Virus budaya positif dapat di tularkan guru di kelas melalui pembentukan keyakinan kelas. Keyakinan kelas adalah suatu kesepakatan positif berisi nilai-nilai kebajkan yang dibuat bersama-sama antara guru dan siswa untuk mendukung tumbuhnya motivasi intrinsik.Â
 Melalui kesepakatan kelas yang telah dibuat sendiri oleh anak, anak di beri tantangan untuk mampu melaksanakan keyakinan kelasnya dan diberikan konsekuensi yang mendidik jika anaka belum mampu melaksanakan keyakinan kelas yang telah dibuatnya.Â
Sebagai contoh jika anak menumpahkan air di meja maka  konsekuensinya anak membersihkan tumpahan air di meja tersebut. Memang sih anak merasa tidak nyaman akan konsekuensinya namun itu besifat sementara setelahnya anak akan menyesuaikan diri, kaena dari sini anak akan belajar mematuhi peraturan yang bagus untuk menumbuhkan konsep pada dirinya. Anak akan menghargai  disiplin dan belajar untuk tanggap dengan peristiwa sekitar.
Ketika anak melanggar peraturan langkah yang sebaiknya di ambil guru adalah melakukan restitusi. Apakah restitusi itu? Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen;2004). Proses melakukan restitusi yaitu dengan berbicara empat mata antara murid dengan guru.
Dalam pembicaraan tersebut guru perlu  mengidentifikasi 5 dasar kebutuhan yang ada pada anak. Apakah anak tersebut melakukan pelanggaran karena membutuhkan cinta kasih/perasaan di terima. Ataukah butuh kesenangan, kebebasan, survival atau karena adanya keinginan butuh penguasaan.
Setelah mengetahui kebutuhan dasar manusia yang ada pada anak langkah selanjutnya adalah menempatkan kita (guru) pada posisi kontrol yang tepat ketika proses menuntun. Terdapat 5 posisi kontrol antara lain:
1. Guru sebagai penghukum.
Contoh perkataan guru : "Kalau kamu tidak melakukannya, awas ya! Rasakan!
2. Guru sebagai pembuat merasa bersalah pada anak.
Contoh perkataan guru : "Ayolah, lakukan demi Ibu..." "Masa kamu tidak mau, ingat tidak Ibu pernah bantu..."
3. Guru sebagai teman, guru sebagai pemantau.