Mohon tunggu...
Elnado Legowo
Elnado Legowo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Kata-kata memiliki kekuatan untuk mengesankan pikiran tanpa menyempurnakan ketakutan dari kenyataan mereka. - Edgar Allan Poe

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sosok Hitam Besar di Rumah Kakek

30 Desember 2021   13:24 Diperbarui: 30 Desember 2021   21:08 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: sosboks.blogspot.com

Pada tahun 2015, aku pergi menginap ke rumah kakek, bernama Kuswan Jayantaka, untuk mengisi libur sekolah. Namun tanpa kusangka, semua itu berakhir dengan sebuah ketakutan yang akan meneror seumur hidupku. Mungkin ini terdengar bodoh, karena itu bermula dari sebuah cerita seram yang keluar dari mulut kakek. 

Awalnya aku berpikir itu hanya cerita fiktif khas orang tua konservatif yang gemar menakut-nakuti anak kecil agar menuruti perintah mereka. Tetapi aku salah. Ternyata itu bukanlah cerita fiktif belaka, tapi realitas yang absurd untuk orang skeptis sepertiku. Aku tidak pernah bisa melupakan apa yang kualami di rumah kakek.
 
Tatkala sedang musim panas; aku berkunjung ke rumah kakek yang berada di Jayaprasasti; sebuah tempat yang terletak di wilayah Banten; lebih tepatnya di daerah perbatasan dengan Jakarta Barat. Tempatnya terbagi menjadi dua bagian, yaitu Jayaprasasti Utara dan Jayaprasasti Selatan. 

Di bagian utara terdapat banyak sekali bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang sangat artistik - sampai-sampai terkesan seperti Amsterdam - dan sangat terawat dengan baik daripada Kota Tua di Jakarta. 

Walhasil, tempat itu menjadi salah satu destinasi wisata di Indonesia. Sedangkan di bagian selatan, lebih banyak diisi oleh perumahan penduduk yang masih dihiasi oleh ruang hijau yang asri, sehingga terasa sejuk bagaikan di Puncak. Untuk lokasi rumah kakek sendiri berada di Jayaprasasti Selatan.
 
Setelah melalui perjalanan yang panjang; akhirnya aku tiba di rumah kakek yang heterogen; bergaya peranakan Tionghoa dengan kombinasi bangunan adat lokal; masih berdiri kokoh meski berusia lebih dari satu abad. 

Di sana kakekku sudah menunggu kedatanganku di teras rumah, dan segera menyambutku dengan hangat. Dia tinggal seorang diri di sana, karena nenek sudah meninggal tiga tahun yang lalu. 

Awalnya orang tuaku ingin mengajak kakek untuk tinggal bersama kami, tapi dia menolak karena masih mencintai rumahnya yang merupakan peninggalan dari kedua orang tuanya. 

Maka dari itulah, kami mempekerjakan seorang jongos, yang hanya bekerja setengah hari untuk membantunya merawat rumah. 

Arkian, dia mempersilahkanku masuk ke dalam rumah; lalu memerintahkan jongosnya untuk membawa barang-barangku; sekaligus mengantarku ke sebuah kamar tidur kosong - terletak di bagian timur rumah kakek - yang telah disediakan.
 

Singkat cerita, setelah beberapa jam kemudian, aku menemani kakek yang sedang duduk di kursi malas di teras rumah, sembari menikmati panorama awal senja dengan ditemani oleh aroma teh organik yang mengembus keluar dari cangkir kami masing-masing. 

Di sana kami berbincang-bincang dengan berbagai macam topik. Di tengah-tengah perbincangan itulah, secara impulsif kakek membuka topik pembicaraan yang tidak biasa kepadaku;
 
"Nak, apa kamu pernah mendengar kisah sosok hitam besar?"
 
"Sosok hitam besar?" jawabku, "Maksud kakek, Genderuwo?"
 
Kakek hanya tertawa setelah mendengar itu. Lalu dia segera membalas;
 
"Tidak. Bukan Genderuwo."
 
"Lalu apa, kek?"
 
Dia merenung dengan penuh perasaan yang tertutup sembari menyeruput teh. Arkian, kakek segera membuka cerita spesialnya dengan nada serius. Sedangkan aku mulai merasakan sebuah sensasi geli, seperti sebuah tirai teater yang terbuka secara fenomenal.
 
****
 
Sosok hitam besar adalah makhluk elusif dari Pulau Jawa. Keberadaannya sangat misterius; tidak ada yang mengetahui asal-usulnya; tidak dapat disebutkan namanya; tidak ada yang tahu pasti apakah dia adalah entitas supernatural atau makhluk purba yang berhasil bertahan hidup dari seleksi alam; serta tidak diketahui juga cara untuk menaklukkannya. Yang pasti eksistensi dari sosok itu sudah ada sebelum Kerajaan Tarumanegara berdiri. 

Dia memiliki karakter yang sangat agresif, tidak bersahabat dengan manusia, dan haus akan darah. Perihal itu menjadikannya sangat ditakuti, sehingga orang-orang tidak berani menceritakan atau membahasnya. Walhasil, legendanya menjadi redup dan tidak populer selayaknya makhluk-makhluk supernatural atau mitologi lainnya.
 
Ada banyak orang yang berusaha menaklukkan dan mengusir sosok tersebut. Tetapi nahasnya, mereka hanya mampu mengusir sosok itu untuk jangka waktu yang singkat, dan semuanya terbunuh dengan tragis saat menghadapi sosok tersebut. Perihal itu terus terjadi setiap waktu, sampai akhirnya orang-orang mulai menyerah dan menolak untuk berurusan dengan sosok itu. 

Mereka mulai menjauhi jalan dan mengunci diri di dalam rumah saat malam tiba, terutama di malam bulan purnama yang dipercaya sebagai waktu dari sosok itu berkeliaran mencari mangsa. 

Itu adalah langkah yang bijak dan aman, selama mereka belum menemukan cara untuk menaklukkan atau mengusir sosok tersebut secara permanen. Meski sudah berabad-abad berlalu, walakin masih belum ada orang yang berhasil menemukan caranya.
 
Sampai pada suatu malam hari di tahun 1953 - saat Kuswan atau kakek masih menginjak usia 15 tahun - di mana keadaan Jayaprasasti Selatan masih banyak hutan belantara, jalan masih terbentuk dari tanah, perumahan penduduk belum padat, suasana tempat yang jauh dari kepadatan publik seperti di Jayaprasasti Utara maupun di Jakarta, serta minimnya lampu penerang jalan yang membuat keadaan lingkungan jadi sangat gelap di waktu malam. 

Seperti anak-anak pada umumnya, Kuswan dilarang keras oleh kedua orang tuanya untuk keluar selepas magrib, demi tidak berjumpa dengan sosok hitam besar. 

Didikan yang keras dari kedua orang tuanya telah membuat Kuswan menjadi anak yang patuh, sehingga dia tidak berani melanggar larangan-larangan yang diberikan oleh mereka. Namun nahas, pada suatu ketika terjadi sebuah peristiwa tragis yang menimpa Kuswan.
 
Ketika di tengah malam yang sunyi, Kuswan terbangun dari tidurnya karena sakit perut, akibat memakan makanan pedas. Lantas, Kuswan hendak membangunkan kedua orang tuanya untuk meminta izin ke kamar kecil. Karena pada masa itu, kamar kecil terletak di luar rumah; lebih tepatnya di pinggir sungai atau di dekat sumur. Namun mereka sudah tertidur terlalu lelap, sehingga memaksa Kuswan untuk pergi seorang diri ke kamar kecil, sekaligus melanggar larangan dari kedua orang tuanya.

Setibanya di dalam kamar kecil - terletak di pinggir sungai yang berjarak sekitar 10 meter dari rumah, serta menghadap ke kebun bambu yang lebat dan tinggi - Kuswan segera membuang hajatnya sehingga membuat perasaannya menjadi lapang. 

Akan tetapi, perasaan lapang itu berganti menjadi sebuah kecemasan, setelah angin bertiup kencang hingga menggoyangkan pohon-pohon bambu di depan kamar kecil, sekaligus mengantarkan bau sigung yang menyengat ke hidungnya. 

Awalnya Kuswan mengira bahwa bau itu datang dari ampasnya, tapi dia segera menyadari bahwa ternyata bau itu datang dari luar kamar kecil.

Tidak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki berat yang menggetarkan. Kuswan merasa penasaran dengan suara tersebut, sehingga dia mengintip keluar melalui sela pintu kamar kecil. 

Sontak dia terkejut bukan main. Kuswan mendapati sebuah sosok bayangan hitam; bertubuh besar; memiliki tinggi mencapai tiga meter; tampak seperti manusia, tapi bukan manusia sama sekali; bermata merah darah menyala; tidak berpakaian; sekujur tubuhnya dipenuhi oleh rambut hitam yang lebat dan diselimuti oleh asap misterius berwarna abu-abu gelap yang menyamarkan; serta mengeluarkan suara dengkuran hewan yang tidak pernah dikenali oleh telinga manusia dan terdengar mengerikan.

Kuswan tidak yakin dan tidak dapat memahami sosok yang sedang dilihatnya, sehingga membuatnya hanya bisa mengintip dengan gemetar. 

Lantas dia segera mencengkram pegangan pintu, demi menopang tubuhnya agar tidak terjatuh. Sedangkan tangan satunya lagi menutup hidung beserta mulutnya, demi meredam suara napas takutnya, sekaligus menahan bau sigung yang sangat menyengat.

Ketika sosok itu berjalan melintasi depan kamar kecil, secara mendadak sosok itu menoleh ke arah pintu, sehingga tatapannya nyaris bertemu dengan tatapan Kuswan. 

Sontak Kuswan segera lompat menjauh dari pintu kamar kecil dengan penuh kepanikan, sekaligus menggigit tangan kanannya untuk menahan diri agar tidak menjerit. 

Arkian, secara samar-samar, Kuswan mendengar suara langkah kaki dari sosok itu yang sedang melangkah mendekat ke pintu kamar kecil. 

Tidak tahu harus berbuat apa, Kuswan hanya memejamkan kedua matanya, sembari membaca doa di dalam hati untuk meminta pertolongan Tuhan. 

Secara mendadak, sosok itu berhenti tanpa alasan untuk beberapa waktu, sehingga menciptakan impresi yang horor dan menegangkan. Kalakian sosok itu kembali melangkah menjauhi kamar kecil dan menghilang begitu saja.

Setelah beberapa waktu berlalu, dan tidak merasakan eksistensinya, Kuswan mulai memberanikan diri untuk mengintip keluar melalui sela pintu kamar kecil. Dia tidak ditemukan apa-apa di luar sana, selain jalan yang kosong dan gelap dengan ditemani oleh pepohonan bambu yang lebat dan tinggi, sekaligus suara jangkrik dan katak yang kian menghiasi suasana malam. Lantas secara terhuyung-huyung, Kuswan memberanikan diri untuk keluar dari kamar kecil, serta bergegas kembali ke rumah.

Baru saja sekitar tiga hingga lima langkah dia lalui; seketika Kuswan kembali mencium bau sigung yang diiringi oleh suara dengkuran hewan yang seiras dengan suara sosok itu dari arah belakang; sehingga membuatnya secara spontan menoleh ke sumber suara. 

Walhasil, Kuswan mendapati sosok hitam besar itu sedang berdiri bersama kerimbunan pohon bambu; menatap tajam dan menyeringai durjana yang tidak terlupakan kengeriannya. Lantas Kuswan menjerit histeris dan segera berlari menuju rumah tanpa menoleh ke belakang.

Setelah sekian lama Kuswan berlari, akhirnya dia berhasil tiba di dalam rumah. Lantas dia segera masuk ke dalam kamar tidur dan bersembunyi di balik selimut. 

Namun, sewaktu dia baru saja menyelimuti seluruh tubuhnya, terdengar suara langkah kaki dari sosok itu yang melangkah masuk ke dalam rumah, dengan diiringi oleh bau sigung. 

Suara langkah itu kian lama makin dekat dengan pintu kamar tidur Kuswan. Alhasil, dengan kengerian dan kepanikan yang akut, Kuswan segera masuk ke dalam lemari pakaian yang terbuat dari rotan untuk bersembunyi.

Dari dalam sana, dia mengintip keluar melalui sela-sela dinding pintu yang terbuat dari rotan; di mana dia menyaksikan sosok itu masuk ke dalam kamarnya tanpa menciptakan provokasi yang merisaukan. 

Arkian, sosok itu segera menelusuri seluruh penjuru kamar tidur - mencari keberadaannya - tanpa melakukan sesuatu hal yang merusak. 

Kuswan hanya menyaksikannya secara langsung, betapa dahsyatnya rupa dari sosok hitam besar itu, sampai-sampai dia hampir berkemih di celana. 

Dia menyaksikan itu sambil berusaha untuk tetap terdiam, sekaligus menutup mulut dan hidung dengan kedua tangannya, demi menahan histeria yang akut serta rasa mual karena bau sigung yang sangat menyengat.

