Mohon tunggu...
Betha Khumairo
Betha Khumairo Mohon Tunggu... Mahasiswa - MABA

life is never flat

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Perempuan Menjadi Pemeran Utama Menuju Keharmonisan antar Agama dan Kesejahteraan Sosial

6 Juni 2022   18:55 Diperbarui: 6 Juni 2022   18:58 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti yang kita ketahui, penilaian setiap orang kepada perempuan adalah makhluk yang lemah. Jarang sekali masyarakat memilih manusia menjadi seorang pemimpin. Bahkan sejak jaman sosok R. A. Kartini telah memperjuangkan tentang kesetaraan gender ini. R. A. Kartini juga sangat erat kaitannya dengan isu gender masa kini.

            Tidak ingin berada diatasmu

            Apalagi dibawahmu

            Cukup berada disampigmu

            Karena kita setara..."

Kurang lebih begitulah cita-cita wanita hebat, R. A. Kartini. Pelopor pertama yang berupaya untuk menyetarakan gender antara laki-laki dan perempuan.

Apa  itu gender? Menurut kompas.com gender adalah perbedaan peran dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan. Gender dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Istilah gender ini dikemukakan oleh seorang ilmuwan sosial yang bermaksud untuk memberi penjelasan mengenai perbedaan antara laki-laki dan perempuan sesuai bawaan dari ciptaan tuhan. Agar perempuan tidak tertindas baik dari segi pekerjaan maupun kedudukan. 

Perempuan jarang sekali mendapat peran sebagai pemimpin, entah itu dalam agama maupun kehidupan sosial lainnya. Meskipun diIndonesia kita sudah memiliki beberapa pemimpin perempuan, seperti duta besar, menteri,  bahkan juga pernah memiliki presiden wanita. 

Namun hal ini masih berbanding jauh dengan laki-laki yang menduduki jabatan ini. Bahkan bisa dibilang perempuan dianggap "tidak terlihat" pada bidang pemerintahan ini. Hal ini lah yang menyebabkan kemunculan pergerakan penyetaraan gender. 

Sekalipun perempuan sudah melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan kesetaraan mereka secara global, namun usaha yang mereka berikan belum cukup untuk memenuhi kriteria masyarakat untuk menjadi seorang pemimpin.

Berita utama akhir-akhir ini sering membahas tentang promosi kesetaraan gender baik di sektor bisnis, politik, maupun sosial. Contohnya saja dalam hal mencari nafkah, tak sedikit perempuan yang rela banting tulang demi menghidupi keluarganya sedangkan laki-laki (suami) tidak melakukan kewajibannya dengan baik. 

Hal ini juga termasuk masalah kesetaraan gender yang tidak wajar, atau biasa dibilang penyalahan kodrat perempuan. Bukan sebuah alasan kesetaraan gender menjadi masalah seorang laki-laki (suami) yang tidak bertanggung jawab kepada perempuan (istri).

Terdapat juga beberapa bidang yang jarang mempertimbangkan masalah gender. seperti bidang kerja antaragama, dialog agama bahkan juga sampai kontribusi perempuan untuk refolusi konflik dan pembangunan perdamaian. 

Padahal agama memberi peran penting pada perempuan didalam keluarga. Keluarga adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan. setiap orang pasti memilki keluarga, karena hal pertama yang seseorang miliki dalam kehidupannya. Keluarga memiliki peran penting untuk membangun norma norma penting dalam kehidupan bermasyarakat.

Rendahnya partipasi perempuan Indonesia dalam parlemen menduduki peringkat ke-7 tingkat Asia Tenggara. Padahal perempuan sangat berpengaruh dalam isu kebijakan terkait kesetaraan gender dan belumm mampu merespon masalah utama yang dihadapi oleh perempuan Indonesia. "saat ini partisipasi perempuan Indonesia mesih dibawah 30%.

Pentingnya peningkatan partisipasi perempuan supaya pengambilan keputusan politik yang lebih akomodatif dan perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang public." Ujar Femmy Eka Kartika Putri, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kementrian Koordinator bidang bangunan manusia dan kebudayaan pada saat membuka rapat koordinasi mendorong penyelesaian rancangan perpres tentang grand design peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga legisatif, Rabu (14/4)

Terumatama pentingnya peran seorang ibu. Ibu merupakan sosok penting yang berperan dalam suatu keluarga. Ibu dapat memerankan banyak hal untuk kebutuhan dalam keluarganya. Namun tetaplah seorang ayah atau suami yang menjadi kepala rumah tangga. 

Mengapa begitu? Karena bila dilihat dalam segi kekuatan, seorang laki-laki memang lebih kuat fisiknya untuk menjadi pemimpin dan pelindung dalam keluarga. Ibu sangat berperan penting dalam keluarga untuk menyampaikan pada anak-anaknya mengenai masalah agama memberi nasehat dengan cara yang mudah diterima anak dengan baik. Seperti mengajarkan beribadah, mengenal tuhan, berbaur dengan lingkungan masyarakat dan lain sebagainya.

Banyak orang mengartikan kesetaraan gender ini berkaitan dengan sifat bawaan dari sang pencipta, yakni kodrati. Hal ini telah melekat pada anggapan mereka baik pada laki-laki maupun perempuan. Kesetaraan gender tak jarang menjadi masalah sosial yang sering terjadi. Namun tetap harus menerapkan sifat kodrati perempuan.

Secara historis umumnya laki-laki lebih diasosiasikan dalam urusan agama, seperti menjadi imam dalam sholat diutamakan laki-laki, adzan juga harus dilantunkan oleh laki-laki dan beberapa kegiatan lainnya.

Padahal perempuan sudah berjuang selama beberapa tahun untuk memperjuangkan kesetaraan mereka pada segala bidang kehidupan, baik di rumah maupun tempat kerja terutama pada masalah kepemimpinan. Hal ini tak lagi mengejutkan bagi mereka jika yang lebih dibutuhkan adalah tenaga dan kekuatan fisik laki-laki.

Bagi warga amerika agama penting bagi mereka, 63 persen warganya mengatakan hal itu. Perempuan memilki banyak peran, seperti berkontribusi pada kerukunan antaragama dan dialog antara budaya dan peradaban yang berbeda, mendukung toleransi dan masih banyak lagi.

Perempuan dimasukkan dalam bidang perdamaian di sebuah studi institut perdamaian internasional yang telah ditanda tangani antara tahun 1989 dan 2011. Terdapat 182 perjanjian yang telah menyatakan hal itu.

Namun ternyata telah terbukti bahwa perempuan kurang konsentrasi pada perang di proses perdamaian. Mereka justru fokus pada reskonsiliasi, pembangunan, ekonomi, pendidikan dan keadilan. 

Hal yang telah disebutkan semua adalah elemen yang sangat penting dari perdamaian yang berkelanjutan. Namun, terlepas dari statistik positif ini, manusia sering kali dikecualikan dari proses perdamaian formal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun