Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Dalam tulisan ini saya akan membahas seputar Ijtihad dan Mujtahid beserta problematika-problematika yang berhubungan dengan keduanya.
Pengertian Ijtihad
Jika mendengar kata Ijtihad, apa yang terpikirkan di benak kita? Mungkin, untuk sebagian orang yang pernah belajar nahwu shorof dan bahasa Arab pasti mengartikan Ijtihad dari lafadz Arabnya terlebih dahulu, yaitu dari lafadz Ijtahada.Â
Dari segi bahasa, lafadz Ijtahada berasal dari kata Jahd/Juhd yang kemudian diikutkan wazan ifta'ala dengan menambahkan Alif dan ta' menjadi Ijtahada. Lafadz jahd / juhd memiliki arti kesulitan atau kesusahan. Adanya penambahan Alif dan ta' pada kata Ijtahada memiliki arti "usaha itu lebih sungguh-sungguh". Maka arti Ijtihad secara bahasa adalah usaha yang keras atau pengerahan daya upaya.Â
Sedangkan pengertian Ijtihad secara Istilah, antara fuqaha' dan ulama Ushul mengartikan Ijtihad sesuai dengan pemikiran dan pandangan mereka masing-masing, disini kita ambil dua pendapat saja tentang pengertian Ijtihad secara istilah. Pertama, arti Ijtihad dalam pandangan Asy-Syaukani adalah "Mengerahkan segala usaha dan kekuatan untuk mendapatkan hukum Syar'i yang bersifat praktek dengan metode istinbat". Lalu, al-Baidawi mendefinisikan Ijtihad sebagai "Pengerahan seluruh kemampuan dalam upaya menemukan hukum-hukum Syara'". Sebenarnya, jika kita melihat dua pendapat ulama tersebut, intinya adalah sama yakni adanya suatu usaha yang keras untuk menemukan hukum syara'. Jadi, apabila ada suatu problem atau persoalan yang membutuhkan ditetapkannya hukum syara'  sedangkan dalam Al-Qur'an dan as-Sunnah ataupun Ijma' tidak ditemukan tentang penetapan hukum tersebut, maka dilakukanlah Ijtihad. Perlu diperhatikan bahwa Ijtihad bukanlah sekedar inisiatif dan hawa nafsu belaka, melainkan termasuk salah satu dari sekian banyaknya perintah yang diberikan oleh Allah dan Rasulnya.Â
Jadi, jangan pernah mencoba coba untuk berijtihad jika tidak mempunyai ilmu yang mumpuni. Lalu siapakah yang boleh melakukan Ijtihad? Apakah hanya ulama atau orang awam seperti kita ini boleh melakukan Ijtihad? Nah, disinilah kita perlu mengetahui kategori seperti apa yang harus dimiliki oleh orang yang akan berijtihad atau apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang Mujtahid.
Syarat-syarat Mujtahid
Adapun segala pembahasan yang berkaitan dengan Ijtihad ini tidak akan lepas dari pemikiran dan pandangan para ulama Ushul ataupun fuqaha', namun intinya adalah sama. Jadi, disini penulis hanya akan memberikan keterangan tentang syarat-syarat Mujtahid secara umum saja yang diambil dari pendapat-pendapat para ulama.
Dalam berijtihad, ketika seorang Mujtahid ingin menetapkan hukum dari sebuah perkara, pastinya mengambil dalil baik dari Al-Qur'an dan Hadits yang mana isi dari keduanya menggunakan bahasa Arab. Mujtahid juga tidak bisa menetapkan hukum begitu saja tanpa mengetahui kemaslahatan yang ada. Dan Mujtahid tidak bisa mengeluarkan pendapat seenaknya tanpa memahami Ushul Fiqh. Dari sini kita simpulkan beberapa hal yang harus dikuasai oleh seorang Mujtahid yang berarti itu menjadi persyaratan baginya untuk melakukan Ijtihad, antara lain Mujtahid harus bisa menguasai Al-Qur'an dan Hadits beserta segala sesuatu yang berkaitan dengan keduanya, terutama ayat2 hukum.Â
Penguasaan terhadap Al-Qur'an dan Hadits ini seperti memahami betul tentang asbabun Nuzul, asbabul wurud, nasikh dan mansukh, persambungan sanad dll. Mujtahid harus bisa mengetahui Ijma' dan Qiyas.Â
Mujtahid juga harus bisa menguasai ilmu tentang bahasa terutama bahasa Arab. Dan hal yang terpenting juga adalah Mujtahid harus bisa mengetahui dan memahami ilmu Ushul Fiqih beserta Maqashid asy-Syari'ah. Jika ingin mengetahui syarat-syarat Mujtahid secara detail bisa dicari sendiri di buku buku Ushul fiqh.Â
Mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa syarat-syarat untuk menjadi Mujtahid harus serumit ini? Ya, jawabannya sangat jelas sekali, penetapan hukum yang diambil dalam kegiatan Ijtihad adalah hukum Islam, Islam adalah agama suci yang dibawa Rasulullah dan bukan sebuah mainan yang bisa kita lakukan seenaknya.Â
Jadi, dalam Ijtihad ditekankan adanya usaha yang sungguh-sungguh, jika kita salah langkah maka akan berakibat fatal, baik bagi si Mujtahid sendiri ataupun untuk semua umat Muslim.Â
Jika seorang Mujtahid sudah memenuhi semua persyaratan diatas, maka mereka boleh melakukan Ijtihad. Lantas, apa saja yang bisa menjadi lapangan Ijtihad? Apakah semua hal bisa di Ijtihadi? tentu saja tidak, Ijtihad memiliki objek kajian sendiri seperti dibawah ini
Objek Ijtihad
Dalam kehidupan manusia selalu ada yang namanya sebuah permasalahan atau perkara yang terkadang mereka sendiri bingung untuk mengetahui hukum dari perkara tersebut.Â
Maka dilakukanlah Ijtihad. Namun, tidak semua permasalahan bisa dijadikan lapangan Ijtihad. Hukum syari'at yang sudah memiliki dalil yang qath'i maka tidak bisa di lakukan Ijtihad terhadapnya, Ijtihad dilakukan terhadap hukum Syara' yang memiliki dalil-dalil yang dzhanni. Sebenarnya, para ulama juga memiliki pendapat yang beragam tentang permasalahan apa saja yang bisa dijadikan objek Ijtihad. Sedangkan, hukum melakukan Ijtihad ada lima macam. Yakni Ijtihad bisa dihukumi fardlu ain, fardlu kifayah, Sunnah, dan haram, tergantung kondisi dan situasi, baik dari objek Ijtihadnya ataupun Mujtahidnya sendiri. Kemudian, kalangan ulama sudah membagi Mujtahid ke dalam beberapa tingkatan yang disebut dengan tingkatan Mujtahid, yang umum diketahui antara lain Mujtahid Muataqil, Mujtahid Muthlaq, Mujtahid Muqayyad, Mujtahid at-Tarjih dan Mujtahid al-Fatwa.
Problematika Ijtihad
Suatu masa pernah mengalami kevakuman dari seorang Mujtahid, para ulama pun berbeda pendapat terkait masalah ini. Ada yang membolehkan vakumnya Mujtahid di suatu masa, namun ada juga yang menolak hal tersebut.
Manusia terus mengalami perkembangan dari masa ke masa, dan itu berarti pula permasalahan baru terus bermunculan dan semakin kompleks, atau bahkan permasalahan baru yang muncul ini belum pernah terjadi di masa lampau, sehingga belum ada penetapan hukumnya secara pasti. Hukum yang ada di masa lampau belum tentu bisa menjawab semua persoalan di masa-masa selanjutnya. Oleh karena itu, Ijtihad sangat berperan dalam kondisi seperti ini.
Cukup sampai disini saja mengenai pembahasan Ijtihad, terima kasih untuk yang sudah membaca sampai akhir, semoga tulisan ini bermanfaat buat kita semua, dan semoga kita tidak pernah bosan untuk membaca dan mempelajari ilmu agama lebih banyak lagi. Kalaupun ada yang tidak mengerti, segeralah bertanya kepada mereka yang paham, seperti orang tua misalnya, atau guru Agama, ustadz dll.Â
Sekian, terima kasih. Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI