Mujtahid juga harus bisa menguasai ilmu tentang bahasa terutama bahasa Arab. Dan hal yang terpenting juga adalah Mujtahid harus bisa mengetahui dan memahami ilmu Ushul Fiqih beserta Maqashid asy-Syari'ah. Jika ingin mengetahui syarat-syarat Mujtahid secara detail bisa dicari sendiri di buku buku Ushul fiqh.Â
Mungkin ada yang bertanya-tanya kenapa syarat-syarat untuk menjadi Mujtahid harus serumit ini? Ya, jawabannya sangat jelas sekali, penetapan hukum yang diambil dalam kegiatan Ijtihad adalah hukum Islam, Islam adalah agama suci yang dibawa Rasulullah dan bukan sebuah mainan yang bisa kita lakukan seenaknya.Â
Jadi, dalam Ijtihad ditekankan adanya usaha yang sungguh-sungguh, jika kita salah langkah maka akan berakibat fatal, baik bagi si Mujtahid sendiri ataupun untuk semua umat Muslim.Â
Jika seorang Mujtahid sudah memenuhi semua persyaratan diatas, maka mereka boleh melakukan Ijtihad. Lantas, apa saja yang bisa menjadi lapangan Ijtihad? Apakah semua hal bisa di Ijtihadi? tentu saja tidak, Ijtihad memiliki objek kajian sendiri seperti dibawah ini
Objek Ijtihad
Dalam kehidupan manusia selalu ada yang namanya sebuah permasalahan atau perkara yang terkadang mereka sendiri bingung untuk mengetahui hukum dari perkara tersebut.Â
Maka dilakukanlah Ijtihad. Namun, tidak semua permasalahan bisa dijadikan lapangan Ijtihad. Hukum syari'at yang sudah memiliki dalil yang qath'i maka tidak bisa di lakukan Ijtihad terhadapnya, Ijtihad dilakukan terhadap hukum Syara' yang memiliki dalil-dalil yang dzhanni. Sebenarnya, para ulama juga memiliki pendapat yang beragam tentang permasalahan apa saja yang bisa dijadikan objek Ijtihad. Sedangkan, hukum melakukan Ijtihad ada lima macam. Yakni Ijtihad bisa dihukumi fardlu ain, fardlu kifayah, Sunnah, dan haram, tergantung kondisi dan situasi, baik dari objek Ijtihadnya ataupun Mujtahidnya sendiri. Kemudian, kalangan ulama sudah membagi Mujtahid ke dalam beberapa tingkatan yang disebut dengan tingkatan Mujtahid, yang umum diketahui antara lain Mujtahid Muataqil, Mujtahid Muthlaq, Mujtahid Muqayyad, Mujtahid at-Tarjih dan Mujtahid al-Fatwa.
Problematika Ijtihad
Suatu masa pernah mengalami kevakuman dari seorang Mujtahid, para ulama pun berbeda pendapat terkait masalah ini. Ada yang membolehkan vakumnya Mujtahid di suatu masa, namun ada juga yang menolak hal tersebut.
Manusia terus mengalami perkembangan dari masa ke masa, dan itu berarti pula permasalahan baru terus bermunculan dan semakin kompleks, atau bahkan permasalahan baru yang muncul ini belum pernah terjadi di masa lampau, sehingga belum ada penetapan hukumnya secara pasti. Hukum yang ada di masa lampau belum tentu bisa menjawab semua persoalan di masa-masa selanjutnya. Oleh karena itu, Ijtihad sangat berperan dalam kondisi seperti ini.
Cukup sampai disini saja mengenai pembahasan Ijtihad, terima kasih untuk yang sudah membaca sampai akhir, semoga tulisan ini bermanfaat buat kita semua, dan semoga kita tidak pernah bosan untuk membaca dan mempelajari ilmu agama lebih banyak lagi. Kalaupun ada yang tidak mengerti, segeralah bertanya kepada mereka yang paham, seperti orang tua misalnya, atau guru Agama, ustadz dll.Â