Mohon tunggu...
Elmiya Sari
Elmiya Sari Mohon Tunggu... Guru - Guru, ibu rumah tangga.

Pendidik yang mendidik dengan hati.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

3.1.a.9. Koneksi Antar Materi - Pengambilan Keputusan sebagai Pemimpin Pembelajaran

21 April 2022   22:29 Diperbarui: 21 April 2022   22:33 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

3.1.a.9.  KONEKSI ANTAR MATERI -Pengambilan Keputusan Sebagai Pemimpin Pembelajaran.

Oleh: Elmiya Sari, S.Pd.

Bapak pendidikan Ki Hadjar Dewantara  dengan filosofinya   yang terkenal dengan Pratap Triloka, merupakan filosofi yang memiliki pengaruh  dalam pengambilan   keputusan sebagai seorang pemimpin pembelajaran.

Menurut Ki Hadjar Dewantara tujuan pendidikan pada dasarnya adalah menuntun segala kodrat alam dan kodrat zaman yang melekat pada anak. Supaya anak -- anak dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan  yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Menurut pandangan Ki Hadjar Dewantara untuk dapat menuntun kekuatan kodrat alam dan zaman yang melekat pada anak seorang pendidik hendaknya menuntun dan memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak. Menebalkan goresan baik  dan menyamarkan goresan yang tidak baik sehingga tumbuh karakter, keunikan, serta memaksimalkan potensi anak.

Dengan kemantapan karakter dan potensi baik yang telah dimiliki anak , maka diharapkan anak akan mampu menyelesaikan dan mengambil keputusan terhadap permasalahhannya secara mandiri.

Terkait pandangan KHD tentang filosofi Prapta Triloka yang terkenal dengan  " Ing Ngarso Sung Tuladha" diharapkan seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran hendaknya mampu menjadi rool model /tauladan baik  bagi murid-muridnya dan lingkungan sekitarnya.

Ing Madya Mangun Karsa yang dapat diartikan bahwa guru sebagai pemimpin pembelajaran mampu membangun karsa atau menjadi power (kekuatan) yang dapat memberikan motivasi bagi kemajuan siswa dan lingkungannya. Dan Tut Wuri Handayani yang dapat diartikan seorang guru sebagai pemimpin pembelajaran mampu memberikan dukungan, arahan, dan semangat  untuk kemajuan murid-muridnya dan lingkungannya.

Maka dari itu guru sebagai pemimpin pembelajaran selain guru mampu mengambil keputusan yang tepat dan bijaksana pada masalahnya dan lingkungannya guru juga harus mampu membimbing, menemani siswanya supaya mampu mengambil sebuah keputusan serta memberikan pembelajaran yang berpihak pada murid supaya tercapai kemajuan pendidikan yang diharapkan.

Setiap manusia selayaknya memiliki nilai-nilai kebajikan universal yang tertanam pada dirinya. Begitupun harapan tumbuhnya nilai kebajikan universal  pada siswa dan pada guru sebagai pemimpin pembelajaran. Berikut terdapat  4 nilai -nilai kebajikan universal yang telah disepakati beberapa institusi:

  • IBO Primary Years Program (PYP).Dimana sikap yang ada pada  murid: Toleransi, rasa hormat, integritas, mandiri, menghargai, antusias, empati, keingintahuan, kreativitas, kerja sama, percaya diri, komitmen.
  • Sembilan Pilar Karakter Indonesian Heritage Foundation (IHF): Cinta Tuhan dan segenap ciptaanNYA,Kemandirian dan Tanggung jawab,Kejujuran (Amanah), Diplomatis,Hormat dan Santun,Dermawan, Suka Menolong dan Gotong Royong, ,Percaya Diri, Kreatif dan Pekerja Keras, Kepemimpinan dan Keadilan, Baik dan Rendah Hati, Toleransi, Kedamaian dan Kesatuan
  • Petunjuk Seumur Hidup dan Keterampilan Hidup (LIfelong Guidelines and Life Skills)Keterampilan Hidup: Dapat dipercaya, lurus hati, pendengar yang aktif, tidak merendahkan orang lain, memberikan yang terbaik dari diri
  • Petunjuk Hidup: Peduli, penalaran, bekerja sama, keberanian, keingintahuan, usaha, keluwesan/Fleksibilitas, berorganisasi, kesabaran, keteguhan hati, kehormatan, memiliki rasa humor, berinisiatif, integritas, pemecahan masalah, sumber pengetahuan, tanggung jawab, persahabatan.
  • The Seven Essential Virtues (dari Building Moral Intelligence, Michele Borba): empati, suara hati, kontrol diri, rasa hormat, kebaikan, toleransi, keadilan.

Alangkah arifnya hasil akhir dari sebuah tuntunan jika murid-murid kita mampu memiliki nilai-nilai universal kemudian menerapkan nilai-nilai yang tersebut di atas dalam  kesehariannya. Tentunya murid-murid akan mampu menghadapi hidup dengan segala problemanya.

Murid akan menjadi manusia yang siap hidup dengan segala tantangan zaman. Murid akaan mampu mengambil keputusan yang bijaksana bagi diri, lingkungan, masyarakat dan negaranya. Dengan nilai-nilai universal yang tertanam pada dirinya murid-murid kelak akan menjadi pemimpin-pemimpin bangsa yang bijaksana dalam mengambil keputusan terbaik untuk bangsa dan negaranya.  

Untuk mewujudkan nilai-nilai luhur pada murid tentunya dibutuhkan  seorang pendidik yang memiliki nilai-nilai luhur pula. Melalui  tuntunan seorang guru penggerak yang memiliki nilai-nilai positif seperti mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif serta berpihak pada murid akan terwujud sosok murid impian yang bernuansa pelajar yang memiliki profil Pancasila. Karena dengan nilai-nilai yang dimiliki seorang guru penggerak, pendidik mampu secara mandiri menyajikan pembelajaran inovatif dan berdiferensiasi yang berpihak pada murid.

Melalui tuntunan nilai-nlai guru penggerak seorang pendidik mampu berupaya menjadikan murid dan lingkungannya berkolaborasi mewujudkan budaya positif. Melalui nilai budaya refleksi seorang pendidik mampu menjadi pendidik yang selalu berupaya memberikan pembelajaran yang lebih baik lagi dengan budaya belajar sepanjang hayat.

Dan pada akhirnya dengan nilai-nilai guru penggerak dan nilai-nilai universal yang tertanam dan menjadi pegangan kuat sebagi nilai --nilai  positif pada diri akan menuntun jiwa dan laku seorang pendidik dalam mengambil keputusan secara bijaksana.

Nilai-nilai positif yang tertanam pada diri dapat diterapkan dengan perilaku yang positif dan stabil. Keadaan stabil diperoleh ketika seseorang mengimplementasikan kompetensi social emosional pada saat  mengambil keputusan. Karena dengan kesadaran diri, pengelolaan diri yang baik, kesadaran social dan keterampilan berinteraksi  social seorang  pendidik mampu memilah mana dilema etika dan mana bujukan moral dan pada akhirnya pendidik mampu mengambil suatu keputusan yang tepat dalam keadaan kesadaran yang penuh. Keputusan yang bijaksana dan berpihak pada murid, lingkungan sekolah, keluarga  dan lingkungan  masyarakat.

Proses pendidikan guru penggerak  merupakan serangkaian kegiatan praktik baik yang dilakukan seorang guru penggerak sebagai agen transformasi pendidikan. Di dalam melaksanakan tugasnya yang tidak mudah ini seorang guru penggerak mendapatkan bimbingan dari seorang fasilitator dan pengajar praktik. Fasilitator membimbing dalam mengerjakan tugas-tugas  CGP secara online, sedangkan pengajar praktik membimbing CGP menerapkan ilmu yang di dapatkan pada lingkungan sekolahnya.

Kesulitan-kesulitan dan hambatan --hambataan  yang dialami CGP selama menjalankan tugasnya di lapangan dapat teratasi dengan kehadiran fasilitator dan pengajar praktik. Karena melalui kunjungan pendampingan setiap bulannya pengajar paraktik secara tidak langsung telah menerapkan praktik coaching dengan model TITA.

Pada saat kegiatan refleksi terbimbing fasilitator membimbing saya memahami dan mengevaluasi  konsep tentang pengambilan dan pengujian keputusan secara tepat. Sedangkan   pengajar praktik membantu membimbing saya menggali informasi dari saya tentang tujuan/  visi/ misi yang telah saya sepakati dengan kepala sekolah dan rekan guru.

Tugas Pengajar Praktik menggali informasi tentang kekuatan dan kelemahan pada diri dan lingkungan sekolah serta memilih dan memilah hasil pemikiran pada saat pendampingan yang nantinya dapat dijadikan sebagai sebuah kekuatan dalam merancang rencana aksi. Pengajar praktik yang mendampingi saya secara langsung serta memberikan penguatan kepada saya sehingga saya dapat berkomitmen dalam menjalankan visi-misi melalui rencana dan implementasi di sekolah dan lingkungan  sekitar saya.

Konsep coaching dengan model TIRTA yang  telah dilakukan pengajar praktik pada kegiatan pendampingan  telah membantu saya mengambil keputusan bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang berpihak pada siswa di kelas dan lingkungan sekolah.

Sedangkan pada kegiatan refleksi terbimbing tentang  konsep pengambilan dan pengujian keputusan dengan bimbingan  fasilitator secara online  pada  modul ini sangat membantu saya dalam mengambil keputusan yang terjadi di lingkungan kelas, lingkungan sekolah, lingkungan komunitas praktisi demi tercapainya murid impian dan vis/misi sekolah dimana dalam pengambilan keputusan dengan berpedoman pada sembilan langkah konsep pengambilan dan pengujian keputusan.

Selain memfasilitasi siswa dengan pembelajaran berdiferensiasi  dengan menyajikan pembelajaran yang berpihak pada siswa dimana sebelum menyusun pembelajaran guru perlu memperhatikan perbedaan minat, kesiapan belajar dan profil siswa, guru juga harus menyiapkan kondisi psikis siswa dengan menerapkan pembelajaran social emosional. Karena dengan menyiapkan psikis siswa, siswa siap belajar dengan merdeka.

Namun bukan hanya siswa yang perlu dipersiapkan kondisi psikisnya, sebelum memberikan pembelajaran seorang guru/pendidik perlu mempersiapkan social emosionalnya terlebih dahulu. Mengapa demikian? Karena di dalam kelas guru akan berhadapan dengan berbagai  keberagaman siswa, tentunya terdapat situasi atau kondisi yang tidak ssuai antara sswa dengan siswaa atau guru dengan siswa.

Keadaan tersebut mengharuskan guru sebagai pemimpin pembelajaran  untuk mampu mengambil suatu keputusan secara tepat dan bijaksana. Dalam mengambil keputusan yang tepat tersebut selain 9 langkah keputusan dan pengujian yang terpenting adalah bagaimana guru menerapkaan kompetensi social emosionalnya. Karena dengan kesiapan social emosionaal guru mampu menyadari  kondisi dirinya, kemudian mampu mengelola emosinya, selanjutnya mampu berinteraksi dan mengambil keputusan dalam keadaan sadar sehingga dapat menghasilkan keputusan yang tepat dengan kesalahan sekecil-kecilnya dan dengan dampak yang sebesar-bessarnya.

Nilai-nilai yang dianut seorang pendidik berpengaruh besar pada pengambilan keputusan yang tepat. Kita tahu bahwa dilema etika merupakan situasi yang terjadi ketika seseorang harus memilih antara dua pilihan dimana kedua pilihan secara moral benar tetapi saling bertentangan. Dan bujukan moral merupakan situasi yang terjadi ketika seseorang harus membuat keputusan antara benar atau salah.

Untuk memecahkan kedua kasus,  seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran harus berpikir dan bertindak sesuai 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah untuk menguji hasil keputusan yang telah dibuat supaya keputusan yang di ambil tidak salah. D

ari menelaah, mengevaluasi, hingga memecahkan masalah selayaknya melihat serta menampung dari berbagai sudut pandang. Satu lagi yang menjadi solusi pemecahan masalah yaitu kepiawaian seorang pemimpin pembelajaran menggunakan opsi trilema yaitu opsi keputusan kreatif yang tepat dan tidak terduga sebelumnya . Tentnya nilai-nilai pada diri pendidik sangat menentukan keputusan yang akan diambil.

Maka dari itu saya mengibaratkan keputusan pendidik sebagai pemimpin pembelajaran    bak dua mata pisau yang sangat tajam. Apakah mata pisau kanan yang penuh dengan nilai kebajikan universal yang akan dipilih ataukan mata pisau kiri  yang penuh dengan pilihan yang mementingkan diri sendiri atau kelompok demi suatu kepentingan pribadi.

Tentu saja lagi-lagi nilai-nilai moral, empati/peduli, disiplin, taat peraturan dan mengambil keputusan demi kepentingan yang merangkul banyak pihak  dibutuhkan untuk menunjang nilai-nilai positif dari mata pisau sebelah kanan yang penuh dengan kebajiikan universal.

Sebaliknya apa yang terjadi jika seorang pemimpin pembelajaran memilih mata pisau sebelah kiri  namun menurutnya itu adalah keputusan yang terbaik karena tipisnya nilai-nilai kebajikan pada dirinya. Pembentukan karakter dan nilai-nilai positif sekali lagi memegang peranan penting bagi pemimpn pembelajaran karena akan menentukan arah kebijakan yang berdampak pada kemajuan atau kemunduran pendidikan suatu bangsa.

Seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai-nilai positif akan membuat keputusan yang memfasilitasi siswanya belajar dengan merdeka melalui pembelajaran berdiferensiasi. Seorang pendidik dalam hal ini pemimpin pembelajaran akan memfasilitasi suasana kelas yang aman, nyaman dan berpihak pada murid.

Dengan demikian  akan tercipta suasana yang kondusif untuk belajar di setiap kelas dan tentunya akan berdampak pada lingkungan sekolah yang positif.

Pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai-nilai positif universal mampu menghadirkan terciptanya lingkungan positif karena segala keputusannya dimulai dari mampunya menumbuhkan/menggerakkan  budaya  positif pada guru, siswa dan warga sekolahnya.

Benar pepatah yang mengatakan lain orang lain juga isi yang ada di dalam kepala. Keberagaman kebudayaan, agama, kebiasaan, cara pandang atau mindset, serta perubahan paradigma yang sudah lama melekat sehingga menjadi suatu  kebiasaan merupakan pemicu sulitnya pengambilan keputusan yang berkenaan dengan dilemma etika. Karena  menurut pendapat mereka sama benarnya namun saling bertentangan satu sama lain. Benar menurut satu pihak namun bertentangan dengan benar versi dari orang/kelompok lain.

Dalam memecahkan kasus dilema etika seperti ini perlu berkaca untuk kemudian mengevaluasi apakah kasus tersebut berada pada paradigma individu lawan masyarakat (individual vs community, rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) ataukah jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).

 Setelah itu kita dapat menentukan prinsip mana yang tepat dalam mengambil keputusan. Apakah berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking), berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) atau berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking). Kemudian untuk menguji paradigma dan prinsip yang telah kita gunakan dengan menggunakan 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian.

Di luar dari 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian, kasus dilema etika akan lebih mudah terselesaikan dengan persamaan mindsed dan pola piker yang maju. Dan mindset positif atau mindset baik dapat tumbuh ketika nilai-nilai budaya positif itu ada pada setiap individu.

Seperti yang saya uraikan di atas pengambilan keputusan oleh pemimpin pembelajaran yang merdeka belajar akan memfasilitasi pembelajaran yang berpihak pada murid. Keberpihakan keputusan yang berpihak pada murid dapat menciptakan pengajaran yang memerdekakan  murid.

Karena seorang pemimpin pembelajaran akan berusaha mengevaluasi, memfasilitasi kebutuhan belajar siswanya  dengan membuat rencana pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya, menyajikan pembelajaran yang kreatif, menyiapkan lingkunggan belajar yang berpihak pada siswa dan menumbuhkan iklim dan semangat belajar yang tinggi.

Dengan menyajikan pembelajaran yang memerdekakan siswanya akan menumbuhkan budaya positif pada siswa. Karena siswa dapat menuntun dirinya sendiri  kapan dia harus belajar dan kapan dia harus bermain.

Dengan pembelajaran yang memerdekakan anak, akan memfasilitasi minat dan bakat anak melalui metode, model, media, dan sumber belajar yang sesuai  sehingga akan tumbuh bakat anak sesuai kodrat alam dan kodrat zaman.

Dengan pembelajaran yang memerdekakan anak melalui pembelajaran abad 21, anak bebas mengeksplore pengetahuannya, mengkomunikasikan pendapatnya, mengkolaborasi bersama temannya, meninovasikan idenya kemudian anak mampu mengkreasikan dengan mencipta sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.

Dengan tumbuhnya budaya positif belajar sepanjang hayat dari berbagai sumber dapat menumbuhkan sikap pantang menyerah, cermat  dan menjjadi pribadi yang matang yang dapat mengambil keputusan secara tepat sehingga siap menghadapi hidup dan tantangan untuk mencapai cita-citanya.

Pada akhirnya dapat saya simpulkan pengambilan keputusan secara tepat oleh pemimpin pembelajaran memiliki peran yang sangat besar bagi proses menuntun siswa dalam menciptakan pembelajaran yang berpihak pada anak,  dan akan berdampak besar pada tumbuhnya budaya positif dan nilai-nilai kebajikan universal anak.

Budaya  positif dan nilai-nilai  kebajikan universal yang melekat pada anak akan  mengantarkan anak pada tumbuh kembangnya kodrat alam dan kodrat zaman anak. Sehingga akan menciptakan profil pelajar Pancasila yang cerdas, terampil, dan berdaya guna dan kelak menjadi penerus bangsa yang tangguh menghadapi tantangan zaman.

Proses pengambilan keputusan dimulai dari nilai-nilai positif yang melekat pada diri seorang pendidik sebagai pemimpin pembelajaran yang mana dalam pelaksanaannya membutuhkan suatu rencana penerapan metode BAGJA dan proses coaching metode TIRTA. Serta berpegang pada 4 paradigma, 3 prinsip, 9 langkah pengambilan keputusan   dan pengujian keputusan. Yang tentunya selain budaya dan nilai-nilai positif dibutuhkan kontrol emosi yang matang dalam  pengambilan keputusan tersebut.

Keputusan seorang pemimpin pembelajaran dapat mengantarkan kemajuan pendidikan di Indonesia. Keputusan seorang pemimpin pembelajaran dapat menciptakan masyarakat yang madani dan keputusan seorang pemimpin pembelajaran dapat menjadikan Indonesia sebagai negara yang besar.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun