Perjuangan dan air mata
Berangkat dari gelisahnya jiwa yang selama ini melanda. Seperti halnya pandemi melanda negeri. Seperti itu pulalah keadaan kami di SMP Muhammadiyah Kandis.Â
Tepatnya sejak pandemi melanda awal tahun ajaran 2021, kami cuma dapat siswa baru dua orang saja waktu itu. Siang malam aku berfikir apa yang harus aku lakukan untuk bisa hidup dan menghidupkan di SMP Muhammadiyah Kandis tempat aku bekerja.
Kenapa saya bilang begitu, karena sebenarnya semuanya, saya dan guru-gurulah yang memikirkannya. Bagaimana bisa dapat murid, bagaimana membayar honor guru, bagaimana biar sekolah itu bisa terus berjalan dengan baik. Ya, semuanya dari segala segi.
Lalu mungkin timbul pertanyaan, honor dari yayasan apa tidak ada ?. Bukan ingin menjelekan yayasan tidak sama sekali. Akan tetapi memang yayasan tidak punya pemasukan dana untuk pembayaran honor guru. Karena yayasan SMP Muhammadiyah Kandis memang tidak punya apa-apa, tepatnya begitu.
Berangkat dari situ kami pun sangat faham dengan situasi sekolah kami. Kami malah bersyukur sudah dikasih lapangan pekerjaan. Jadi sebagai guru, kami tidak berani menuntut honor dari orang-orang yayasan. Apalagi mereka sudah pada lanjut usia. Takutnya nanti gara-gara masalah ini kesehatan mereka terganggu pula.
Alhasil, kami hanya mengandalkan dana dari pemerintah untuk membayar honor guru. Yakni dana bos yang tidak seberapa dan juga dana rombel. Dari situlah kami menunggu honor setiap uang itu ada, itupun dibayar secara dicicil, karena uang itu tidaklah cukup. Apalagi harus dibagi dengan biaya operasional sekolah.
Nah pada tahun ini karena ada masalah kemaren dengan pengajuan di SIPD, maka dana rombel kami sudah hampir satu tahun ini belum mencair. Jadi boleh dibilang kami sudah puasa lebih kurang dua tahun dari honor.Â
Beranjak dari penderitaan ini. Sayaberdoa Setipa saat kepada Yang Maha Hebat. Pemilik alam semesta. Raja semua makhluk, yang Maha Kaya dan Maha Penyayang. Agar saya dan sahabat saya yang ada di SMP Muhammadiyah Kandis diberikan jalan keluar dari masalah ini.Â
Agar kami tetap bisa bekerja dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sahabat saya ada yang jadi tukang pangkas rambut. Ada juga yang mencari ikan di danau. Begitulah cara kami mencari makan, diluar sebagai pendidik di SMP Muhammadiyah Kandis.
Sedangkan saya sendiri, Alhamdulillah dibukakan jalan oleh Allah sebagai penulis. Melalui bimbingan tangan Omjay dan para timnya. Alhamdulillah sampai hari ini saya sudah bergerak dibidang tulis menulis, disela-sela kesibukan saya yang ada disekolah.
Alhamdulillah nya juga saya sudah mempunyai karya. Satu buku solo yang berjudul Pelangi Senja dan beberapa buku antologi. Saya sangat bersyukur luar biasa. Kepada Allah SWT setiap sujud saya sampaikan rasa terimakasih yang sangat dalam.
Kepada Omjay dan tim solit, serta semua narasumber saya aturkan terimakasih yang tak terhingga atas ilmu dan bimbingan serta support yang luar biasa kepada saya. Begitu juga kepada semua sahabat handai taulan yang tak bisa saya sebutkan satu persatu. Saya tidak bisa membalas jasa, hanya kata ucapan terimakasih yang bisa saya sampaikan.Â
Berbekal dengan buku yang sudah saya tulis, yang diprakarsai oleh bunda kanjeng, maka saya memberanikan diri untuk mempromosikan buku saya kepada siapa saja dilapangan.Â
Alhamdulillah buku pelangi senja itu sudah sampai ketangan para pejabat. Seperti bapak bupati beserta wakil, bapak komisi 1 DPRD kabupaten siak, bapak camat Kandis, bapak Kapolsek Kandis, bapak korwil dinas pendidikan kecamatan Kandis. Dan beberapa sahabat saya yang lain.Â
Berbekal dari sini, tentu saja saya tidak ingin hanya segelintir orang yangmemiliki karya saya. Maka berawal dari kesepakatan dengan sahabat baik saya yang bekerja sebagai LSM maka kami sepakat untuk memperbanyak buku karya saya ini, agar tersebar dimasyarakat. Khususnya warga Kandis terlebih dahulu.
Alhamdulilah berkat support dari bunda kanjeng juga, yang tak lepas membimbing saya. Karena beliau sudah saya anggap sebagai ibu saya sendiri maka saya selalu berkomunikasi dengan beliau. Akhirnya diperbanyaklah buku saya. Baik buku solo "Pelangi senja" maupun beberapa buku antologi.
Sahabat baik saya mau sekali membagikan buku saya kepada masyarakat. Dengan ikhlas beliau ambil buku-buku itu setiap hari ketempat saya. Buku-buku itu disusun dalam sebuah tas. Barulah dia bawa pakai sepeda motor ke tempat-tempat tujuan.Â
Saya kagum dan haru melihat kegigihannya. Sampai beliau jatuh sakit karena berkeliling hujan panas dalam menyebarkan karya saya.Â
Namun dalam perjuangan ini, tentu tidak hanya berjalan mulus seperti jalan tol. Banyak sekali rintangan, onak dan duri yang selalu jadi penghalang. Ini bukan hal aneh lagi bagi seorang yang sedang berjuang. Walau air mata tak bisa dielakkan karena saya adalah wanita yang punya air mata itu.
Setelah buku hasil karya saya disebarkan di sekolah-sekolah. Ada beberapa orang sahabat saya yang menghubungi saya bahwa mereka tidak mau buku saya. Mereka tidak butuh katanya. Ada juga yang bilang bukunya terlalu banyak...padahal cuma lima buku. Bukunya kami pulangkan saja ya, kata mereka.
Mendengar hal ini hati siapa yang takkan sedih. Hati siapa yang tidak terenyuh. Seakan karya saya tidak bermanfaat. Padahal kalau dibaca oleh anak- anak mereka, semua itu akan ada manfaatnya. Karena kisah yang tertoreh di dalamnya adalah kisah-kisah inspiratif. Apalagi saat ini adalah dunia literasi lagi digalakkan.
Namun demikian, saya harus berlapangdada. Saya harus berfikiran jernih. Saya harus menerima keadaan ini. Saya hapus air mata, saya kuatkan jiwa raga. Saya adalah pejuang yang akan tetap terus berjuang. Saya adalah wanita yang selalu menguatkan jiwa ketika masalah datang melanda. Saya tidak akan pernah berhenti. Selagi Allah memberi saya kesempatan.
Yang lebih menyedihkan saya lagi. Ada sahabat saya yang memulangkan buku saya, dengan ucapan. " Sebenarnya saya kasihan sekali sama Bu Elmi. Saya sedih melihat Bu Elmi seperti ini. Sudahlah murid sedikit, gratis pula, tapi maaflah ya saya tidak bisa mengambil buku ini, karena Bu Elmi bekerja sama dengan orang yang tidak seharusnya," kata beliau.
Mendengar ocehannya itu, saya diam seribu bahasa. Saya tidak mau berperang dengannya. Yang saya pikirkan dalam hati saya. Kata-katanya itu. Beliau bilang dia kasihan kepada saya, tetapi kenapa buku saya dipulangkannya. Kalau memang beliau kasihan, seharusnya belilah buku saya. Jangan dipulangkan. Ini dipulangkannya. Lalu kasihan apa coba.Â
Aduh...ya Allah, kadang manusia ini banyak sekali yang aneh. Perkataannya tidak sesuai dengan perbuatan. Tapi ya sudahlah. Inilah nasib saya. Anehnya lagi karena keributannya di grup banyak sekali yang ingin memulangkan buku saya. Sebenarnya tujuan dia itu apa coba. Hanya mengacaukan usaha saya. Padahal bukan uang pribadinya yang akan mbayar buku-buku itu. Kan ada uang sekolah.
Tapi ya sudahlah...sudahlah...inilah ujian saya. Semoga saya diberi Allah kesabaran. Semoga saya diberi Allah jalan keluar terbaik dari keadaan ini. Semoga Allah memberi saya rezeki yang tak terduga dan tak terhingga dari pintu-pintu yang lain. Aamiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H