Pengambilan keputusan oleh seorang pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai-nilai positif universal mampu menghadirkan terciptanya lingkungan positif karena segala keputusannya dimulai dari mampunya menumbuhkan/menggerakkan  budaya  positif pada guru, siswa dan warga sekolahnya.
Benar pepatah yang mengatakan lain orang lain juga isi yang ada di dalam kepala. Keberagaman kebudayaan, agama, kebiasaan, cara pandang atau mindset, serta perubahan paradigma yang sudah lama melekat sehingga menjadi suatu  kebiasaan merupakan pemicu sulitnya pengambilan keputusan yang berkenaan dengan dilemma etika. Karena  menurut pendapat mereka sama benarnya namun saling bertentangan satu sama lain. Benar menurut satu pihak namun bertentangan dengan benar versi dari orang/kelompok lain.
Dalam memecahkan kasus dilema etika seperti ini perlu berkaca untuk kemudian mengevaluasi apakah kasus tersebut berada pada paradigma individu lawan masyarakat (individual vs community, rasa keadilan lawan rasa kasihan (justice vs mercy), kebenaran lawan kesetiaan (truth vs loyalty) ataukah jangka pendek lawan jangka panjang (short term vs long term).
 Setelah itu kita dapat menentukan prinsip mana yang tepat dalam mengambil keputusan. Apakah berpikir berbasis hasil akhir (Ends-Based Thinking), berpikir berbasis peraturan (Rule-Based Thinking) atau berpikir berbasis rasa peduli (Care-Based Thinking). Kemudian untuk menguji paradigma dan prinsip yang telah kita gunakan dengan menggunakan 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian.
Di luar dari 4 paradigma, 3 prinsip dan 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian, kasus dilema etika akan lebih mudah terselesaikan dengan persamaan mindsed dan pola piker yang maju. Dan mindset positif atau mindset baik dapat tumbuh ketika nilai-nilai budaya positif itu ada pada setiap individu.
Seperti yang saya uraikan di atas pengambilan keputusan oleh pemimpin pembelajaran yang merdeka belajar akan memfasilitasi pembelajaran yang berpihak pada murid. Keberpihakan keputusan yang berpihak pada murid dapat menciptakan pengajaran yang memerdekakan  murid.
Karena seorang pemimpin pembelajaran akan berusaha mengevaluasi, memfasilitasi kebutuhan belajar siswanya  dengan membuat rencana pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswanya, menyajikan pembelajaran yang kreatif, menyiapkan lingkunggan belajar yang berpihak pada siswa dan menumbuhkan iklim dan semangat belajar yang tinggi.
Dengan menyajikan pembelajaran yang memerdekakan siswanya akan menumbuhkan budaya positif pada siswa. Karena siswa dapat menuntun dirinya sendiri  kapan dia harus belajar dan kapan dia harus bermain.
Dengan pembelajaran yang memerdekakan anak, akan memfasilitasi minat dan bakat anak melalui metode, model, media, dan sumber belajar yang sesuai  sehingga akan tumbuh bakat anak sesuai kodrat alam dan kodrat zaman.
Dengan pembelajaran yang memerdekakan anak melalui pembelajaran abad 21, anak bebas mengeksplore pengetahuannya, mengkomunikasikan pendapatnya, mengkolaborasi bersama temannya, meninovasikan idenya kemudian anak mampu mengkreasikan dengan mencipta sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Dengan tumbuhnya budaya positif belajar sepanjang hayat dari berbagai sumber dapat menumbuhkan sikap pantang menyerah, cermat  dan menjjadi pribadi yang matang yang dapat mengambil keputusan secara tepat sehingga siap menghadapi hidup dan tantangan untuk mencapai cita-citanya.