Setelah beberapa menit sosok itu puas menelusuri seluruh sudut ruang kamar, akhirnya dia pergi keluar menuju ke suatu tempat. Ketika sosok itu sudah hilang dari pandangan Kuswan, lantas dia kembali melepas kedua tangannya dari mulut dan hidungnya, serta mengeluarkan napas megap-megap. 

Secara sekilas keadaan tampak aman, tapi hati kecil Kuswan menolak untuk keluar dari tempat persembunyiannya. Dia masih takut, karena masih mencium bau sigung, serta mendengar suara langkah kaki dari sosok itu yang terasa dekat dengannya.

Tiba-tiba terdengar suara jerit kengerian dari dalam kamar tidur orang tua Kuswan, dengan diikuti oleh suara sosok hitam itu. Lantas suara tersebut berlanjut menjadi sebuah keributan dan perkelahian dari dalam kamar itu; lalu berakhir dengan suara jerit kesakitan yang diiringi oleh suara daging dirobek-robek dan tulang yang dipatahkan dengan begitu keji. Alhasil, suara tersebut makin menciptakan suasana horor di malam yang sunyi dan dingin. Kuswan hanya bisa membatu di dalam lemari dengan penuh ketakutan yang kritis, sampai dirinya terjatuh pingsan.
 
****
 
Kakek berhenti sejenak dan melepas kacamatanya, seolah memperbaiki pandangannya yang kabur. Arkian, kakek melanjutkan ceritanya, bahwa ketika matahari sudah terbit, dia ditemukan oleh para warga dalam keadaan tidak sadarkan diri di dalam lemari, dan segera dievakuasi. 

Di waktu yang bersamaan, para warga juga tidak melewatkan pemandangan horor di kamar orang tuanya. Di mana mereka ditemukan tewas dengan keadaan yang sangat mengerikan; kondisi tubuh yang tidak utuh; darah bersibaran ke mana-mana, sehingga menodai seluruh sudut kamar serta mewarnainya menjadi merah. Lalu kakek segera menutup cerita dengan menyeruput tehnya.
 
"Apakah itu kisah nyata, kek?" tanyaku penuh keraguan.
 
Kakek hanya tersenyum dan berkata dengan nada serius dan bergetar;
 
"Maka dari itulah. Kalau sudah malam, jangan keluar rumah! Apalagi saat bulan purnama!"
 
Apabila dilihat dari tatapan dan cara bicara kakek; dia tampak sangat serius dan terkesan sedang tidak mengatakan omong kosong. Tetapi secara logika sehat, nasehat kakek terdengar aneh, terutama cerita yang dibawakannya seperti dongeng mengerikan yang biasa dipakai untuk menakut-nakuti anak kecil. Alhasil, aku hanya mengangguk.
 
Singkat cerita, setelah hari sudah malam dan aku sedang tidur di dalam kamarku, seketika aku terbangun akibat suara ribut yang datang dari luar kamar, lalu diikuti oleh padamnya listrik di rumah kakek. Lantas aku mengambil ponsel sebagai alat penerang. 

Sangat nahas, jaringan internet juga ikut hilang, sehingga aku tidak bisa menggunakan ponsel untuk menghubungi orang tuaku atau meminta pertolongan, meski aku sudah memakai paket kuota. Lebih-lebih karena hari sudah malam - sehingga jongos di rumah kakek sudah pulang - kian memaksaku untuk bergegas keluar untuk memeriksa keadaan rumah secara mandiri, sambil berteriak memanggil kakek. Namun tidak ada balasan, seakan aku berada sendirian di dalam rumah yang gelap dan tampak mengerikan ini.
 
Aku menelusuri lorong demi lorong yang gelap, dengan hanya ditemani oleh cahaya kecil yang keluar dari ponsel. Secara tiba-tiba, aku mencium bau tidak enak yang menusuk hidung. Aku tidak begitu yakin dan berusaha untuk tidak mempedulikannya, sehingga aku terus melanjutkan langkahku. 

Sampai pada akhirnya aku tiba di ruang tamu dan mendapati pintu depan rumah dalam keadaan terbuka. Lantas aku segera mendekati pintu itu dan menutupnya. Di waktu yang bersamaan, aku mendapati banyak sekali bercak merah yang mengotori lantai dan beberapa sudut pintu depan. Setelah diperiksa lebih teliti, aku menjadi sangat terkejut setelah mengetahui bahwa itu adalah darah.

Sontak pikiranku jadi kalut dan berteriak panik memanggil kakek. Tetapi masih tidak ada jawaban. Alhasil, dengan sangat panik, aku bergegas melaju ke arah kamar kakek. Namun saat baru beberapa langkah, aku secara tidak sengaja menendang sebuah bola di lantai, sehingga hampir membuatku jatuh. 

Secara spontan, aku langsung mengarahkan cahaya ponsel ke arah bola itu. Dan aku mendapati sebuah pemandangan yang sangat menyeramkan dan menusuk batin. Bola itu adalah kepala kakek yang telah terpenggal dan tergeletak di atas lantai. Wajahnya hancur sebagian dan menghadap ke arahku; mengeluarkan ekspresi ketakutan yang akut; mulutnya menganga seperti orang yang hendak menjerit; seakan-akan dia melihat sesuatu yang mengerikan sebelum kematiannya. Tidak jauh dari keberadaan kepala kakek, aku juga menemukan tubuhnya dalam keadaan yang tidak kalah mengenaskan; tercabik-cabik; berantakan; serta tidak utuh.

Aku bergidik ngeri; tubuhku menggeligis; seakan aku masih tertidur dan terjebak di alam mimpi buruk. Secara impulsif, aku melangkah mundur menjauhi mayat kakek. 

Baru sekitar empat langkah kulewati, seketika aku merasakan sebuah embusan napas besar yang mengenai kepala belakangku; diikuti oleh bau tidak enak - tercium seperti bau sigung - yang menusuk; diiringi oleh suara dengkuran hewan yang aneh dari arah belakang; sehingga memberi sebuah kejutan yang menakutkan; sekaligus bukti presensi dari sosok fenomenal yang diceritakan kakek. Tanpa berpikir panjang ataupun menoleh ke belakang, aku bergegas lari sekencang-kencangnya keluar dari rumah kakek, sembari menerobos kegelapan malam.

Aku tidak yakin apakah sosok itu mengejarku atau tidak, karena di pikiranku sangat kacau, serta dikuasai oleh kepanikan yang akut. 

Aku terus berlari tanpa arah dan tidak mempedulikan lingkungan di sekitarku. Sampai-sampai aku tidak sadar bahwa aku telah sampai di tengah jalan besar, dan - di waktu yang bersamaan - ada sebuah mobil yang melaju kencang dan menabrakku, hingga membuat pandangan menjadi gelap gulita.

Singkat cerita, aku terbangun di dalam sebuah rumah sakit, dan langsung disambut oleh kedua orang tuaku dengan perasaan yang kacau dan - tentu juga - terguncang setelah mengetahui kematian kakek yang tragis. Selain kedua orang tuaku, juga ada beberapa orang polisi yang datang menemuiku untuk meminta keterangan, terutama perihal yang telah terjadi pada kakek. Aku segera menceritakan kisahku, tapi mereka tidak memercayai begitu saja.

Namun setelah beberapa hari kemudian, tampaknya mereka mulai berubah pikiran saat tim penyelidik berhasil melakukan rekognisi bahwa luka di tubuh kakek itu bukan hasil dari perbuatan manusia. Keadaan semakin rumit, setelah mereka mendapatkan sebuah penemuan yang tidak biasa di mayat kakek, yaitu beberapa helai rambut yang teridentifikasi milik makhluk asing berjenis gabungan dari beruang, kera, dan manusia. 

Dari penemuan itulah, pihak polisi mengambil kesimpulan, bahwa kematian kakek disebabkan oleh serangan hewan. Namun polisi masih belum bisa mengidentifikasi jenis hewan yang membunuh kakek.
 
Aku berharap bisa mempercayai kesimpulan dari pihak polisi. Karena itu akan membantuku untuk pulih dari ketakutan yang masih menghantuiku. Sebab aku tidak pernah merasakan rasa takut yang luar biasa seperti sekarang ini. Namun, harapan itu sirna saat malam tiba. 

Di mana saat aku sedang sendirian di dalam kamar rawat; aku mendengar suara langkah kaki berat yang menggetarkan; diikuti oleh bau sigung yang menyengat; serta suara dengkuran hewan aneh yang terdengar tidak asing di telingaku. Itu semua datang dari balik pintu kamar rawatku, seolah dia sedang berkunjung untukku. Tampaknya sosok hitam besar itu tidak akan pernah membiarkan mangsanya lolos begitu saja.
 
****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun