Mohon tunggu...
Latatu Nandemar
Latatu Nandemar Mohon Tunggu... Relawan - lahir di Pandeglang Banten

Lahir di Pandeglang, Banten. seorang introvert yang bisa menjadi extrovert ketika situasi mengharuskan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Payung Merah Patah Tangkai

27 Juni 2024   14:09 Diperbarui: 27 Juni 2024   14:18 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namun, sebuah bencana keuangan terjadi pada saat aku menginjak kelas dua SD. Perusahaan tempat Ibu bekerja pailit. Banyak karyawan yang harus di rumahkan dan itu termasuk juga Ibu. Kesulitan finansial mulai menghampiri satu demi satu. Mobil yang masih dalam angsuran tak bisa lagi di penuhi. Ditambah kebutuhannya terlalu banyak, mulai dari servis hingga kebutuhan bensin setiap harinya.

Surat peringatan akan pembayaran rumah yang sudah jatuh tempo mulai sering datang. Ibu tak bisa berbuat banyak. Apalagi Ayah yang sejak menikah hingga aku lahir tak pernah sedikit pun memberikan hartanya untuk menafkahi kami, yang herannya tetap menjadi orang nomor satu di hati Ibu.

Dan akhirnya Ibu memutuskan untuk melepas semua yang sudah susah payah ia miliki. Mobil, rumah, dan juga mas kawin dari Ayah ketika pernikahan dulu, yang sebenarnya dibeli dengan menggunakan uang ibu karena Ayah memang tidak memiliki apa-apa dari dulu hingga saat ini.

Ibu memutuskan untuk tinggal di rumah Nenek. Tak lupa Ibu membawa payung merah pemberian Ayah. Warnanya masih cukup bagus karena tak pernah dipakai.

Rumah Nenek sederhana, tetapi masih cukup untuk kami tempati. Tetapi Ayah, sejak Ibu memutuskan untuk kembali ke rumah masa kecilnya, jadi tak pernah betah di rumah. Setiap pagi hingga malam selalu pergi entah kemana? Dan sejak itu, pertengkaran demi pertengkaran mulai banyak terjadi.

Hingga pada suatu malam yang hujan, Ayah pulang. Dia pulang hanya untuk pergi lagi setelah mengambil sesuatu di lemari kamar. Ibu meminta Ayah untuk tidak pergi. Sudah terlalu lama dirinya merasa terus-menerus ditinggalkan belakangan ini. Tanpa diduga Ayah marah. Dia mengatakan bahwa dia pergi tak akan kembali karena akan memulai hidup baru dengan seseorang yang lain.

Ibu menangis dan terus mencegah Ayah, hingga pertengkaran itu membawa mereka ke pintu ruang tengah rumah nenek. Nenek yang sudah tua tidak tahu pada bagian yang mana dia bisa melibatkan diri. akhirnya untuk sementara hanya menonton tanpa bisa berbuat banyak.

Hingga pada akhirnya Ayah mengambil payung merah itu. Payung yang menjadi benda kesayangan Ibu pemberian darinya dan selalu digantung dekat pintu utama rumah. Gagang payung yang cukup keras itu digunakan Ayah untuk memukul kepala Ibu tepat di bagian ubun-ubun. Darah mengalir. Ada luka di sana.

Pada saat itulah nenek turun ke tengah-tengah mereka. Ibu terjatuh dalam pelukan Nenek. Ayah pergi entah ke mana menembus hujan.

Payung merah yang pernah mempersatukan mereka itu telah patah pada tangkainya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun