4. Â Tampaknya memasukan ke lembaga pemasyarakatan( penjara) untuk koruptor bukan ialah metode yang menjerakan ataupun metode yang sangat efisien buat memberantas korupsi. Apalagi dalam aplikasi lembaga pemasyarakatan malah jadi tempat yang tidak terdapat kelainannya dengan tempat di luar lembaga pemasyarakatan asal nara pidan korupsi dapat membayar beberapa duit buat memperoleh pelayanan serta sarana yang tidak beda dengan pelayanan serta sarana di luar lembaga pemasyarakatan. Oleh sebab itu, timbul sebutan lembaga pemasyarakatan dengan fasiltas serta pelayanan elegan. Memandang pada keadaan semacam ini, hingga butuh dipikirkan metode lain supaya orang merasa malu serta berpikir panjang buat melaksanakan korupsi. Metode yang bisa dicoba antara lain adanya syarat buat mengumumkan vonis yang sudah mendapatkan kekuatan hukum senantiasa atas permasalahan korupsi lewat media masa. Syarat ini tidak hanya buat membagikan data kepada publik pula sekalian selaku sanksi moral kepada pelakon tindak pidana korupsi. Tidak hanya itu, butuh pula ditambah sanksi pencabutan hak kepada tersangka permasalahan korupsi. Perihal ini sangat berarti buat membagikan pendidikan kalau pengemban jabatan publik merupakan individu yang bermoral serta berintegritas besar.
5. Â Penegakan hukum dalam rangka pemberantasan korupsi ini wajib dicoba secara terpadu serta terintegrasi dengan satu tujuan, ialah buat memberantas korupsi. SDM penegak hukum wajib berasal dari orang- orang opsi dan memiliki integritas besar. Telah saatnya diakhiri terbentuknya ego sektoral ataupun ego institusional di antara lembaga penegak hukum.
C. KESIMPULAN
    Korupsi berkaitan dengan kekuasaan sebab dengan kekuasaan itu penguasa bisa menyalahgunakan kekuasaannya buat kepentingan individu, keluarga serta kroninya. Korupsi senantiasa bermuladan tumbuh di sector public dengan bukti- bukti yang nyata kalau dengan kekuasaan seperti itu pejabat public bisa memencet ataupun memeras para pencari keadilan ataupun mereka yang membutuhkan jasa pelayanan dari pemerintah. Korupsi di Indonesia telah terkategori kejahatan yang mengganggu, tidak saja keuangan Negeri serta kemampuan ekonomi Negeri, namun pula sudah meluluhlantakkan pilar- pilar sosial budaya, moral, politik serta tatanan hokum serta keamanan nasional.
    Upaya pemberantasan kejahatan korupsi lewat penegakan hukum yang berkeadilan dikala ini nampak masih membutuhkan perjuangan berat. Sebab kejahatan korupsi merupakain kejahatan luar biasa( extra ordinary crime) yang berbeda dari kejahatan pidana biasa, hingga upaya yang wajib dicoba membutuhkan sistem yang terpadu serta luar biasa pula. Selaku kejahatan luar biasa( extra ordinary crime) pemberantasan korupsi, membutuhkan kemaun politik luar biasa sehingga Presiden selaku kepala Negeri jadi figur berarti dalam menggerakan serta mengordinasikan kedudukan Polisi, Jaksa, Majelis hukum, serta KPK jadi kekuatan dahsyat, sehingga praktek KKN, semacam penyogokan, penggelembungan harga, gratifikasi, serta penyalah gunaan kewenangan yang lain dicoba oknum aparat PNS ataupun pejabat negeri, baik di tingkatan pusat ataupun wilayah bisa dipersempit ruang geraknya lewat cara- cara penegakan luar biasa serta terpadu.
Daftar PustakaÂ
Abbas, K. A," The Cancer of Corruption", dalamSuresh Kohli( ed.), Corruption in India,( New Delhi: Chetana Publications, 1975).
Abdul Aziz, Teuku, Fighting Corruption: My Mission,( Kuala Lumpur: Konrad Adenauer Foundation, 2005).
Ben Jomaa Ahmed, Fethi," Corruption: A Sociological Interpretative Study with Special Reference to Selected Southeast Asian Case", Disertasi Doktor Philosophy,( Kuala Lumpur: Department of Antropology and Sociology, Faculty of Arts and Social Sciences, University of Malaya, 2003).
Hamzah, Andi, Korupsi di Indonesia serta Pemecahannya,( Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1991).
Graf Lambsdorff, Johan, Corruption in Empirical Research: A Review, Transparency International Working Paper, November 1999.