengan baik lebih rentan terhadap krisis identitas dan masalah kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi.

Selain itu, Nugraeni (2024) berpendapat bahwa media sosial juga berperan dalam pembentukan identitas sosial anak muda, yang sering kali dipengaruhi oleh kelompok referensi yang ada di dunia maya. Remaja sering kali membentuk kelompok sosial berdasarkan kesamaan minat atau pandangan hidup yang mereka temukan di media sosial. Dalam kelompok ini, mereka merasa diterima dan dihargai, namun di sisi lain, kelompok ini juga dapat mempengaruhi pembentukan identitas mereka secara kolektif, yang kadang bertentangan dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu tersebut.

Tidak hanya itu, dampak negatif dari media sosial juga dapat terlihat pada kesehatan mental remaja. Sitompul (2024) mengungkapkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat memengaruhi persepsi diri dan kesehatan mental remaja, dengan meningkatkan kecemasan dan perasaan terisolasi. Dalam banyak kasus, remaja merasa tertekan untuk selalu tampil sempurna dan memenuhi ekspektasi sosial, yang sering kali tidak sesuai dengan kenyataan. Hal ini dapat menyebabkan kebingungan identitas dan penurunan harga diri.

Pentingnya pembentukan identitas yang sehat di era digital ini menjadi tantangan besar bagi generasi muda. Regita, Luthfiyyah, dan Marsuki (2024) menekankan bahwa media sosial bukan hanya alat untuk berinteraksi, tetapi juga sarana untuk membentuk persepsi diri dan identitas sosial. Mereka menemukan bahwa pengaruh media sosial terhadap identitas diri sangat kuat, terutama di Indonesia, di mana remaja sering terpapar pada berbagai nilai budaya dan norma sosial yang berbeda-beda. Hal ini menciptakan kebingungannya dalam menentukan siapa mereka sebenarnya.

Dalam menghadapi krisis identitas ini, beberapa pendekatan dapat dilakukan untuk membantu Generasi Z agar tidak terjebak dalam pengaruh negatif media sosial. Pujiono (2021) mengungkapkan bahwa media sosial dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembelajaran bagi generasi muda, yang memungkinkan mereka untuk memperluas wawasan dan meningkatkan pemahaman diri. Melalui pemanfaatan media sosial secara bijak, remaja dapat membentuk identitas yang lebih sehat dan lebih percaya diri tanpa harus terjebak pada standar yang tidak realistis.

Patimah dan Herlambang (2021) menambahkan bahwa untuk mengatasi dekadensi moral yang diakibatkan oleh media sosial, pendekatan pendidikan nilai-nilai kehidupan (Living Values Education) dapat menjadi solusi. Pendidikan yang mengajarkan nilai-nilai seperti toleransi, kejujuran, dan penghargaan terhadap keberagaman dapat membantu remaja dalam menemukan jati diri mereka yang sesungguhnya tanpa harus terpengaruh oleh tren dan opini yang berkembang di dunia maya.

Secara keseluruhan, media sosial memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk identitas diri Generasi Z. Meskipun dapat memberikan banyak manfaat, penggunaan media sosial yang tidak bijak dapat menyebabkan krisis identitas yang berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan remaja. Oleh karena itu, penting bagi generasi muda untuk memahami dampak dari media sosial terhadap diri mereka, serta mengembangkan kesadaran diri dan penerimaan diri yang sehat untuk mengatasi tantangan yang muncul di era digital ini.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah studi pustaka, yang mengandalkan kajian terhadap berbagai literatur yang relevan untuk memahami fenomena krisis identitas di era digital, khususnya yang dialami oleh Generasi Z akibat pengaruh media sosial. Studi pustaka merupakan pendekatan yang efektif untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai topik yang diteliti tanpa memerlukan pengumpulan data langsung dari subjek penelitian. Dalam hal ini, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji berbagai sumber tertulis, seperti artikel ilmiah, buku, jurnal, laporan penelitian, dan sumber online lainnya yang membahas mengenai identitas diri, media sosial, dan dampaknya terhadap psikologi generasi muda.

Proses pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri berbagai pustaka yang relevan dengan topik krisis identitas dalam konteks digitalisasi dan media sosial. Literasi yang dikaji mencakup kajian teori mengenai pembentukan identitas diri, teori-teori psikologi terkait persepsi diri, serta pengaruh media sosial terhadap pembentukan identitas remaja. Selain itu, artikel ini juga mencakup studi mengenai dampak negatif dan positif dari media sosial terhadap kesehatan mental dan kesejahteraan remaja, serta bagaimana teknologi informasi mengubah cara generasi muda berinteraksi dengan dunia luar dan membangun citra diri mereka.

Analisis literatur dalam studi pustaka ini bertujuan untuk mengidentifikasi pola-pola utama yang muncul dalam berbagai penelitian sebelumnya terkait fenomena krisis identitas, termasuk faktor-faktor yang memengaruhi persepsi diri generasi Z. Dengan mengkaji hasil-hasil penelitian yang telah ada, penulis dapat memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang bagaimana media sosial mempengaruhi pembentukan identitas diri dan apa saja faktor yang memicu terjadinya krisis identitas di kalangan generasi muda.

Dalam penelitian ini, pendekatan studi pustaka memungkinkan untuk mengeksplorasi berbagai perspektif yang ada mengenai hubungan antara media sosial dan krisis identitas, serta bagaimana generasi Z merespons tuntutan sosial yang hadir di dunia maya. Dengan menggabungkan teori-teori psikologi, sosiologi, dan komunikasi, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih luas dan komprehensif tentang peran media sosial dalam membentuk persepsi diri generasi Z, serta tantangan yang mereka hadapi dalam membangun identitas diri yang sehat di dunia digital.


PEMBAHASAN

Pengaruh Media Sosial terhadap Pembentukan Identitas Diri Generasi Z

Krisis identitas yang terjadi pada Generasi Z sering kali dipahami sebagai dampak dari era digital yang sarat dengan paparan media sosial. Generasi Z, yang lahir dalam rentang tahun 1997 hingga 2012, tumbuh dengan akses internet dan penggunaan media sosial yang sangat intens. Hal ini memengaruhi bagaimana mereka membentuk identitas diri, seringkali melalui filter sosial yang tersedia di platform digital. Identitas diri generasi ini tidak hanya dipengaruhi oleh lingkungan fisik dan keluarga, tetapi juga oleh interaksi sosial dalam dunia maya. Media sosial, terutama platform seperti Instagram, TikTok, dan Twitter, menjadi arena di mana Generasi Z membentuk dan mengonfirmasi citra diri mereka. Media sosial memungkinkan remaja untuk berinteraksi secara lebih luas dan cepat, namun juga menghadirkan tantangan besar terkait dengan ketergantungan pada citra dan pengakuan dari orang lain, yang dapat memperburuk krisis identitas mereka.

Krisis Identitas dalam Perspektif Media Sosial

Dalam konteks media sosial, krisis identitas di kalangan Generasi Z sering kali muncul karena perbedaan antara identitas yang mereka tampilkan di dunia maya dan identitas yang mereka rasakan di dunia nyata. Mahmud (2024) menjelaskan bahwa media sosial dapat menciptakan ketidaksesuaian antara identitas ideal yang ingin ditampilkan dan kenyataan yang dialami, yang kemudian menimbulkan perasaan krisis dalam diri individu. Hal ini diperparah dengan budaya popularitas dan pencarian pengakuan yang berkembang di media sosial. Generasi Z cenderung membandingkan diri mereka dengan standar yang sering kali tidak realistis, seperti penampilan fisik yang sempurna atau gaya hidup yang glamour, yang semakin memperdalam kebingungan mereka tentang siapa diri mereka sebenarnya.

Fakhruddin dan Dewi (2023) menekankan pentingnya pendidikan kewarganegaraan sebagai upaya untuk mengatasi krisis identitas pada generasi muda. Pendidikan ini berfungsi untuk membantu remaja memahami posisi mereka dalam masyarakat yang lebih besar dan memberikan perspektif yang lebih stabil terhadap nilai-nilai pribadi mereka. Tanpa dasar yang kuat dalam hal identitas sosial, remaja dapat dengan mudah terombang-ambing oleh pengaruh media sosial, yang seringkali lebih menekankan pada kesan pertama dan penilaian superficial daripada pada kedalaman identitas individu.

Peran Media Sosial dalam Pembentukan Identitas Sosial

Media sosial memiliki peran yang sangat besar dalam proses pembentukan identitas sosial bagi Generasi Z. Nugraeni (2024) menyoroti bahwa media sosial memungkinkan anak muda untuk bereksperimen dengan berbagai identitas dan persona, yang sering kali bertentangan dengan identitas yang mereka miliki dalam kehidupan nyata. Platform seperti Instagram memberi mereka ruang untuk memilih citra diri yang mereka ingin tampilkan ke publik, yang seringkali dipengaruhi oleh tren dan pengaruh sosial dari selebriti atau teman-teman online mereka. Meskipun ini memberi mereka kebebasan untuk berekspresi, hal ini juga dapat menciptakan ketegangan antara identitas yang sejati dan identitas yang dikonstruksi.

Menurut Sitompul (2024), ketergantungan pada media sosial untuk validasi sosial dapat memengaruhi persepsi diri generasi ini secara signifikan. Generasi Z yang sering memeriksa respons dari pengikut mereka di media sosial dapat merasa tertekan untuk menjaga citra tertentu yang sesuai dengan ekspektasi dunia maya, yang kadang tidak sesuai dengan siapa mereka sebenarnya. Proses ini sering mengarah pada penurunan harga diri, di mana remaja merasa bahwa nilai mereka tergantung pada popularitas atau jumlah “likes” yang mereka terima.

Mindfulness dan Penerimaan Diri di Era Digital

Untuk mengatasi krisis identitas yang dipicu oleh media sosial, pendekatan seperti mindfulness dan penerimaan diri telah dipertimbangkan sebagai strategi efektif. Waney, Kristinawati, dan Setiawan (2020) menyatakan bahwa mindfulness, yang mengajarkan seseorang untuk lebih hadir dan sadar akan perasaan serta pengalaman mereka tanpa menghakimi, dapat membantu remaja untuk lebih memahami dan menerima diri mereka sendiri. Pendekatan ini membantu Generasi Z untuk membedakan antara realitas internal mereka dan citra yang dibentuk oleh dunia digital.

Mindfulness memungkinkan remaja untuk meningkatkan keterampilan pengelolaan emosi dan mengurangi kecemasan yang sering timbul akibat ekspektasi yang tidak realistis. Dengan cara ini, remaja dapat lebih fokus pada pembentukan identitas yang autentik, bukan sekadar mengikuti tren atau mencoba untuk menjadi seseorang yang mereka bukan. Proses ini juga melibatkan penerimaan diri, yaitu kemampuan untuk menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri tanpa membandingkan diri secara berlebihan dengan orang lain di dunia maya.

Pengaruh Media Sosial terhadap Kesehatan Mental

Salah satu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari pembahasan tentang krisis identitas adalah dampaknya terhadap kesehatan mental. Regita, Luthfiyyah, dan Marsuki (2024) mengemukakan bahwa krisis identitas yang dialami oleh Generasi Z dapat menyebabkan gangguan psikologis, seperti kecemasan, depresi, dan stres. Ketergantungan pada media sosial untuk mendapatkan validasi dan perhatian dapat memengaruhi kesejahteraan mental mereka. Hal ini diperparah dengan fenomena cyberbullying atau perundungan online, yang dapat memperburuk perasaan rendah diri dan memperparah krisis identitas yang sedang mereka alami.

Pujiono (2021) menyatakan bahwa meskipun media sosial dapat digunakan sebagai alat pembelajaran yang bermanfaat bagi Generasi Z, ia juga membawa dampak negatif pada kesehatan mental jika tidak digunakan secara bijak. Generasi Z sering kali terpapar pada informasi yang dapat merusak citra diri mereka, seperti perbandingan sosial atau konten yang mengandung kebohongan dan manipulasi. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk belajar mengelola media sosial dengan bijaksana dan memiliki dukungan sosial yang kuat untuk mengatasi dampak negatifnya.

Krisis identitas yang dialami oleh Generasi Z di era digital sangat dipengaruhi oleh peran media sosial dalam membentuk persepsi diri mereka. Media sosial, meskipun memberikan peluang bagi remaja untuk mengekspresikan diri, juga menghadirkan tantangan besar berupa kecenderungan untuk membangun citra yang ideal dan tergantung pada pengakuan dari orang lain. Hal ini seringkali menimbulkan kebingungan identitas yang dapat memperburuk kesejahteraan mental mereka. Untuk mengatasi masalah ini, pendekatan seperti mindfulness dan penerimaan diri sangat penting dalam membantu remaja untuk mengenali dan menerima diri mereka apa adanya, serta mengurangi pengaruh negatif dari media sosial. Dukungan dari keluarga, pendidikan kewarganegaraan, dan masyarakat juga sangat penting dalam membentuk identitas yang sehat bagi Generasi Z di era digital ini.

PENUTUP

Penutupan dari pembahasan mengenai krisis identitas di kalangan Generasi Z di era digital menegaskan bahwa media sosial memegang peranan yang sangat besar dalam membentuk persepsi diri mereka. Di satu sisi, platform-platform digital memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan diri dan menjalin hubungan sosial dengan lebih luas. Namun, di sisi lain, dunia maya juga menciptakan tekanan sosial yang tidak sedikit, di mana banyak remaja merasa terjebak dalam citra diri yang disesuaikan dengan ekspektasi orang lain atau standar yang dipaksakan oleh tren sosial media. Ketergantungan pada pengakuan dan validasi dari dunia digital dapat memperburuk krisis identitas yang mereka alami, yang kemudian berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.

Krisis identitas ini bukan hanya sekadar fenomena psikologis, melainkan juga mencerminkan perubahan sosial yang lebih besar yang terjadi di masyarakat kita. Seiring dengan kemajuan teknologi, cara kita berinteraksi, berbagi informasi, dan membangun identitas diri juga ikut berubah. Generasi Z, sebagai kelompok yang tumbuh dengan internet dan media sosial, menghadapi tantangan yang unik dalam menjaga keseimbangan antara identitas yang mereka tampilkan di dunia maya dan identitas sejati mereka di dunia nyata. Oleh karena itu, penting bagi mereka untuk mengembangkan kesadaran diri yang lebih dalam, serta memiliki alat dan mekanisme untuk mengelola tekanan dari media sosial yang dapat menimbulkan kebingungan dalam diri mereka.

Di masa depan, peran pendidikan dan keluarga sangat vital dalam mendukung Generasi Z untuk memahami dan menghadapi dampak media sosial dengan lebih sehat. Pembekalan tentang nilai-nilai diri yang kuat, penerimaan diri, dan pengelolaan emosi dapat menjadi kunci untuk membantu mereka tetap berada di jalur yang benar dalam perjalanan identitas mereka. Dengan pendekatan yang bijaksana dan kesadaran yang lebih tinggi, Generasi Z dapat belajar untuk lebih memahami siapa mereka sebenarnya tanpa harus bergantung pada citra yang dibentuk oleh media sosial. Di era digital ini, pemahaman yang sehat tentang diri sendiri akan menjadi fondasi penting bagi masa depan mereka yang lebih stabil dan seimbang.

DAFTAR PUSTAKA

Mahmud, A. (2024). Krisis Identitas di Kalangan Generasi Z dalam Perspektif Patologi Sosial pada Era Media Sosial. Jurnal Ushuluddin: Media Dialog Pemikiran Islam, 26(2). https://journal3.uin-alauddin.ac.id/index.php/alfikr/article/view/51032

Fakhruddin, A. M., & Dewi, D. A. (2023). Urgensi pendidikan kewarganegaraan dalam mengantisipasi krisis identitas generasi muda. Konstruksi Sosial: Jurnal Penelitian Ilmu Sosial, 3(1), 1-6. https://journal.actual-insight.com/index.php/konstruksi-sosial/article/view/223

Nurmansyah, N. (2024). Pengaruh Media Sosial Pada Persepsi Diri Remaja. Journal of Multicultural Education and Social Studies, 1(1), 13-20. https://jurnal-assalam.org/index.php/JOMESS/article/view/814 

Akbar, N. F., & Faristiana, A. R. (2023). Perubahan Sosial dan Pengaruh Media Sosial Tentang Peran Instagram dalam Membentuk Identitas Diri Remaja. Simpati: Jurnal Penelitian Pendidikan dan Bahasa, 1(3), 98-112. https://jurnal.alimspublishing.co.id/index.php/simpati/article/view/225

Waney, N. C., Kristinawati, W., & Setiawan, A. (2020). Mindfulness dan penerimaan diri pada remaja di era digital. Insight: Jurnal Ilmiah Psikologi, 22(2), 73-81. http://ejurnal.mercubuana-yogya.ac.id/index.php/psikologi/article/view/969

Nugraeni, A. (2024). Peran Media Sosial dalam Pembentukan Identitas Sosial Anak Muda. LANCAH: Jurnal Inovasi dan Tren, 2(1), 142-147. https://www.journal.lembagakita.org/ljit/article/view/2247

Sitompul, A. V. (2024). PENGARUH MEDIA SOSIAL TERHADAP PERSEPSI DIRI DAN KESEHATAN MENTAL REMAJA. Circle Archive, 1(4). http://www.circle-archive.com/index.php/carc/article/view/101

Regita, E., Luthfiyyah, N., & Marsuki, N. R. (2024). Pengaruh Media Sosial Terhadap Persepsi Diri dan Pembentukan Identitas Remaja di Indonesia. Jurnal Kajian dan Penelitian Umum, 2(1), 46-52. https://e-journal.nalanda.ac.id/index.php/jkpu/article/view/830

Pujiono, A. (2021). Media sosial sebagai media pembelajaran bagi generasi Z. Didache: Journal of Christian Education, 2(1), 1-19. https://www.academia.edu/download/81013979/pdf.pdf

Patimah, L., & Herlambang, Y. T. (2021). Menanggulangi dekadensi moral generasi Z akibat media sosial melalui pendekatan Living Values Education (LVE). PEMBELAJAR: Jurnal Ilmu Pendidikan, Keguruan, Dan Pembelajaran, 5(2), 150-158. https://pdfs.semanticscholar.org/074d/9884b24ba89a22bdeb327d0ba75bd3e23efa.pdf 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun