“motif gelasmu sangat cantik, aku menyukainya”
Ah aku tertipu oleh mimik wajahnya yang seram, dia justru mengeluarkan pujian dari bibir yang berbalut lipstik merahnya. Aku tersenyum kepadanya, setelah ia minum seteguk cairan tersebut dia berkata ingin ke kamar mandi. Aku berkata kepadanya lurus lalu ke kanan. Ia langsung beranjak dari tempat duduknya dan berjalan ke arah lurus lalu ke kanan. Mengapa dia menghentikan langkahnya di dapurku?. Seraya dia terlihat sangat heran. Tapi untuk selanjutnya dia meneruskan langkahnya ke kamar mandi. Aku memandang gelas kacaku memang cantik motifnya, sengaja aku beli dengan memilih motif tersebut karena aku juga sangat menyukai motif tersebut serta warnanya yang anggun. Dia kembali dari kamar mandi dan menanyakan sesuatu kepadaku.
“apa yang terjadi dengan dirimu sehingga ..........”
“rindu yang telah membuatku seperti ini”
Aku langsung saja memotong kata-katanya dan segera menjawab dengan singkat.
“kalau memang benar rindu yang telah membuatmu seperti ini maka bersyukurlah”
“mengapa aku harus bersyukur, bahkan rindu ini begitu menyiksaku”
Aku membalas pertanyaannya dengan rasa hatiku yang memanas. Mengapa dia bisa berucap semacam ini.
“karena tanpa rindu kamu takkan mengingat seseorang yang jauh di pelupuk mata”
Sejenak aku terdiam dan tanpa sengaja air mata ini menetes membasahi pipiku. Aku tak mengerti jelas apa yang telah terjadi padaku. Teringat sosok lelaki berpawakan tinggi serta mempunyai karisma yang luar biasa sehingga menarik perhatian kaum hawa yang melihatnya, bahkan sampai detik inipun sang mantannya belum bisa melupakan dia. Ah kamu! Begitu menawan.
Lelaki itu tak berada di sisiku, jarak yang sangat jauh telah memisahkan aku dengannya. Kewajiban yang menuntutnya untuk lebih jauh dariku sehingga apalah daya seorang perempuan sepertiku yang hanya bisa memahami keadaanya, hanya bisa memberikan senyuman manisku kepadanya, serta suara manja yang terkadang keluar dari bibir mungilku ini, seorang perempuan yang selalu mengalah akan sifat keras kepalanya, namun akulah satu-satunya perempuan yang bisa bersyukur akan perhatian dan kepeduliannya kepadaku. Sudah cukup lama aku merindukan sentuhan hangat dari tangannya, sudah cukup lama aku merindukan pelukan mesra darinya, sekian lama aku menunggu dan sudah cukup lama aku ingin berjumpa dengannya. Menatap matanya, bergandeng tangan dengannya serta melepas rindu yang ada di dalam lubuk hatiku. Tuhan bisakah Kau mendengar ucapanku ini?, aku sangat merindukannya Tuhan. Tapi aku masih bersyukur walaupun jarak yang begitu kejam telah memisahkan aku dengannya namun aku masih bisa bertemu dengannya walau hanya sekedar via telepon. Suaranya yang begitu bikin hati greget, serta rayuan mautnya yang selalu berhasil mencuri perhatianku.